Banjir Kian Parah, Samarinda Sudah Tidak Layak Huni

Warga nongkrong di pinggir Burger King Jalan DI Panjaitan. Sampai siang ini banjir di ruas jalan itu tidak kunjung surut (Foto : istimewa/AS/Pemerhati Kota Samarinda)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Banjir merendam sedikitnya 32 kawasan di Samarinda setelah lebih tiga jam diguyur hujan pagi ini tadi. Banjir dinilai semakin parah. Bahkan, warga menilai kota Samarinda sebagai ibu kota provinsi sudah tidak layak huni.

Banjir hari ini tidak hanya merendam ruas jalan dan permukiman. Namun juga sekolah, dan juga akses jalan masuk ke Bandara Aji Pangeran Tumenggung (APT) Pranoto. Bahkan, warga menyindir bandara hilang terendam banjir.

“Kota Samarinda ini sudah tidak layak huni,” kata Noor Rahmad (40), karyawan salah satu perkantoran di kawasan Jalan Pangeran Suryanata Samarinda, dalam perbincangan bersama Niaga Asia, Senin (18/10).

Rahmad menerangkan, banjir kali ini mengerikan. Sebab hingga pukul 12.00 WITA, banjir tidak kunjung surut. “Karena air dari atas atau hulu (Jalan) Suryanata belum turun semua,” ujar Rahmad.

“Saya coba pesan makan di aplikasi (ojek online), tidak ada yang menerima orderan. Saya coba keluar kantor. Warung makan yang biasa saya datangi, tutup karena kebanjiran. Kejadian begini kan banjir berdampak ke kegiatan ekonomi,” tambah Rahmad.

Kawasan terendam banjir memang ramai dimuat di media sosial. Komentar pun berdatangan. “Kalau kita lihat sendiri ke luar, jalan, ya merasakan banjir ini memang semakin parah,” ungkap Rahmad.

“Cuma mungkin warga ini sudah terbiasa (dengan banjir). Dekat kantor saya ini, jalanan yang sudah tidak banjir penuh lumpur kering, dan jadi debu campur pasir. Kota ini tidak layak huni,” tambahnya.

Kawasan sekitar flyover air hitam juga masih terendam hingga siang ini.(Foto : istimewa/warga)

Rahmad juga menyoroti penanganan banjir pemerintah di ibu kota provinsi. Seperti penanganan drainase. “Urusan banjir ini tidak hanya soal sampah di parit, parit dangkal. Kalau di hulu saluran terus terjadi bukaan lahan, semisal tambang batubara, ya banjir tidak beres-beres,” ungkap Rahmad.

“Banjir itu tidak bisa dihilangkan, tapi bisa diminimalisir. Yang terjadi sekarang, banjir makin parah, makin meluas. Analoginya begini, atap genteng bocor, tapi kita sibuk cari ember buat tampungan. Tapi kebocorannya tidak ditambal. Jadi, penanganan banjir di hilir gencad tapi hulunya, sebab banjir tidak ditangani. Itu gimana bisa?” sesal Rahmad.

“Jadi, Samarinda ini debu, banjir, komplit sudah. Belum lagi bicara aspal rusak karena sering terendam. Nasib tinggal di kota tidak layak huni,” pungkas Rahmad.

Lain lagi Yunus (45), warga lainnya yang tinggal di Jalan Kadrie Oening. Menurutnya di media sosial, tidak jarang dia berkomentar positif membangun citra kota sebagai ibu kota provinsi Kalimantan Timur agar menjadi layak dikunjungi.

Namun yang terjadi hari ini justru sebaliknya. Terlebih lagi, area jalan masuk bandara, ikut terendam banjir. Kondisi itu justru jadi wajah kota pertama kali tiba di Samarinda.

“Kurang apa lagi sudah kalau kita ini bangun imej kota. Promokan kota ini yang baik tentang Samarinda. Tapi tidak diimbangi dengan kondisi kotanya, pemerintah yang mengelola kota ini. Utamanya ya soal banjir ini, harusnya bisa diminimalisir,” ungkap Yunus.

Penulis : Saud Rosadi | Editor : Saud Rosadi

Tag: