Banjir Samarinda Hingga Dua Pekan, Warga Soroti Perilaku Buang Sampah & Pendangkalan di Sungai

Air banjir yang kembali merangkak naik di Perum GMS, Selasa (18/6) pagi sudah berwarna kehitaman dan beraroma tak sedap (foto : Niaga Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Banjir besar yang merendam rumah warga selama 2 pekan di 3 kecamatan di Samarinda, mengejutkan banyak pihak. Apalagi, terdampak banjir sempat menyentuh angka 56 ribu jiwa. Warga dan Pemkot mesti sama-sama instropeksi.

Puluhan ribu jiwa terdampak banjir itu, tersebar di 13 kelurahan di 3 kecamatan. Kawasan terparah antara lain di Bengkuring, Gunung Lingai serta di Temindung Permai, yang terendam mulai 8 Juni 2019. Bahkan, banjir juga sempat melumpuhkan kawasan bisnis di Jalan Ahmad Yani.

“Baik warga, dan pemerintah, mesti sama-sama intropeksi supaya banjir selama 2 pekan itu tidak terulang lagi,” kata Arbain, salah seorang warga Perum Griya Mukti Sejahtera (GMS), di kelurahan Gunung Lingai, kepada Niaga Asia, Kamis (27/6).

Arbain menerangkan, dari sisi warga yang bermukim di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Karang Mumus, harus rela dibongkar demi kepentingan masyarakat lebih besar. Sebab, permukiman di DAS Karang Mumus, mempersempit alur sungai, sehingga memperlambat surutnya banjir.

“Di samping itu, tidak kalah penting juga kita tidak membuang sampah sembarangan ke sungai. Pak RT dan Pak Lurah, juga bisa ajak warga kerja bakti rutin. Coba perhatikan, begitu banyak tanaman liar di sekitaran jembatan Griya Mukti kan?” ujar Arbain.

Arbain juga menyoroti pendangkalan Bendungan Benanga dan di DAS Karang Mumus. “Pendangkalan di Bendungan, pemerintah bisa melakukan pengerukan lagi. Gubernur dan Wali Kota, bisa sesegera mungkkn keluarkan kebijakan untuk penertiban di DAS,” ungkap Arbain.

“Saya baca di media, ada pertemuan bahas banjir bahwa beban masalah di belakang Pasar Segiri, alur sungai mesti diperlebar. Belum lagi pendangkalan. Karena, waktu banjir di Griya Mukti, itu di komplek Prefab air sungai normal. Jadi kan jelas itu ada masalah kenapa banjir lambat surut,” jelas Arbain.

Arbain yang juga menghabiskan masa kecilnya di sekitaran Pasar Segiri menilai pendangkalan sungai di sekitarnya memang sangat parah. “Ada tempurung kelapa, ada sampah pasar dan lain-lain. Jadi, dari warga dan pemerintah, saling evaluasi,” ungkap Arbain.

Tidak jauh berbeda disampaikan Dafi, warga GMS lainnya. Dafi juga menyorot pendangkalan parah di DAS Karang Mumus, disertai penyempitan alur sungai. “Contoh terdekat, pendangkalan itu bisa kita lihat di alur Karang Mumus bawah jembatan GMS sampai DAS Karang Mumus di kawasan pasar di Jalan PM Noor. Karena GMS ini sekarang, cepat naik air banjirnya, juga lambat surutnya,” kata Dafi.

“Penertiban bangunan liar di DAS Karang Mumus juga penting. Karena bangunan di bantaran sungai itu, paling susah dikontrol. Juga, jangan buang sampah di sungai. Tapi ya itu tadi, belajar dari banjir 56 ribu jiwa jadi koban, pengerukam pendangkalan sungai itu yang paling utama menurut saya, supaya Karang Mumus tidak mudah meluap,” ujar Dafi. (006)