Bareskrim Polri Selidiki Dugaan Penyelewengan Dana Kemanusiaan ACT

Ilustrasi

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri membuka penyelidikan atas masalah pengelolaan dana masyarakat untuk bantuan kemanusiaan yang dilakukan oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol. Dr. Dedi Prasetyo, mengatakan Bareskrim Polri sedang menyelidiki kasus ini meskipun belum menerima laporan dari masyarakat.

“Info dari Bareskrim masih proses penyelidikan dulu,” terangnya, Senin (04/07/22).

Ditempat terpisah, Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana mengatakan dari hasil analisis transaksi yang dilakukan pihaknya terindikasi ada penyalahgunaan dana untuk kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang.

Menurut dia, PPATK sudah sejak lama melakukan analisis terhadap transaksi keuangan ACT. Hasil analisis itu pun telah diserahkan kepada aparat penegak hukum (APH) dalam hal ini Detasemen Khusus (Densus) 88 Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

“Kami mengindikasikan ada transaksi yang menyimpang, tujuan dan peruntukannya serta pihak-pihak yang tidak semestinya.” tutur Kepala Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan.

Lembaga Kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) tengah dirundung masalah. Mulai dari dugaan penyelewengan dana oleh para petinginya, pemotongan donasi, hingga kampanye berlebihan.

Masalah tersebut terangkum dalam laporan Majalah Tempo edisi 2 Juli 2022.  Berjudul Kantong Bocor Dana Umat, laporan tersebut mengungkap berbagai persoalan yang dialami salah satu lembaga filantropi terbesar di Indonesia tersebut.

Dalam satu dari tiga laporan itu, Majalah Tempo menuliskan soal sepak terjang mantan Presiden ACT, Ahyudin, yang diduga menyelewengkan dana lembaganya. Ahyudin dituding menggunakan uang lembaganya untuk kepentingan pribadi mulai dari membeli rumah dan perabotannya hingga transfer belasan miliar ke keluarganya.

Ahyudin secara pribadi telah membantah tudingan itu. Dia hanya mengaku memang sempat membeli rumah dan terlilit tunggakan kredit.

Selain soal penyelewengan dana, ada juga cerita soal kampanye berlebihan yang dilakukan ACT. Salah satunya adalah kasus donasi untuk pembangunan Musala di Australia. ACT dalam kampanyenya menggunakan narasi, “Surau Pertama di Sydney”. Padahal sudah ada ratusan tempat ibadah umat Islam di sana.

Sejumlah pendiri komunitas Surau Sydney Australia pun menyatakan dari dana Rp 3,018 miliar yang terkumpul,  mereka hanya mendapatkan Rp 2,311 miliar. Artinya, ada potongan sekitar 23 persen dari total donasi.
Sumber: Divisi Humas Mabes Polri | Tempo.Co | Editor: Intoniswan

Tag: