Bawaslu Mengakui Masih Ada Celah Dalam Aturan Kampanye

raja
Sekretaris Jendral Partai Solidaritas Indonesia, Raja Juli Antoni

JAKARTA, NIAGA.ASIA-Dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Kepolisian Republik Indonesia atas dasar pelaporan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait kasus dugaan pelanggaran pemilu oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dipandang karena masih adanya celah peraturan.

“Harus kami akui bahwa peraturan KPU tentang kampanye Pemilu 2019 sampai sekarang belum ada. Ini yang menjadi kendala utama dalam penegakan aturan kampanye 2019,” kata Wahyu Setiawan, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU). “Peraturan KPU itu memang prosesnya harus melalui rapat konsultasi dengan DPR dan pemerintah. Dan kita sering kali terhambat karena lamanya waktu proses konsultasi dengan DPR dan pemerintah,” Wahyu menambahkan.

Hari Senin (04/06) KPU dijadwalkan akan menyampaikan rancangan peraturan ke Kementerian Hukum dan HAM agar dapat diundangkan. Berdasarkan peraturan perundang-undangan, kampanye pemilu 2019 akan dilaksanakan 23 September 2018 dan berakhir tanggal 13 April 2019.

Pelaporan Bawaslu dilakukan terhadap PSI yang memasang iklan alternatif cawapres dan Kabinet Jokowi 2019-2024 di koran Jawa Pos namun dengan mencantumkan nama dan logo partai tersebut.

Iklan dipasang partai tersebut sebagai, menurut mereka, bagian dari usaha untuk melakukan pendidikan politik kepada masyarakat. Sebagian pihak, tetap mempertanyakan penghentian penyelidikan -dengan dikeluarkannya SP3- karena menyangkut hukum yang berlaku dan akuntabilitas penggunaan dana kampanye.

Berdasarkan UU Pemilu, maka penerimaan dan pengeluaran dana hanya bisa diminta pertanggungjawabannya sehari sebelum dan sesudah masa kampanye. “Kalau kita lihat pengaturan yang sekarang ini maka belum membolehkan partai peserta pemilu untuk beriklan, baik di media massa cetak maupun di media massa elektronik sebelum dimulainya kampanye,” kata Titi Anggraini, pimpinan Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

“Ini salah satunya berkaitan selain untuk kepentingan ketaatan dan kepatuhan kepada hukum, juga berhubungan dengan akuntabilitas dana kampanye,” Titi Anggraini menjelaskan lebih jauh.

Diikuti partai lain?

Keputusan SP3 ini dikhawatirkan bisa mendorong partai-partai lain bisa jadi akan melakukan ‘kampanye’ juga sebelum masa resminya dimulai? “Saya tidak menjawab atau tidak membenarkan partai politik lain bisa melakukan itu. Tapi bisa lihat di pasal 274 Undang Undang Pemilu, bahwa materi kampanye adalah meliputi visi dan misi program. Tidak ada dikatakan nomor urut dan logo partai sebagai bentuk kampanye,” kata Albert Aries dari PSI.

“Kalau seandainya pelapor mempunyai perspektif bahwa menampilkan logo dan nomor urut partai adalah merupakan kampanye, maka yang lain bisa kena tindak pidana pemilu,” tambahnya. PSI memandang yang ditempatkan di media bukanlah pemaparan visi dan misi program, tetapi pengumuman dan sosialisasi jajak pendapat serta meminta masukan masyarakat terkait calon-calonnya. Mereka juga berencana untuk menggunakan hak uji materi atas peraturan terkait citra diri yang dipandang multi tafsir ke Mahkamah Konstitusi.

Sampai sejauh ini sejumlah partai lain -seperti PAN, PKB, dan Partai Demokrat juga dipandang telah melakukan curi start kampanye- dan Perludem berharap SP3 atas PSI tidak akan melunturkan usaha penegakan hukum demi pemilu yang berlangsung adil dan bertanggung jawab. “Saya berharap tidak seperti itu ya (ket. bahwa partai-partai lain akan bertingkahlaku sama dengan PSI). Saya berharap Bawaslu tidak surut semangatnya untuk melakukan penegakan hukum pemilu. Karena bagaimanapun juga, kita tidak bisa berkampanye secara liberal di dalam pelaksanaan pemilu Indonesia,” jelas Titi Anggraini.

Maka dia menegaskan tetap perlu diatur durasi atau jadwal partai politik peserta pemilu untuk bisa berkampanye di media massa cetak dan elektronik demi persaingan yang adil. “Yang kedua terkait dengan akuntabilitas dana kampanye,” tegas Titi.

Sumber: BBC INDONESIA