
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Realisasi belanja daerah Kaltim tahun anggaran 2024 tercatat sebesar Rp20,463 triliun. Rinciannya, belanja operasional sebesar Rp9,336 triliun (45,6 persen), belanja modal Rp4,870 triliun (23,8 persen), belanja tidak terduga Rp64,230 miliar (0,3 persen), dan belanja transfer ke kabupaten/kota sebesar Rp6,192 triliun (30,3 persen).
“Dominasi belanja operasional yang tinggi menunjukkan bahwa alokasi untuk kebutuhan rutin pemerintah masih lebih besar dibanding investasi jangka panjang berupa aset dan infrastruktur,” kata Ketua Pansus Pembahas LKPJ Gubernur Kaltim Tahun 2024, Agus Suwandy dalam laporan akhir Pansus yang dibacakannya dan kemudian disahkan sebagai rekomendasi DPRD Kaltim ke Pemprov Kaltim dalam Rapat Paripurna ke-17 yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ekti Imanuel, pada Rabu siang (11/6) di Gedung B DPRD Kaltim.
Rapat Paripurna ke-17 ini diikuti 32 anggota dewan secara fisik, 5 anggota dewan lewat zoom meeting. Dihadiri juga oleh Wakil Ketua DPRD Kaltim Ananda Emira Moeis dan Yenni Eviliana, serta gubernur Kaltim yang diwakili Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Kaltim Sri Wahyuni.
Menurut Pansus, porsi belanja modal Pemprov Kaltim tahun 2024 belum memenuhi ketentuan minimum 40 persen dari total belanja daerah, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Lebih lanjut, Pansus mengungkap, belanja pegawai tahun 2024 mencapai Rp3,225 triliun atau 15,8 persen dari total belanja, masih berada di bawah batas maksimum 30 persen, namun mencakup 34,5 persen dari belanja operasional.
Sementara belanja barang dan jasa sebesar Rp4,898 triliun mengambil porsi 52,5 persen dari total belanja operasional.
“Semakin besar alokasi untuk belanja operasional, khususnya kebutuhan perangkat daerah, maka semakin kecil ruang fiskal yang tersedia untuk belanja modal, yang justru sangat penting bagi pembangunan fasilitas publik dan pertumbuhan ekonomi,” kata Pansus.
Meski demikian, Pansus mengapresiasi capaian serapan anggaran oleh mayoritas Perangkat Daerah. Dari total 34 Perangkat Daerah, sebanyak 29 berhasil merealisasikan anggaran di atas 90 persen, dan sisanya lima Perangkat Daerah merealisasikan antara 65 hingga 90 persen.
Namun, Pansus mengingatkan bahwa keberhasilan serapan anggaran harus dibarengi dengan kualitas perencanaan dan pelaksanaan.
“Tingginya realisasi belanja tidak menjamin dampak positif jika tidak disertai efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran,” katanya.
Terkait pengelolaan belanja, Pansus juga menyoroti hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menunjukkan masih adanya kelemahan dalam sistem pengendalian internal dan kepatuhan terhadap peraturan.
Tercatat ada 19 temuan dalam pengelolaan belanja, termasuk kekurangan volume pada sejumlah pekerjaan, antara lain: 5 paket pekerjaan belanja barang dan jasa di BPBD dan DPUPR-PERA; 15 paket belanja pemeliharaan di berbagai OPD termasuk Dinas Sosial, BAPPEDA, dan Dinas Kesehatan; 28 paket pekerjaan belanja modal gedung dan bangunan di Dinas Pendidikan, Disperindagkop UKM, dan RSKD; dan 28 paket belanja modal jalan, jaringan, dan irigasi di DPUPR-PERA dan RSKD.
Selain itu, kata Agus, Pansus juga mencatat adanya temuan dalam pengelolaan beasiswa program Kaltim Tuntas dan Stimulan Tahun 2024 yang harus segera ditindaklanjuti.
Secara keseluruhan, terdapat 27 temuan hasil pemeriksaan BPK, terdiri dari 3 pada pengelolaan pendapatan, 19 pada pengelolaan belanja, dan 5 pada pengelolaan aset. Adapun total rekomendasi yang diberikan BPK mencapai 62 poin.
“Pansus mendorong Pemprov Kaltim untuk segera menindaklanjuti seluruh rekomendasi BPK, khususnya terhadap 114 temuan yang belum sesuai tindak lanjutnya dan 3 yang belum ditindaklanjuti sama sekali,” ungkapnya.
Sebagai bagian dari langkah perbaikan, Pansus merekomendasikan agar Pemerintah Provinsi mengevaluasi Peraturan Gubernur Nomor 6 Tahun 2024 untuk memperjelas mekanisme pengawasan atas pekerjaan yang melewati tahun anggaran.
Pansus juga mengusulkan agar indikator pengelolaan keuangan tidak hanya berorientasi pada capaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), tetapi juga pada efektivitas sistem pengendalian intern dan tingkat kepatuhan hukum.
“Kami mengusulkan jumlah temuan dan rekomendasi, serta penyelesaian tindak lanjut dijadikan indikator kinerja pengelolaan keuangan daerah baik di tingkat provinsi maupun perangkat daerah,” tegasnya.
Terakhir, Pansus meminta agar Pemprov menerapkan kebijakan insentif dan disinsentif berbasis kinerja pengelolaan keuangan.
“Pemberian reward and punishment dalam plafon anggaran berdasarkan jumlah temuan dan tindak lanjut akan mendorong kinerja yang lebih transparan dan akuntabel,” demikian Pansus.
Penulis: Nai | Editor : Intoniswan | ADV DPRD Kaltim
Tag: Pansus DPRD Kaltim