Belum Ada Pemegang Konsesi di Kaltim Kembalikan Lahan ke Pemerintah

aa
Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar dan Wakil Gubernur Kalti, H Hadi Mulyadi. (Foto Intoniswan)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya menyebut belum ada satupun pengusaha pemegang konsesi atas hutan di Kalimantan Timur mengembalikan sebagian atau seluruh konsesinya ke pemerintah. Sedangkan dari Sumatera, pada bulan Pebruari 2019 sudah ada 3 pengusaha menyerahkan kembali konsesinya ke pemerintah seluas 60.000 hektar, masing-masing menyerahkan kembali 20.000 hektar.

“Belum, belum ada pengusaha pemegang konsesi atas hutan mengembalikan sebagian hutannya ke pemerintah untuk dibagi-bagikan ke masyarakat sekitar hutan, atau dijadikan perhutanan sosial,” kata Siti kepada wartawan saat melakukan kunjungan kerja ke Samarinda, Jumat (8/3).

Menurut menteri, kawasan hutan yang sudah dijadikan perhutanan sosial hingga akhir tahun 2018 sudah 5 juta hektar lebih dari target 12 juta hektar lebih. Program perhutanan sosial adalah program yang mengaitkan pengendalian kerusakan hutan dengan program penguatan ekonomi rakyat di sekitar hutan.

“Kita tidak bisa menjaga hutan tetap lestari kalau masyarakat yang sudah ada dalam kawasan hutan, tidak mempunyai sumber ekonomi menopang kebutuhan hidupnya,” kata Siti. “Kita tidak boleh lagi membiarkan mereka miskin, mereka harus diberi kepastian akan haknya atas tanah,” terangnya.

Disebutkan, lahan 5 juta hektar yang sudah dijadikan perhutanan sosial, sebagian besar kawasan hutan yang selama ini dalam penguasaan negara dan dikelola oleh badan usaha milik negara. Kalau ada tambahan kawasan untuk dijadikan perhutanan sosial dari pengusaha pemegang konsesi atau hak guna usaha atas hutan, hal itu lebih bagus. “Tapi hingga akhir Pebuari baru ada 3 pengusaha di Sumatera yang mengembalikan konsesinya atas huta ke pemerintah,” kata Siti.

Aturan Pengembalian Konsesi

Terkait pengembalian konsesi lahan sudah ada diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 tahun 1996. Selain itu ada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan HGU.

Dalam pasal 17 PP Nomor 40 tahun 1996 dinyatakan:

(1) Hak Guna Usaha hapus karena :

  1. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya.
  2. dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir karena:

(1) tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13 dan/atau Pasal 14; 2) putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; c. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir; d. dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961; e. ditelantarkan; f. tanahnya musnah; g. ketentuan Pasal 3 ayat (2).

2) Hapusnya Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengakibatkan tanahnya menjadi Tanah Negara.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai hapusnya Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 diatur dengan keputusan Presiden.

Sedangkan dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2017, pada Pasal 3 dinyatakan:

(1) Hak Guna Usaha diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun, dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 (dua puluh lima) tahun.

(2) Setelah jangka waktu Hak Guna Usaha dan perpanjangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaruan Hak Guna Usaha di atas tanah yang sama untuk jangka waktu paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun. (001)