BI Pangkas Lagi Suku Bunga Acuan

aa
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo. (ANTARA/Muhammad Adimaja)

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Bank Indonesia (BI) kembali memangkas suku bunga acuan BI 7-Day reverse repo rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5%. Keputusan ini merupakan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 23-24 Oktober 2019. Pemangkasan ini ialah yang keempat kalinya dilakukan pada 2019 terhitung sejak Juli 2019.

Gubernur Bank Indonesia (GBI) Perry Warjiyo mengata­kan kebijakan tersebut konsis­ten dilakukan dengan praki­raan inflasi yang terkendali, yakni di bawah titik tengah sasaran 3,5 plus minus 1%.

Selain itu, kata dia, imbal hasil investasi keuangan domestik yang tetap menarik. Langkah itu, kata dia, juga sebagai langkah pre-emptive untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik dari dampak perlambatan ekonomi global.

“Semua kebijakan kami ako­modatif dengan stabilitas yang terjaga. Kami menurun­­kan suku bunga empat bulan berturut-turut sampai dengan 1% (akumulasi pemangkasan suku bunga) menjadi 5%,” je­las Perry dalam keterangan pers, kemarin.

Selain menurunkan suku bunga, BI turut menurunkan suku bunga deposit facility sebesar 25 bps menjadi 4,25% dan menurunkan suku bunga lending facility sebesar 25 bps menjadi 5,75%. Berbagai kebijakan ini akan mendorong ekonomi, baik dari pembiayaan oleh per­bankan maupun upaya mendorong permintaan pembiayaan.

Perry mengatakan sejum­lah faktor global turut ­me­­­me­ngaruhi keputusan BI tersebut, di antaranya pertumbuhan Amerika ­Serikat yang melambat ­aki­bat turun­nya ekspor dan investasi nonresidensial.

Selain itu, per­tumbuhan ekonomi Eropa, Jepang, Tiong­kok, dan India juga melambat. Hal tersebut membuat banyak negara mengeluarkan stimulus fiskal dan melonggarkan kebijakan moneter.

“Dinamika ekonomi global tersebut perlu dipertimbangkan dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi, permintaan domestik, dan juga menjaga arus masuk modal asing sebagai penopang stabilitas eksternal,” jelas Perry.

Namun, kendati BI telah me­nurunkan suku bunga, Perry mengakui perbankan masih sulit menurunkan suku bunga. Ia menyebutkan, sela­ma Juli hingga ­September 2019 perbankan hanya menurunkan suku bunga deposito sebesar 26 bps dan suku ­bunga kredit 8 bps. “Bank ­biasanya membutuhkan waktu untuk menyesuaikan suku bunga-nya,” kata Perry.

Kendati membutuhkan wak­­tu lama, Perry tetap ber­­harap perbankan dapat segera menurunkan suku bunga deposito dan kreditnya mengikuti penurunan suku bunga acuan BI untuk mendorong penyaluran kredit. “Harapannya perbankan bi­­sa turunkan lebih lanjut suku bunga deposito dan kredit agar pembiayaan meningkat,” ucap dia.

Bauran kebijakan

Perihal penurunan suku bunga ini, ekonom BCA David Sumual mengatakan keputus­an itu sudah tepat dilakukan BI. Menurutnya, penurunan suku bunga memang sesuai dengan fundamen ekonomi Indonesia saat ini. “Sebetulnya ini sesuai ­eks­­­pektasi saya karena masih ada ruang untuk penurun­an, dan ini sesuai dengan fundamen kita saat ini,” tukasnya kepada Media Indonesia.

Meski begitu, penting bagi BI untuk melakukan kombinasi antara bauran kebijakan dan kebijakan giro wajib mi­­nimum (GWM) karena pe­­nurunan suku bunga ini tidak bisa langsung dirasakan dampaknya.

Permintaan kredit saat ini pun, menurut Sumual, pertumbuhannya masih lemah. Karena itu, perlu bauran ke­­bijakan lain, seperti penurunan GWM.

“Jadi, tetap butuh kebijakan lain dari sisi pemerintah untuk menstimulasi perekono­mi­an. Bisa dari segi fiskal, kebijakan pajak. Terus dari sisi tim ekonomi (kementeri­an) yang baru terbentuk ada kebijakan-kebijakan baru untuk mendorong investasi,” paparnya.

Sumber: Media Indonesia

Tag: