Biaya MCU Calon PMI di Nunukan Termahal di Indonesia

aa
Kombes Pol, Ahmad Ramadhan. (Foto Budi Anshori)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA- Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Nunukan, Kombes Pol, Ahmad Ramadhan menilai biaya medical ceck-up yang dipungut RSUD Nunukan terhadap calon pekerja migran Indonesia (PMI)sebesar Rp763.000 per orang adalah  termahal di Indonesia.

“Untuk meringankan beban calon PMI yang hendak bekerja ke Malaysia secara resmi, BP3TKI Nunukan sudah bersurat ke pimpinan RSUD Nunukan. Isi surat saya minta biaya MCU diturunkan,” kata Ramadhan dalam acara coffe morning di aula BP3TKI, Kamis (21/2).  Hadir dalam acara tersebut  perwakilan International Organization for Migration IOM) dan seluruh instansi keamanan di perbatasan RI-Malaysia.

Ramadhan merincikan, item-item yang  harus dibayar calon PMI di RSUD Nunukan untuk mendapatkan surat keterangan kesehatan adalah biaya loket Rp5000, foto sertifikat Rp15.000, radiologi Rp140.000, biaya konsul spesialis Rp30.000, poli umum Rp10.000 , dan  biaya laboratorium  untuk pria Rp534.200 dan untuk perempuan Rp.503.400, sehingga total yang harus dibayar Rp763.400. Diluar biaya MCU, calon PMI juga harus mengeluarkan biaya pembuatan paspor dan akomodasi, konsumsi selama di Nunukan.

Padahal, kata Ramadhan, di rumah sakit daerah di daerah lain biaya MCU hanya berkisar Rp300.000 hingga Rp400.000. “Dalam Permenkes RI RI Nomor 26 Tahun 2015  batas limid biaya MCU sebesar Rp665.000. Tapi anehnya RSUD Nunukan mengklaim biaya Rp763.000 sudah sesuai standar Permenkes RI Nomor 26 Tahun 2015,” ungkapnya.

Menurut Ramadhan, keinginan pemerintah adalah tidak ada lagi PMI tidak resmi di Malaysia, tapi kalau biaya MCU semahal di Nunukan, akan membuat calon PMI memilih jalan tidak resmi ke Malaysia. “Kita jangan lupa WN Indonesia yang mencari kerja di Malaysia itu sedang dalam kesulitan ekonomi, orang lagi susah,” tegasnya. Bekerja di Malaysia  adalah pilihan akhir dan itu tidak mudah sebab, harus mengikuti aturan yang sangat ketat, belum lagi menghadapi resiko perlakuan tidak adil di Malaysia. (002)