BP2PMI Nunukan Pulangkan 11 Pekerja Migran Indonesia yang Kabur dari Malaysia

Pemulangan 11 PMI asal Sulsel korban ekploitasi jaringan perusahaan sawit Malaysia (Foto : Istimewa (BP2PMI/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Sebelas orang warga Sulawesi Selatan eks Pekerja Migran Indonesia (PMI) di wilayah Serawak, Malaysia Barat, dipulangkan ke daerah asalnya oleh Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2PMI) Nunukan.

“PMI ilegal bekerja di perusahaan kebun sawit PT Khas Pelita Serawak,” kata Kepala BP2PMI Nunukan, Kombes Pol Hotma Victor Sihombing, Kamis (4/2).

Rombongan PMI ilegal itu, bekerja menggunakan jasa penyedia tenaga kerja PT GF berdomisili di Parepare, melalui perantara oknum warga berinisal S. Sebelum tiba di Malaysia, PMI transit di pelabuhan Tunon Taka Nunukan, pada bulan Agustus 2019 lalu.

Jaringan pencari kerja Parepare dan Malaysia ini, melibatkan warga Nunukan yang tugasnya menjemput rombongan setiba di pelabuhan, untuk selanjutnya memberangkatkan PMI itu ke Tawau, Malaysia.

“Rombongan PMI masuk ke Malaysia menggunakan paspor lawatan 30 hari, dan tanpa surat perjanjian kontrak kerja,” sebutnya.

Berdasarkan keterangan salah seorang PMI ilegal berinisal J, rombongan berangkat dari Parepare menggunakan kapal KM Cattelya Express menuju Nunukan. Dokumen paspor maupun tiket perjalananan dari Indonesia hingga ke Malaysia, disiapkan pihak PT GF.

Setiba di Tawau, PMI dijemput warga Malaysia jaringan PT GF, yang bertugas memberangkatkan rombongan pekerja menggunakan Bus ke kota Kinabalu. Di sana rombongan kembali dijemput seorang warga Malaysia.

“Tiba di Kinabalu, ada lagi warga Malaysia menjemput memberangkatkan PMI menggunakan kendaraan menuju wilayah Ba’kelalan, Serawak,” ucapnya.

Selama bekerja di perusahaan sawit di Malaysia, PMI mengalami pemotongan gaji sebesar 30 Ringgit Malaysai (RM) sebagai pengganti pengurusan biaya perjalananan. Pekerja juga dibebani pemotongan sekitar 200 RM dengan alasan tidak jelas.

Tidak hanya pemotongan gaji, sejak memasuki pandemi Covid-19, upah pekerja mulai tidak lancar. Padahal awalnya para PMI dijanjikan penghasilan sebagai buruh penombak buah sebesar 1.200 RM atau sekitar Rp 3.720.000.

“Pemotongan gaji tiap bulan dan tanpa kejelasan. Karena merasa diperas tiap bulan, PMI akhirnya kabur meninggalkan perusahaan, tanpa dibekali paspor,” terangnya.

Merasa dirugikan, PMI korban ekploitasi meninggalkan perusahaan pada Januari 2021, melalui jalur samping menggunakan kendaraan milik warga Malaysia, dengan biaya 300 RM per orang, menuju wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia. Setiba di wilayah perbatasan Indonesia, rombongan PMI yang terdiri 7 orang laki-laki dewasa, 3 orang wanita dewasa dan 1 orang anak-anak, ditemukan oleh TNI Satgas Pamtas yang berjaga di perbatasan.

“Satgas Pamtas menyerahkan PMI ke Camat Krayan. Kemudian, dikoordinasikan ke BP2PMI Nunukan, untuk fasilitas pemulangan ke daerah asal,” jelasnya.

Pemulangan PMI pelalui pelabuhan Nunukan menggunakan Queen Soya, pada hari Sabtu (30/1), dengan pelabuhan tujuan Parepare. Semua PMI pulang tanpa membawa paspor, karena dokumen tersebut ditahan perusahaan.

Terhadap pekerja korban ekploitasi, BP2PMI Nunukan telah mengkoordinasikan ke perwakilan BP2PMI Parepare, untuk melacak keberadaan PT GF dan mencari warga berinisal S, sebagai penghubung antara PMI dengan perusahaan penyalur kerja.

“Kita lagi mencari apalah PT GF masih aktif termasuk S. Kalau ditemukan, kita proses secara hukum, agar ada efek jera pengiriman PMI ilegal,” ungkapnya. (002)

 

Tag: