BPH Migas Dorong Dana Desa Bangun Sarana Penyalur BBM

dd
BPH Migas mendorong penggunaan dana desa untuk membangun sarana sub penyalur BBM jenis premium dan solar, sehingga harga menjadi lebih terjangkau. (Ilustrasi/ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko).

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Badan Pengatur Hilir (BPH) Minyak dan Gas (Migas) mendorong penggunaan dana desa di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) untuk membangun sarana dan fasilitas sub penyalur bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar. Dengan begitu, masyarakat bisa mendapatkan akses BBM dengan lebih mudah dan harga terjangkau.

Sebelumnya, sesuai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 13 Tahun 2018, sub penyalur BBM adalah perwakilan dari sekelompok penggunaan jenis BBM Tertentu dan/atau jenis BBM khusus penugasan di daerah yang tidak terdapat penyalur. Sub penyalur mendistribusikan BBM hanya khusus kepada anggotanya dengan kriteria yang diatur oleh BPH Migas.

“Dana desa melalui regulasi yang ada bisa diperuntukkan juga untuk membantu BBM satu harga dan sub penyalur, sehingga ketersediaan dan distribusi BBM ke seluruh desa bisa terwujud,” ujar Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa usai bertemu dengan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo di Gedung DPR, Senin (19/3).

Fanshurullah mengungkapkan saat ini jumlah penyalur BBM Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Indonesia baru berkisar 7.455 unit. Padahal, Indonesia memiliki sekitar 20 ribu lebih desa 3T yang jaraknya jauh dari penyalur reguler maupun penyalur program BBM Satu Harga.”Ada masalah setelah BBM sampai di kota atau di kecamatan untuk menuju ke desa,” terang dia.

Dengan memanfaatkan dana desa yang besarnya sekitar Rp1 miliar, pemangku kebijakan desa setempat bisa menanggung biaya penyediaan sarana dan fasilitas sub penyalur BBM yang maksimal hanya Rp100 juta tanpa membebani masyarakat.

Setelah sarana dan fasilitas itu tersedia, sub penyalur bisa mulai membeli BBM dari penyalur yang ditunjuk dan mendistribusikan kepada anggotanya. Harga yang diterima konsumen adalah harga beli BBM ditambah dengan ongkos angkut. Adapun, besaran maksimal ongkos angkut ditentukan oleh pemerintah daerah setempat.

Sesuai Peraturan BPH Migas Nomor 6 Tahun 2015, lokasi sub penyalur minimal lima kilometer (km) dari lokasi penyalur terdekat. Adapun jumlah BBM yang bisa dibeli dari penyalur maksimal 3 ribu liter untuk jenis BBM premium dan solar.

Hingga saat ini, lanjut Arfan, sebanyak 170 pemerintah daerah dari 16 provinsi telah mengajukan ketersediaan penyalur di daerah di antaranya dari Provinsi Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, dan Papua. Namun, BPH Migas baru meresmikan sub penyalur di beberapa daerah, seperti di Pulau Selayar (Sulawesi Selatan) dan pedalaman Asmat (Papua).

Di tempat yang sama, Ketua DPR Bambang Soesatyo mendukung upaya pemerintah yang ingin menyediakan BBM satu harga kepada masyarakat di seluruh pelosok Indonesia. “Selama ini, kami mendengar ada ketidakadilan. Rakyat kita di ujung sana sudah susah, tetapi untuk membeli BBM-nya jauh lebih mahal, sangat mahal bisa dua puluh hingga tiga puluh kali lipat dari harga yang kita beli di Jakarta,” imbuh Bambang di tempat yang sama.

Selanjutnya, Bambang juga meminta jajaran aparat keamanan untuk ikut mengawasi program BBM satu harga dan sub penyalur dengan menangkap para penimbun BBM ilegal di daerahnya.

Sumber: CNN Indonesia