BPS: Perhitungan Produksi Padi Memanfaatkan Teknologi Citra Satelit

aa
Hamparan padi di sawah di Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan, Kaltara. (Foto Budi Anshori)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Badan Pusat Statistik (BPS) sudah menyempurnakan metodologi perhitungan produksi padi sejak tahun 2015 BPS bekerjsama dengan BPPT (Badan Pengkajian Penerepan Teknologi), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertnahan Nasional (Kementerian ATR/BPN), Badan Informasi Geospasial (BIG), dalan LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Naional).

Penyempurnaan perhitungan produksi padi di Indonesia menggunakan metode kerangka sampel area (KSA). KSA merupakan medote perhitungan luas panen, khusus tanaman padi dengan memanfaatkan teknologi citra satelit yang berasal dari BIG dan peta lahan baku sawah yang berasal dari Kementerian ATR/BPN

Hal itu diungkapkan Kepala BPS Kaltim, Adqo Mardiyanto pada acara temu pers bulanan di Kantor BPS Kaltim di Samarinda, hari Kamis (1/11/2018) bersamaan dengan penyampaian luas panen padi, produksi gabah kering giling (GKG) setara beras di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.

Menurut Adqo, penyempurnaan dalam berbagai tahapan perhitungan jumlah produksi beras telah dilakukan secara komprehensif, mulai dari perhitungan luas lahan baku sawah hingga perbaikan perhitungan konversi GKG menjadi beras

Secara garis besar, lanjut Adqo, tahapan dalam perhitungan produksi beras yang telah disemprnakan ada 4 yakni; Pertama; menetapkan luas lahan baku sawah nasional dengan menggunakan Ketetapan Menteri ATR/Kepala BPN-RI Nomor:399/Kep-23.3/X/2018 tanggal 3 Oktober 2018. Luas lahan baku sawah nasional tahun 2018 adalah 7.105.145 hektar. “Sebagai bahan perbandingan luas lahan baku sawah nasional menurut Ketetapan Menteri ATR/Kepala BPN-RI Nomor:3296/Kep-100.18/IV/2013 tanggal 23 April 2013 adalah 7.750.999 hektar,” ungkapnya.

Kedua; menetapkan luas panen dengan KSA yang dikembangkan bersama BPPT dan telah mendapatkan pengakuan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indoensia (LIPI). Ketiga; menetapkan produktifitas per hektar. BPS juga melakukan penyempurnaan metodologi dalam menghitung produktivitas per hektar, dari medote ubinan berbasis rumah tangga menjadi metode ubinan berb asis sampel KSA.

Keempat; menetapkan angka konversi dari gabah kering panen (GKP) ke GKG dan angka konversi dari GKG ke beras. Penyempurnaan dilakukan untuk mendapatkan angka konversi yang lebih akurat dengan melakukan survei yang dilakukan BPS di dua periode yang berbeda dengan basis provinsi, sehingga didapatkan angka konversi untuk masing-masing provinsi. “Sebelumnya konversi dilakukan hanya berdasarkan satu musim tanam dan secara nasional,” kata Adqo.

Menurut BPS ketidakakuratan data produksi padi telah diduga oelh banyak pihak sejak tahun 1997. Studi yang dilakukan BPS bersama JICA (Japan International Cooperation Agency) pada tahun 1998 telah mengisyaratkan overestimasi luas panen sekitar 17,07 persen. Begitu pula dengan perhitungan luas lahan baku sawah yang cenderung meningkat, walaupun fakta di lapangan menunjukkan terjadinya pengalihan fungsi lahan untuk industri, perumahan atau infrastruktur, meskipun di sisi lain juga ada proses pencetakan sawah.  (001)