
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Nunukan sudah lama menjadi sentra produksi rumput laut. Budidaya rumput laut ini menjadi penopang ekonomi daerah, termasuk ribuan kepala keluarga. Sekarang ini, budidaya rumput laut sangat digandrungi banyak orang, karena harga rumput laut dengan kadar air 30% mencapai Rp30 ribuan per kilogram.
Ekstensifikasi usaha rumput laut ini di Nunukan tak ada yang mengontrol, berkembang secara alamiah, sesuai naluri dan perkiraan petani saja, ke arah mana memperluas usaha tani rumput laut. Dampaknya adalah di alur laut kapal dan speedboat dari semua arah, semakin menyempit karena juga dipakai sebagai usaha budidaya rumput laut.
“Sebenarnya, budidaya rumput laut di alur pelayaran sudah lama dikeluhkan banyak pihak yang bergerak di usaha angkutan laut, termasuk oleh TNI-AL,” lapor wartawan Niaga.Asia di Nunukan, Budi Anshori.
baca juga:
Tutup Alur Pelayaran, DKP Kaltara: Petani Rumput Laut Nunukan Ditindak
Menurut Budi, karena adanya usaha budidaya rumput laut di alur pelayaran, kapal dari Parepare, Sulawesi maupun kapal dan speedboat dari Tarakan, maupun dari arah lainnya yang hendak masuk ke pelabuhan Nunukan, mengalami kesulitan dan harus super hati-hati.
“Pokoknya semua kapal dan speedboat yang masuk ke Nunukan terganggu rumput laut,” imbuhnya.
Bahkan kapal dan speedboat dari Sei Menggaris, baik saat hendak masuk maupun keluar dari Nunukan, untuk menghindari banyaknya bentangan tali rumput laut, harus “melambung” atau mencuri-curi masuk ke perairan dalam wilayah negara Malaysia, Sei Ular.
“Hanya kapal atau speedboat dari dan ke Tawau yang alur pelayarannya aman dari gangguan budidaya rumput laut,” kata Budi lagi.
Sudah Dikeluhkan Sejak 2019
Danlanal Nunukan Letkol Laut (P) Anton Pratomo (saat itu), pada Niaga.Asia, Kamis (26/9/2019) mengungkapkan, luas alur pelayaran di perairan di Kabupaten Nunukan terus mengecil seiring berkembangnya budidayarumput laut.
“Bentangan tali-tali rumput laut kian menyebar dan hampir menutup alur pelayaran kapal, termasuk kapal TNI-AL,” katanya.
Menyikapi persoalan ini, Pangkalan TNI Angkatan Laut (Lanal) Nunukan meminta Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dan Kabupaten Nunukan menertibkan budidaya rumput laut dengan membuat zona-zona yang boleh untuk budidaya rumput laut dan mana yang tidak boleh.
“Dalam bentuk surat, kami meminta pemerintah menata dan menertibkan budidaya rumput agar tidak menggangu alur pelayaran,” kata Letkol Laut (P) Anton Pratomo.
Penertiban perairan adalah hal penting jika ingin memberikan rasa nyaman dan amanan bagi kapal terlebih lagi untuk speedboat dengan muatan orang (penumpang) yang setiap hari melintas persis di bentangan tali rumput laut.
Anton menyebutan, sebagain lintasan perairan yang telah dikuasai bentangan rumput laut masuk dalam jalur kegiatan kapal-kapal perang milik Indonesia ataupun kapal jenis KAL Lanal Nunukan berpatroli.
“KRI kita melintasi jalur itu, kapal patroli Lanal juga. Akan lebih baik bila jalur – jalur laut itu dibebaskan untuk kegiatan transportasi,” ucapnya.
Guna menyelesaikan permasalan ini, Lanal Nunukan bersama Pemerintah Provinsi Kaltara dan Bupati Bupati Nunukan telah melakukan pertemuan yang hasilnya, sepakat menertibkan perairan perbatasan dari semakin luasnya budidaya rumput laut.
Pemerintah mengakui sangat sulit membendung keinginan masyarakat menanam rumput laut, namun demi keamanan pelayaran, pemerintah harus mengambil tindakan tegas membatasi pemanfaatn laut.
“Ada keinginan bersama menertibkan perairan di tahun 2020 dengan penerbitkan peraturan sekaligus zonasi batas laut,” sebutnya.
Selain membuat aturan, kata Danlanal, juga telah mengusulkan pemerintah membuat rambu larangan penggunaan laut untuk budidaya rumput laut, terutama di perairan Nunukan menuju Sei Ular yang biasanya digunakan untuk transportasi speedboat.
Transportasi di perairan tersebut telah melewati titik batas negara, semua speedboat harus berputar jalur pelayaran masuk ke wilayah laut Malaysia agar terhindar dari bentangan rumput laut.
“Untuk pelayaran Nunukan – Sei Ular perlu diberi ruang untuk pelayaran,” tegasnya.@
Tag: Rumput Laut