Bujang Serinta, Raja Buaya Sungai Kedang Kepala

Ilustrasi buaya (Foto : istimewa/net)

MITOS buaya dengan segala kesaktian dan keganasannya di daerah ini tak pernah habis diceritakan hingga kini. Ada keganasan buaya Sangatta, ada misteri kerajaan buaya di Sungai Karang Mumus dan sang Raja Buaya Sungai Kedang Kepala, Bujang Serinta yang fenomenal.

Alkisah tersebutlah Bujang Kepala, seekor buaya jejadian yang menguasai sepanjang Sungai Kedang Kepala (kini termasuk Kecamatan Muara Ancalong, Kabupaten Kutai Timur).

Di sungai itu hingga sepanjang alur sungai Kampung Senyiur, Muara Bengkal dan Kampung Ngayan, Bujang Serinta dikenal sebagai raja sungai yang ganas. Istananya terletak di sebuah teluk berjarak 20 kilometer di hilir Sungai Kedang Kepala.

Siapapun, apakah itu manusia dan binatang yang yang lewat di daerah kekuasaannya pasti tewas disambarnya. Mayat manusia atau binatang dalam keadaan yang mengerikan ditemukan di aliran sungai yang tenang yang kini dinamakan Carek Kain, yang mempunyai makna merobek kain kafan.

Setiap nelayan atau orang yang melewati daerah kekuasaannya selalu seperti orang kehilangan akal, cemas dan penuh ketegangan dan ketakutan. Sehingga daerah itu juga dinamakan Ulah Pengong. Pengong dalam bahasa Kutai berarti bingung atau termenung.

Di daerah itu ada juga kampung yang bernama Aur Duri. Di kampung itulah konon ceritanya, Bujang Serinta mengadakan pesta dengan memanggang mangsanya.

Keganasan Bujang Serinta terdengar Sultan Kutai. Dikirimkan seorang terpidana untuk menaklukkan Bujang Serinta. Apabila terpidana tersebut berhasil membunuh Raja Buaya tersebut, dia akan terbebas dari hukuman.

Sebelum menuju ke Sungai Kedang Kepala, terpidana itu menyiapkan sejumlah racun yang dimasukkan ke dalam waluh atau labu. Sesampainya di sungai itu, terpidana itu melemparkan lagu itu ke tengah sungai. Labu yang berisi racun itu disambar dengan serta merta oleh Bujang Serinta.

Setelah itu arus sungai menjadi tenang. Untuk membuktikan racun itu sudah mematikan Buaya itu, si terpidana berenang menyeberangi sungai. Ternyata dia selamat sampai di seberang.

Selang beberapa lama setelah peristiwa itu, penduduk di sekitar tempat itu mendengar tetabuhan bunyi orang belian. Orang-orang kampung penasaran, mereka mendatangi sumber suara itu.

Orang-orang kampung heran dan terkejut, sebab upacara belian dilaksanakan di daerah yang tidak berpenghuni. Orang-orang tak dikenal duduk melingkar, di tengah mereka pebelian khusuk melakukan ritual pengobatan. Sementara si sakit yang sedang sekarat itu ternyata seorang yang berbadan tinggi besar dan di sampingnya teronggok kelongsong Buaya.

Konon menurut cerita, orang yang tengah sekarat dan mendapatkan pengobatan melalui ritual belian itu adalah Raja Buaya Bujang Serinta yang telah meminum racun.

Penulis : Hamdani | Editor : Saud Rosadi

Tag: