Bukan Mamanda atau Sandima Teater Tradisi Kaltim, tapi Benalau

Pentas teater (Repro/Hamdani)

KETIKA menyaksikan pementasan Mamanda, kontan orang langsung beranggapan teater tradisi itu milik Kalimantan Selatan. Begitu pun saat menonton Sandiwara Mamanda (Sandima), seketika orang tahu — meski dimainkan seniman Kaltim — bahwa teater itu ‘sempalan‘ Mamanda. Bukan senn teater asli Kaltim.

Dikatakan ‘sempalan‘ lantaran beberapa pakem, idiom dan alur cerita dalam pementasan Sandima sama dengan Mamanda. Perbedaannya ‘cuma‘ terletak tata pentas, musik pengiring, gruping/bloking dan tidak ada kewajiban menampilkan beladun dan lagu nasib.

Meski begitu, Mamanda dan apa lagi Sandima tetap diklaim milik Kaltim, terutama oleh masyarakat dan seniman etnis Banjar. Dari sisi ‘keuniversalan‘ kesenian itu sah-sah saja. Lantas seni teater tradisi yang milik Kaltim sendiri, apa?

Ternyata teater tradisi Kaltim itu ada di Paser, bernama Benalau. Tepatnya hidup dan berkembang di tengah masyarakat etnis Dayak Paser. Meski berbahasa Indonesia, namun dalam dialog-dialog menggunakan idiom-idiom bahasa Dayak Paser.

Pada awalnya Benalau merupakan seni tutur (dongeng), yang dalam bahasa lokalnya disebut sempuri. Dongeng itu menceritakan tentang kisah Nalau Raja Tondoi yang hidup di masa dua kerajaan, Kerajaan Rekan Tatau dan Kerajaan Longon Langit.

Lantaran tertarik dengan alur cerita dan banyaknya penggemar lakon itu, di tahun ’50 an Djandji bin Laden, seorang seniman dan Kepala Kampung Bekoso, Kecamatan Paser Balengkong, menggubah Benalau menjadi pertunjukan teater. Benalau kerap dipentaskan pada saat menanam padi di huma dan saat panen tiba. Sejak saat itu Benalau dikenal sebagai seni teater tradisi.

Benalau mempunyai alur cerita tentang dia kerajaan, Kerajaan Rekan Tatau/Talun Luai dan Kerajaan Longon Langit. Tokoh-tokoh Kerajaan Rekan Tatau yaitu Nalau Raja Tondoi (Raja), Nalau Pentuk Bulan (Wakil Raja), Ayus (Panglima Perang), Satu Umatuo (Bapak), Langgeng dan Badut (Penghibur Raja), Ratu Rindang Bulan (Permaisuri), Ape Gundik Londe Olo (Putri), Apa Tali Bulan (Putri), Ape Manuk Kurung (Putri), Ape Ine Ngerumpi (Putri), Sumping (Prajurit) dan Toronokong (Prajurit).

Tokoh-tokoh Kerajaan Longon Langit: Raja Gasing Puti (Raja), Ujong Batu (Panglima Perang), Tarang Bulan (Permaisuri), Ine Lintai (Putri), Ape Rindis Talu (Putri), Ape Mena Bunyak (Putri), Nangkep Besi (Prajurit), Nunda Batu (Prajurit), Nanda Leia ( Prajurit), Diri Noyak (Prajurit), dan Uwok Linggur Bawo (Hantu). Alur cerita pentas Benalau seputar konflik internal dan eksternal dua kerajaan itu.

Pementasan Benalau selalu diawali dengan lagu ‘Selamat Datang’ dalam bahasa Dayak Paser, namun belakangan digubah menjadi berbahasa Indonesia. Lagu pembuka ini berlanjut dengan tari ‘Ratu Balu’ dengan iringan musik ‘Ringka Taping‘. Selanjutnya masuk ke alur cerita. Adegan awal selalu dimulai dengan persidangan Kerajaan Rekan Tatau/Talun Lusi yang dipimpin Nalau Raja Tondoi.

Penulis : Hamdani | Editor : Saud Rosadi

Tag: