BUMD di Kaltim Disorot, KPK: Kok Sepertinya Tidak Sehat?

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat bertemu jajaran BUMD di kantor Gubernur Kaltim, Rabu (9/3) (Foto : HO-Biro Humas KPK)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menggelar pertemuan dengan jajaran Direksi BUMD di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), di Ruang Tepian 1 Lantai II Kantor Gubernur Kaltim di Samarinda, Rabu.

Turut hadir jajaran Direksi PT BPD Kaltimtara, PT Migas Mandiri Pratama Kaltim, PT Ketenagalistrikan Kaltim, PT Jamkrida Kaltim, Perusda Bara Kaltim Sejahtera, dan Perusda Melati Bhakti Satya.

“Kenapa kok pengelolaan BUMD sepertinya tidak sehat? Apakah terlalu banyak intervensi? Perlu digali bagaimana kita menyehatkan BUMD. Ini tentu menjadi perhatian kami,” kata Alexander, dikutip niaga.asia dari keterangan tertulis Biro Humas KPK, Kamis.

Alexander juga menyoroti banyaknya BUMD yang tidak memperoleh keuntungan, padahal ada kontribusi negara di BUMD melalui penyertaan modal daerah. Walaupun secara permodalan dapat dikatakan sudah bangkrut karena kemampuan finansial yang tidak lagi mendukung.

“Kalau kita belajar dari krisis ekonomi 1998, banyak bank dilikuidasi. Semoga tidak ada di Kaltim. Semoga kalaupun ada kredit macet, tidak lebih dari 2%. Dari pemberian kredit, kita lihat adakah pejabat yang terlibat karena merasa punya kewenangan dan hak mengambil keputusan pemberian kredit,” ujar Alex.

Dalam kaitan dengan pembangunan Ibu kota Negara (IKN) di Kaltim, Alexander menyampaikan bahwa KPK diminta oleh Presiden untuk mengawal mulai dari tahap persiapan hingga pelaksanaan. Ia berharap BUMD dapat ikut mengambil peran aktif.

“Anggaran pembangunan Kaltim sesuai informasi Wakil Gubernur sekitar Rp40 triliun dengan jumlah penduduk 3,6 juta orang. Dan yang menikmati siapa? Kadang-kadang perusahaan yang hanya bermodalkan bendera, kenapa bukan BUMD?” ujar Alexander.

Hal ini, lanjut Alexander, tentu menyulitkan dalam hal pengawasan karena Inspektorat, BPK dan BPKP sulit masuk untuk melakukan pemeriksaan. Begitupun dalam hal pengawasan pajaknya, sehingga dapat membuka peluang terjadinya tindak pidana korupsi.

Secara rinci Alex memaparkan titik-titik rawan korupsi di BUMD di antaranya pemanfaatan penyertaan modal yang tidak transparan dan akuntabel, penyuapan untuk melancarkan proyek, pemanfaatan CSR yang berindikasi korupsi (gratifikasi), kurang kehati-hatian dalam pengambilan keputusan dalam berusaha, pemilihan direksi dan dewan pengawas, mekanisme PBJ yang tidak transparan dan akuntabel, rendahnya pengendalian dan pengawasan fraud, serta implementasi GCG yang belum optimal.

Dalam kesempatan itu, Direktur Utama BPD Kaltimtara Muhammad Yamin menyampaikan bahwa bisnis utama BPD Kaltimtara adalah pemberian kredit. Pada kondisi sekarang masih menjadi dominan untuk ekspansi kredit. Kredit yang diberikan bersinggungan dengan risiko, yang menyebabkan kehilangan kesempatan memperoleh revenue dan bank harus punya cadangan untuk memperkuat modal.

“Hal ini mengakibatkan ketakutan dalam pengambilan keputusan. Jika kurang hati-hati ditambah tidak ada standar khusus, bisa saja terjadi kredit macet. Aturan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) mengharuskan memiliki Satuan Pengawas Internal (SPI). BPD Kaltimtara sudah memiliki Direktur Kepatuhan,” ujar Yamin.

Menutup kegiatan, KPK merekomendasikan agar BUMD Kaltim untuk melakukan pemetaan potensi korupsi serta mitigasinya di setiap lini bisnis, menerapkan implementasi GCG dan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP).

Alex juga mengajak jajaran komisaris dan Direksi BUMD untuk bersama-sama memberantas praktik korupsi guna menciptakan iklim berusaha yang sehat.

“Kami dorong pembentukan Komite Advokasi Daerah (KAD). Tujuannya untuk menjembatani pelaku usaha dengan birokrat, pihak-pihak yang menerbitkan regulasi, yang melakukan pengawasan, proses perizinan dan lain sebagainya dibahas bersama di forum tersebut. Pemerintah tidak mungkin berjalan dengan baik tanpa peran serta pelaku usaha,” pungkas Alexander.

Sumber : Biro Humas KPK | Editor : Saud Rosadi

Tag: