Caleg Eks Koruptor: KPU-Bawaslu Beda Pendapat, Kepastian Hukum Pemilu Terancam

aa
Ketua KPU, Arief Budiman (kedua kanan) menerima penyerahan petisi dukungan tolak caleg koruptor dari didampingi Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih. (Hak atas foto ANTARA/RENO ESNIR Image)

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Bawaslu menganulir keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tidak meloloskan sejumlah mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg) untuk pemilu 2019. Belasan bekas koruptor kini dinyatakan lolos seleksi caleg.

Bawaslu berkeras pada sikap mereka, sedangkan KPU hanya dapat menunggu putusan Mahkamah Agung atas larangan bekas koruptor menjadi caleg.”Sejak awal sikap kami jelas, sama seperti Komisi II DPR dan pemerintah, peraturan KPU harus sesuai ketentuan undang-undang,” kata Ketua Bawaslu, Abhan, di Jakarta, Selasa (04/09).

Larangan KPU untuk bekas pelaku korupsi tertuang pada PKPU 17/2018. Menurut Abhan, ketentuan itu melanggar hak politik warga negara yang diatur konstitusi. Aturan KPU itu digugat beberapa pihak ke Mahkamah Agung (MA), termasuk dua politikus yang pernah dipenjara akibat korupsi dan suap: Mohammad Taufik dan Wa Ode Nurhayati.

Taufik yang diusung Partai Gerindra lolos seleksi caleg di KPUD DKI Jakarta, sementara Wa Ode urung dicalonkan oleh Partai Amanat Nasional (PAN), yang tadinya berniat memajukannya untuk menjadi caleg DPR. “PAN tidak melanjutkan pencalonan saya karena aturan KPU dan pakta integritas dengan Bawaslu,” kata Wa Ode. “Kalau gugatan saya dikabulkan MA, PAN wajib memasukkan nama saya dalam daftar caleg tetap tanggal 20 September nanti,” katanya.

Sikap Bawaslu membingungkan Ketua KPU, Arief Budiman. Ia mengatakan pakta integritas Bawaslu merupakan salah satu syarat partai politik mengusung caleg dalam pemilu 2019.  Pakta integritas itu berisi anjuran Bawaslu agar partai mengajukan caleg yang bersih dari catatan pidana, terutama korupsi, narkotika, dan kekerasan seksual anak, tiga perbuatan terlarang bagi caleg 2019.

“KPU sudah membuat formulir yang wajib diisi partai dan bakal calon anggota legislatif, itu bagian dari syarat pencalonan. Pakta integritas juga ada di formulir itu,” kata Arief. “Kalau tidak menjalankan pakta integritas, maka caleg partai itu akan dinyatakan tidak memenuhi syarat,” tambah Arief.

Meski Bawaslu menyebut mantan koruptor berhak menjadi caleg, KPU menolak memasukkan nama-nama itu ke daftar caleg sementara. KPU menerbitkan surat edaran 991/2018. Dalam surat itu, seluruh KPU di daerah diminta menunda pelaksanaan putusan bawaslu sampai MA mengeluarkan putusan atas judicial review larangan koruptor menjadi caleg.

aa
Ketua Bawaslu, Abhan, menyatakan lembaganya tak setuju bekas koruptor dilarang menjadi caleg. (Hak atas foto ANTARA/Aprillio Akbar Image)

Perbedaan sikap Bawaslu dan KPU ini disebut dapat mengancam integritas pemilu 2019. Setiap lembaga yang memegang kewenangan dalam pemilu seharusnya berpegang pada aturan hukum yang sama. “Jika penyelenggara dan pengawas berbeda keputusan, dampak yang akan terasa adalah tidak adanya kepastian hukum,” kata Lucius Karus, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia.

Menurut Lucius, Bawaslu dan KPU harus melakukan mediasi untuk menyamakan persepsi soal bekas koruptor menjadi caleg.  Ia mengatakan kesamaan pemahaman dua lembaga itu vital untuk memastikan kualitas dan integritas pemilu 2019.

Sementara itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, meminta polemik Bawaslu dan KPU dihentikan. Ia meminta para pihak menunggu keputusan MA. “Sudah ada kesepakatan bahwa semua pihak meminta MA mempercepat keputusan, apakah peraturan KPU itu harus ditolak atau dibenarkan,” ujar Wiranto.

Meski berpolemik, KPU yakin tahapan pemilu 2019 tetap akan berjalan sesuai agenda. Pada 20 September mendatang, mereka dijadwalkan menetapkan daftar caleg tetap berisi nama-nama yang akan muncul dalam surat suara. Pada 23 September hingga 13 April 2019 para caleg yang lolos syarat dijadwalkan berkampanye. Pencoblosan dijadwalkan berlangsung pada 17 April 2019 yang berbarengan dengan pemungutan suara pemilihan presiden dan wakil presiden.

Sumber: BBC News Indonesia