Cerita Perjuangan Anak PMI di Malaysia Melanjutkan Pendidikan di Indonesia

Anak-anak PMI peserta program repatriasi pendidikan tahun 2022 menjalani karantina di Nunukan sebelum berangkat bersekolah di Indonesia (Foto Budi Anshori/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Bukan hal mudah bagi anak-anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Malaysia, bisa bersekolah, keterbatasan sarana dan prasarana kerap kali menghalangi niat untuk dapat mengenyam pendidikan.

Namun, perasaan ini tidak berlaku bagi Yosep Sius Rewo, remaja berusia 17 ini berhasil menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Community Learning Center (CLS)  Permai, Sabah Malaysia.

Berkat keberhasilan menamatkan SMP di CLC, Yosep berkesempatan menjadi salah satu peserta Program Repatriasi pendidikan bersekolah di Indonesia yang diberikan khusus kepada anak-anak PMI di luar negeri.

“Saya PMI asal Nusa Tenggara Timur, merantau ke Malaysia bersama keluarga tahun 2015,” kata Yosep pada Niaga.Asia, Kamis (10/02/2022).

Jarak lokasi perusahaan sawit tempat orang tua Yosep bekerja berkilo-kilometer dari sekolah CLC melintasi jalan berbatu – batu, tidak jarang ban sepeda motor bocor dan ditinggalkan di jalan.

Selama pandemi Covid-19, pelaksanaan pendidikan di CLC menyesuaikan dengan kebijakan Pemerintah Malaysia, yang menerapkan lockdown bepergian keluar perusahaan dan menjalankan beraktifitas diluar.

“Kami sekolah daring, tapi sinyal internet di pemukiman rumah pekerja tidak ada, makanya kami pergi jauh ke bukit-bukit tinggi,” tuturnya.

Agar tidak kepanasan saat bersekolah daring, anak-anak PMI mendirikan tenda beratap pelepah pohon kelapa beralas daun, terkadang sedang asik belajar melintas rombongan gajah, bahkan beruang besar.

Rutinitas seperti ini tidak mengecilkan tekad, anak PMI tetap semangat meski belajar dalam kewaspadaan dan ketegangan tinggi, belum lagi ular dan hewan-hewan liar lainnya yang kadang muncul tiba-tiba.

“Kalau ada gajah atau beruang kami lari sembunyi dibalik pohon kelapa, kita tunggu sampai mereka jauh baru kembali masuk tenda belajar,” terangnya.

Yosep sangat terobsesi dengan Polisi dan bercita-cita menjadi Polisi. Untuk mewujudkan keinginannya, Yosep rela menyelesaikan pendidikan sesulit dan seberat apapun rintangan dilalui.

Semangat bersekolah ditunjukan pula oleh Flavianus Ku Wea Se, anak PMI asal NTT ini menyelesaikan pendidikan SMP di CLC Bombalai, Sabah Malaysia, dan terdaftar sebagai pelajar program repatriasi pendidikan tahun 2022.

Flavianus sempat hampir putus sekolah di CLC ketika orang tua yang bekerja di perkebunan sawit meninggal dunia, rasa putus asa ini tidak lepas dari persoalan biaya dan keinginan bekerja membantu ekonomi rumah tangga.

“Bapak saja meninggal, ibu saya sakit darah tinggi. Saya bersama adik perempuan kerja di ladang sayur milik toke,” sebutnya.

Dari penghasilan perbulan 800 Ringgit Malaysia, Flavianus menjadi tulang punggung keluarga, sedangkan saudara tertuanya berada di Kalimantan Selatan, menyelesaikan pendidikan program repatriasi mandiri tahun 2020.

Setiap harinya, Flavianus berangkat ke sekolah pukul 05:30 Wita, jauhnya jarak rumah dengan sekolah sekitar 10 kilometer terkadang menjadi kendala, apalagi ketika musim hujan jalan rusak.

“Keluarga saya PMI illegal, kalau ada Razia lari masuk hutan berhari-hari. Kalau sudah begitu saya libur sekolah,” katanya.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Rachmat Rolau

Tag: