Cerita Petani di Lempake, 300 hektare Sawah Gagal Panen Akibat Banjir Sepekan

Areal sawah di Lempake yang terendam banjir akibat melubernya debit Bendungan Benanga. (Foto : Niaga Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Dampak bencana banjir besar yang melanda Kota Samarinda, Kalimantan Timur, sepekan belakangan, turut berdampak bagi para petani. Sekira 300 hektare sawah warga di Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara, dipastikan gagal panen.

Ketua Kelompok Tani Panca Usaha Ngadimin (82) mengatakan, pihaknya hanya bisa pasrah menghadapi hal ini. Setidaknya ada sembilan kelompok tani yang gagal panen musim ini, dengan nilai kerugian ratusan juta.

Sebagian besar lahan kelompok tani sudah ditanami. Ada pula yang baru masuk tahap penyemaian, pun sebagian lagi baru masuk tahapan pengolahan lahan.

Tak ayal, curah hujan tinggi menyebabkan luapan air Sungai Karang Mumus akibat tingginya debit Bendungan Benanga, ikut merendam sawah. Apalagi, jarak antara bendungan dan sawah warga hanya berkisar dua kilometer.

Pasalnya, pengelolaan irigasi untuk persawahan di lokasi itu tersebut mendapatkan suplai air dari Bendungan Benanga.

“Ya, kami tidak berbuat apa-apa lagi selain pasrah,” ungkap Ngadimin, ditemui di lokasi, Jumat (17/1).

Dari pantauan Niaga.asia, hampir keseluruhan petakan sawah beserta tanaman tergenang air, dengan rata-rata ketinggian air sekitar 1-2 meter sudah sepekan. “Padi yang sudah tertanam dipastikan membusuk, karena genangan yang sudah terlalu lama. Usia padi juga baru dua bulan,” tuturnya.

Dalam setahun, lanjut Ngadimin, petani di daerahnya biasa melakukan panen dua kali. Periode musim pertama dari Januari sampai Mei dan musim kedua Mei hingga Agustus. Namun demikian, saat ini dipastikan gagal panen akibat banjir, yang terjadi kesekian kalinya.

“Setiap kali hujan deras bendungan selalu meluap. Tapi saat musim panas stok air di bendungan justru minim. Jadi dilema,” bebernya.

Sekira 200 ratus lebih petani dari 9 kelompok tani tersebut, tisak bisa berbuar banyak, selain berharap cuaca akan membaik.

Kerugian Ratusan Juta

Petani meminta pemerintah mengeruk pendangkalan parah Bendungan Benanga agar tidak kerap meluap (foto : Niaga Asia)

Hal lain yang menjadi permasalahan, yakni modal para petani yang sudah terlanjur masuk pada proses tanam padi. Atas peristiwa tersebut, para petani mengaku merugi ratusan juta.

Dijelaskan Ngadimin, terhitung sejak pengolahan lahan, petani sudah mengeluarkan ongkos sekira Rp1,5 juta. Belum lagi biaya saat penyemaian bibit, yang kini tak lagi tumbuh subur dan mulai membusuk. “Butuh dana Rp 4 jutaan untuk bikin siap satu hektar. Mulai dari olah, pupuk hingga semai, untuk satu petani,” ujar Ngadimin.

Diperkirakan, butuh setidaknya waktu dua pekan kedepan, barulah genangan air di areal persawahannya bisa surut. Dengan catatan, cuaca selama 2 pekan itu terus cerah.

Sementara, Ketua Kelompok Tani Tunas Muda, Sabran (55) menambahkan, kondisi Bendungan Benanga sudah tidak kondusif bagi pertanian warga sekitar, untuk sistem irigasi sawah. Pasalnya, sedimentasi yang ada di waduk tersebut sudah terlalu tinggi. “Saat hujan, waduk tisak bisa menampung air, hingga meluap ke sawah petani,” ungkap Sabran.

Namun, lanjutnya, memasuki musim panas, sawah petani justru mengalami kekeringan, karena daya tampung air sedikit akibat pendangkalan. Belum lagi, air yang tertampung lebih banyak diambil PDAM Tirta Kencana Samarinda, untuk pengelolaan air bersih di wilayah sekitar.

“Jadi kami petani di sini, baik musim hujan dan musim panas selalu menderita. Musim hujan pun salah, musim kering pun salah. Kami minta waduk itu dinormalisasi, biar daya tampung airnya mumpuni,” kata dia.

Terlebih, Sabran mengaku kondisi tersebut terus dihadapi pihaknya hampir tujuh tahun terakhir. Masyarakat petani meminta agar pemerintah daerah, bisa mengeruk waduk dalam upaya pendalaman. Pun, dibarengi dengan sistem pengirigasian lebih baik, untuk mengaliri sawah warga.

“Dulu waduk itu dalam. Kami cari ikan disana takut karena dalam. Tapi sekarang kalau musim kering kita bisa jalan di waduk itu,” jelas Sabran.

Soal gagal panen musim ini, para petani berharap pemerintah daerah dapat memberi bibit baru, serta modal untuk penanaman kembali pada musim tanam selanjutnya.

Dikonfirmasi terpisah, Asisten I Setkot Samarinda Tedjo Sutarnoto mengatakan, akan mencarikan solusi untuk semua permasalahan yang ditimbulkannya akibat bencana banjir kali ini.

Saat ini, Pemkot masih fokus mengurus korban terdampak banjir, yang dievakuasi di masjid-masjid dan posko-posko, untuk segera mendapatkan bantuan. “Segera kita carikan solusi soal sawah petani ini,” kata Tedjo. (009)