CV Sangasanga Perkasa Harus Stop Dulu Menambang Batubara

aa
Jumpa Pers

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Perusahaan tambang batubara di Sangasanga, CV Sangasanga Perkasa (SSP) harus stop dulu menambang batubara sebelum mengubah izin lingkungan meliputi  izin settling pond dan izin limbah  atau pengelolaan limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya).

Demikian salah satu butir kesimpulan dari permasalahan penambangan batubara oleh CV SSP  di RT 24 Kelurahan Sangasanga Dalam, Kecamatan Sangasanga, Kabupaten Kutai Kartanegara setelah diprotes warga  dan bahas untuk dicarikan solusinya di Kantor Dinas Pertambangan dan Energi Kaltim, Rabu (25/7/2018).

Hadir dalam pertemuan tersebut selain perwakilan dari warga RT 24 Kelurahan Sangasanga Dalam yakni Afkar dan Wagimo dari  Distamben  Kaltim, Dani Julfiansyah (Kasi DPMPTSP Kaltim).  PT Pertamina Sangasanga diwakili Dika Agus Sarjono, dari Ditjend Minerba,  Muh Daud. Dinas DLHK Kukar ( Abdul Hamid Budiman). Jatam kaltim (Pradarma Rupang).

Hadir juga Camat Sangasanga ( Gunawan. Spd MAP). Danramil Sangasanga ( Kapten Sugeng winarto) . Kapolsek Sangasanga ( Iptu H. M. Afnan. S. Sos. MM). Kanit Binmas Polsek Sangasanga ( Ipda Sudarman). Kanit intel ( Aipda Darmanto). Lurah Sangasanga Dalam ( Sunaryo. AS) .

Dari masyarakat hadir  M. Zaenuri ( Ketua RT 24 Kelurahan Sangasanga Dalam). Hidayatullah ( Ketua RT 01 Kel Sangasanga Dalam). Muliady Sugiansyah ( Lurah Sangasanga Muara) .  Yoyon ( Ketua Forum RT 04 Kel Sangasanga Dalam). Dasi ( Ketua Forum RT 24 kel Sangasanga Dalam). Suta Okta Pamena ( Direktur CV SSP) dan Dani ( CV SSP).

Dalam jumpa pers sesuai pertemuan, juga dijelaskan, kewajiban lain yang harus dilaksanakan CV SSP sebelum melakukan penambangan adalah memiliki dulu PPLB yang diakui PT Pertamina (Persero) dan   memberikan ganti rugi kepada warga terdampak.  “CV. SSP telah memiliki PPLB namun belum diakui oleh PT Pertamina dikarenakan pihak yang melakukan PPLB masih menggunakan kepemilikan yang lama,  sehingga diperlukan PPLB yang baru,” kata Pradarma Rupang.

Dijelaskan pula,  CV SSP sejak awal telah melalukan penambangan yang tidak sesuai sesuai dengan kaidah – kaidah yang berlaku,  dikarenakan pada saat presentasi dokumen lingkungan atau studi kelayakan pasti akan dibahas terkait air tanah,  namun hal ini berdampak buruk bagi warga terkait air tanah yang tercemar.

Perusahaan SSP perlu mendapatkan dulu surat pernyataan dari masyarakat terkait tidak keberatan terhadap penambangan. Terkait longsor perlu ada kajian teknis di disposal dan di pit seperti halnya FK-nya. “Terkait meninggalkan Void,  perlu kejelesan kajian pemanfaatan void dan pengamanannya,  termasuk penanganan air dari void terkait baku mutu harus dikaji kembali,” terang Rupang.

Menurutnya,  lahan yang telah direklamasi dan yang dibongkar itu harus diuji kembali melihat potensi ekonomi dan harus melapor ke instansi terkait.  Erosi yang masuk ke saluran drainase perlu diatasi  CV SSP dengan  membuat plot pemantauan erosi.

Tanggung jawab reklamasi terkait bukaan lahan 17 Ha,  perlu dianalisis lagi apakah sesuai dengan  dokumen rencana reklamasi sebab,  sebelum melakukan reklamasi harus melakukan kajian tanah di struktur tertentu.  CV SSP menjaga lingkungan sehingga tidak tercemar ke masyarakat sekitar.  “CV SSP untuk saat ini dilarang melakukan kegiatan penambangan hingga memenuhi atau melengkapi dokumen – dokumen perizinan seperti halnya ijin lingkungan, setting pond,  limbah dan ijin – ijin lainnya,” kata Rupang.  (001)