Daya Saing  Kilang Minyak Indonesia Masih Rendah

Kilang minyak PT Pertamina.

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Ignatius Tallulembang, Chief Executive Officer (CEO) PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI)  mengatakan, dalam membangun kilang minyak terdapat tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya daya saing kilang di Indonesia masih rendah dibandingkan negara lain.

Hal itu dikatakan Ignatius dalam webinar dengan tema Masa Depan Kilang Minyak Indonesia Dalam Mewujudkan Kemandirian Energi Nasional melalui aplikasi zoom dan YouTube yang diselenggarakan  Portonews bersama Aspermigas, Sabtu lalu, sebagaimana dilaporkan situs pertamina.com.

Hadir Mohammad Hidayat, Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas KESDM mewakili Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, dan John S. Karamoy selaku Ketua Umum ASPERMIGAS sebagai keynote speaker dalam webinar tersebut.

Sementara Ignatius Tallulembang, Chief Executive Officer (CEO) PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI), Ego Syahrial, Plt. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Rudy Radjab, President Director PT Kreasindo Resources Indonesia Wakil Ketua Kadin Komite Timur Tengah dan Komite Kilang ASPERMIGAS hadir sebagai pembicara.

Dalam kesempatan tersebut, Ignatius menjelaskan,  dia optimis dan percaya betul bahwa sumber energi fosil akan tetap jadi sumber energi utama untuk bangsa Indonesia. Bahwa akan ada energi baru dan alternatif dan itu juga tugasnya  di Pertamina.

“Tetapi saya optimis 2030 ketergantungan energi dari fosil masih akan dominan menjadi sumber energi utama,” ujarnya.

Dikatakan pula, dalam membangun kilang terdapat tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya daya saing kilang di Indonesia masih rendah dibandingkan negara lain.

“Posisi kita masih relative berada di bawah. Beberapa tantangan strategis kilang minyak Indonesia misalnya ketersediaan minyak secara global adalah sour crude, energi baru terbarukan, pendanaan dan kilang yang sudah tua, gangguan teknologi akibat perubahan tren penggunaan energi akan tetapi menjadi peluang juga,” sambung Ignatius.

Selain itu bisnis kilang memiliki risiko tinggi, padat modal, high tech exposure, dan very capital extensive.

Pada kesempatan tersebut, John mengungkapkan, penyebab lambannya pembangunan kilang minyak di Indonesia karena tidak adanya jaminan terkait pembeli dari hasil produksi.

“Solusinya ialah pemerintah dapat memberikan kebijakan processing deal kepada para investor di sektor hulu migas. Di lain sisi kebutuhan BBM Indonesia pada tahun 2019 ialah 1,3 juta barel per hari dan terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya.

Melihat hal tersebut, Pertamina terus berupaya peningkatan produksi BBM dalam negeri dengan beberapa proyek kilang minyak baru maupun Refinery Development Master Plan, ditambah dengan mendukung Peraturan Presiden No 56 Tahun 2018 sebagai proyek strategis nasional. (001)

Tag: