Defisit Tenaga Kesehatan PR Serius Menteri Kesehatan Baru

aa
Ilustrasi

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Defisitnya ribuan tenaga medis secara nasional menjadi perhatian Anggota DPR RI Adang Sudrajat. Menurutnya, saat ini telah terjadi defisit tenaga kesehatan pada beberapa jenis tenaga kesehatan, khususnya tenaga dokter gigi dan ahli gizi. Ia meminta agar presiden masa jabatan 2019-2024 dapat memilih menteri kesehatan yang berkualitas untuk menyempurnakan perbaikan negara dalam bidang kesehatan.

“Untuk dokter gigi puskesmas saja kita butuh 9.825 orang bila mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014. Sedangkan jumlah sekarang sekitar 7.127 orang di tahun 2019. Kondisi ini sangat memprihatinkan untuk sebuah negara yang telah hidup dalam suasana merdeka selama 74 tahun,” ucap Adang sebagaimana dikutip laman Parlementaria.

Selain defisit tenaga kesehatan, sambungnya, hingga saat ini Indonesia belum mampu melakukan pemerataan wilayah yang baik mengingat negara kita berjumlah penduduk 266,91 juta jiwa pada proyeksi 2019.

Ia menambahkan, saat ini kondisi ironi terjadi di daerah terpencil dimana tenaga kesehatan sangat kurang dan sangat dibutuhkan. Total kekurangannya bila mengacu pada permenkes, jumlahnya mencapai 14.297 orang yang terdiri dari Dokter Gigi kurang 2.698, Apoteker kurang 1.124, Tenaga Kesehatan Masyarakat kurang 6.192, Tenagai Gizi kurang 2.582  dan Teknisi Pelayanan Darah  1.701.

“Tenaga Medis kita kurangnya ribuan, dan bukan hanya kurang, distribusi tenaga kesehatan negara kita sangat timpang antara pulau Jawa dan luar Jawa. Ketimpangan ini berlanjut sangat mencolok antara daerah perkotaan dan daerah terpencil,” ucap Politisi PKS itu.

Adang menjelaskan, ketimpangan distribusi tenaga kesehatan ini disebabkan oleh beberapa hal yang perlu diperbaiki oleh menteri yang ditunjuk nanti, yakni masalah kultural maupun struktural yang banyak meninggalkan persoalan. Masalah kultural, yang paling nampak adalah banyak tenaga kesehatan perempuan dimana pemerintah sulit memaksakan penempatan, karena umumnya orang tua atau suami tidak tega berjauhan dengan anak perempuan atau istrinya.

Sedangkan masalah struktural, antara lain model kebijakan penempatan tenaga kesehatan yang sentralistik sehingga membuat kecenderungan menciptakan bottle neck di institusi kesehatan.

“Kita dapat menyaksikan sendiri, bahwa kondisi pengangguran tenaga kesehatan di perkotaan banyak terjadi. Padahal berdasar data kementerian kesehatan, kita masih kekurangan ribuan tenaga kesehatan di masing-masing bidang pekerjaan seperti Dokter Gigi, Apoteker, Tenaga Kesehatan Masyarakat, Gizi dan Teknisi Pelayanan Darah,” jelasnya.

Ini tantangan bagi menteri baru di kementerian kesehatan untuk menyelesaikan masalah selain pemenuhan jumlah tenaga kesehatan, juga adanya insentif tenaga kesehatan daerah yang tidak menarik.

Menurutnya, insentif bagi tenaga kesehatan di daerah terpencil bisa jadi belum cukup menarik dibandingkan dengan potensi resiko yang mungkin harus dihadapi nakes tersebut. Transportasi, tantangan kondisi sosial masyarakat hingga menghadapi konflik berdarah menjadi risiko tinggi bagi mereka.

Adang berharap Menteri Kesehatan baru nanti yang akan dipilih presiden mampu mengurai persoalan kesehatan nasional dan mencari serta menyelesaikan akar permasalahan sehingga dapat memberi jalan keluar dengan cepat.

“Karena indikator kepuasan masyarakat terhadap pemerintahnya, hingga saat ini  selalu memasukkan pelayanan kesehatan sebagai salah satu parameter yang di evaluasi masyarakat,” pungkasnya. (001)

 

Tag: