Demi Kemanusian, 10 Warga Penebang 480 Nibung di Sebaung Dibebaskan

Wakil Bupati Nunukan H. Hanafiah memimpin rapat koordinasi terkait penebangan nibung. (foto Budi Anshori/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Rapat Koordinasi Pemerintah Kabupaten Nunukan bersama instansi terkait memutuskan memberikan kebijakan  pengampunan/membebaskan 10 orang penebang  pohon nibung  (Oncosperma tigillarium)   dari proses hukum karena telah mengambil Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) tanpa izin di wilayah Sebaung, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara.

Wakil Bupati Nunukan H. Hanafiah mengatakan, kebijakan pengampunan terhadap pelaku penebang nibung hanya berlaku satu kali atas dasar kemanusiaan, sambil menunggu regulasi ataupun izin penebangan hasil hutan secara legal.

“Kewenangan larangan terkait hutan ini ada di pusat, kita tidak bisa membuat aturan mengambil atau menebang,” jelasnya pada Niaga.Asia, Rabu (16/02/2022).

Penebangan nibung meningkat setelah ada permintaan dari Malaysia. Nibung sendiri  juga dipergunakan nelayan  Sebatik untuk kontruksi  bagan di perairan Ambalat.

Bersamaan meningkatnya permintaan nibung dari Malaysia, intensitas penebangan bertambah banyak, hal ini buktikan dengan diamankannya 480 batang nibung di sekitar Sebaung  oleh aparat keamanan TNI Lanal Nunukan pada 14 Februari 2022.

“Ada 10 orang masyarakat bersama 480 batang nibung. Menurut pengakuan hendak dibawa ke Sebatik untuk nelayan,” terang Hanafiah.

Untuk melindungi nibung bagi keperluan nelayan lokal, kata Hanafiah,  Bupati Nunukan secepatnya  berkirim surat menyampaikan persoalan terkait hasil hutan kepada Gubernur Kalimantan Utara.

Nelayan di Nunukan dan Sebatik kesulitan membangun dan merawat bagannya di perairan Ambalat gegara diselundupkan oknum ke Malaysia. (Foto Istimewa)

Pertimbangan gubernur dalam pengambilan keputusan diperlukan karena sesuai Undang – Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyatakan, hutan dan tambang serta hal – hal tertentu dalam perikanan menjadi urusan provinsi.

“Ini menjadi masalah rumit bagi kita, di sisi lainya lokasinya di daerah kita, tapi kewenangan ada di provinsi,” ujarnya.

Sementara itu, Komandan Lanal (Danlanal) Nunukan Letkol Laut (P) Arief Kurniawan Hertanto dalam rapat koordinasi menjelaskan, patroli Lanal Nunukan menemukan 10 orang masyarakat yang diduga akan menarik pohon nibung keluar dari sungai Sebaung.

“Awalnya kita temukan penebangan nibung dan batang-batang itu sudah diikat siap dibawa keluar, tapi tidak ada orang sama sekali,” tuturnya.

Setelah mengamankan alat bukti, Lanal Nunukan mendapat pengakuan pelaku bahwa nibung hendak dibawa ke Sebatik, berbekal surat keterangan Kepala Desa Tanjung Karang, Kecamatan Sebatik dan rekomendasi koperasi nelayan.

Wilayah penebangan nibung sendiri berada di kawasan hutan produksi yang menurut UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan, pemungutan HHBK diperlukan adanya surat dokumen izin usaha.

“Kami sudah konsultasikan ke UPT Dinas Kehutanan Nunukan, dan menurut aturan, tindakan pemungutan HHBK tidak disertai dokumen sah adalah pelanggaran ancaman pidana diatas 10 tahun,” tegasnya.

Namun, jelas Danlanal, jika aturan ditegakkan secara tegas maka nibung tidak mungkin bisa keluar dari Sebaung, dan konsekuensinya adalah kelangsungan bagan sebagai alat tangkap ikan teri akan hilang.

Penegakan aturan juga memungkinkan nelayan bagan kesulitan mendapatkan nibung untuk memperbaharui bagan-bagan yang rusak akibat ombak ataupun membangun bagan baru.

“Saya sampaikan ke Bupati persoalan ini perlu dibahas dalam forum dan mengambil keputusan, apakah tetap menegakan hukum atau membuat regulasi tersendiri dari Pemkab Nunukan,” beber Danlanal.

Danlanal menjelaskan, ada tiga hal menjadi konsekuensi dan teguran kedepan.  Pertama, apabila aturan ditegakkan maka nelayan bagan bisa hilang. Kedua, apabila penebangan dibiarkan kemungkinan bagan tetap bertahan dan Ketiga, ada potensi penyelundupan ke Malaysia.

Karena itu, perlu aturan yang tegak lurus dengan peraturan lebih tinggi. Sebab UU Kehutanan mengizinkan pengambilan hasil hutan untuk kepentingan perorangan tanpa dokumen, namun dengan kebutuhan tertentu dan waktu tertentu.

“Ada potensi bagi kita mengatur, nanti nelayan bagan bisa menyampaikan kira-kira berapa kebutuhan memperbaiki atau bikin baru dan jangka waktu berapa lama,” katanya.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Rachmat Rolau

Tag: