Di Balik Mewahnya Teras Samarinda, Ada SMPN 24 yang Langganan Banjir

Teras Samarinda (atas), SMPN 24 Samarinda (bawah). (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Perbaikan wajah kota Samarinda bergerak sangat cepat di bawah kepemimpinan Andi Harun. Salah satunya proyek Teras Samarinda yang digarap sangat serius disepanjang Tepian Mahakam dengan anggaran puluhan miliar.

Begitu juga dengan revitalisasi Citra Niaga, kawasan legendaris Samarinda tersebut terus dipercantik untuk mendukung geliat ekonomi kreatif. Kedua proyek ini mendapat perhatian penuh dan gencar dipublikasikan sebagai simbol keberhasilan pemerintah kota.

Namun di balik megahnya ruang publik dan sentra ekonomi tersebut, potret buram dunia pendidikan pun turut terpampang jelas. SMPN 24 Samarinda yang terletak di kawasan Bukit Pinang, Samarinda Ulu, masih harus bergulat dengan lumpur banjir.

Sejak 2021, sekolah yang memiliki ratusan siswa ini nyaris selalu menjadi langganan banjir setiap kali hujan deras mengguyur Kota Samarinda. Air bisa naik setinggi 1 hingga 2 meter dalam hitungan jam, meninggalkan lumpur tebal di setiap ruang kelas, merusak fasilitas sekolah, dan memaksa aktivitas belajar mengajar tatap muka terhenti total.

Bukan hanya kerugian materiil yang dialami, tetapi beban psikologis juga harus ditanggung guru dan siswa-siswi di SMPN 24. Kini mereka selalu dihantui rasa cemas setiap kali langit mulai mendung.

Diceritakan Kepala SMPN 24 Kota Samarinda Bambang Muliyadi, banjir besar pertama kali terjadi pada 2021. Saat itu, air berlari sangat cepat menerjang sekolah dengan ketinggian hampir dua meter.

“Dokumen penting seperti ijazah banyak yang rusak. Motor juga terendam. Sejak itu, sekolah ini jadi langganan banjir,” ujarnya pada Niaga,Asia, hari Sabtu (6/9/2025)

Babinsa Bukit Pinang Hadi Sunoto dan Kepala SMPN 24 Kota Samarinda Bambang Muliyadi. (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

Menurutnya, faktor geografis sekolah menjadi penyebab utama. Lokasi sekolah yang berada di dataran rendah ini berbentuk menyerupai mangkuk. Sehingga setiap kali hujan deras, air dari wilayah Bukit Pinang justru mengalir ke arah sekolah.

“Harusnya air ke lampu merah, tapi malah belok ke SMPN 24. Jadi air bertahan di sini,” jelasnya.

Tercatat dalam banjir terakhir, sejumlah komputer, printer, kursi, dan meja mengalami kerusakan dengan kerugian mencapai kira-kira sekitar Rp5 juta. Yang lebih menyedihkan lagi, proses belajar mengajar tatap muka kerap kali terganggu. Anak-anak harus belajar daring, bahkan mereka terpaksa ikut membersihkan lumpur tebal sebelum bisa kembali belajar.

“Air naik cepat sekali, tidak sampai satu jam sudah setinggi satu meter. Kami hanya bisa melakukan buka-tutup saluran air sementara agar banjir tidak semakin parah. Tapi ya, itu hanya solusi darurat,” terangnya.

Stigma buruk yang mulai melekat pada SMPN 24 membuat pria berusia 52 tahun tersebut merasa prihatin. Penerimaan siswa-siswi baru menurun tajam. Jika dulunya sebelum sistem zonasi berlaku dan banjir tak terlalu separah sekarang, sekolah ini bisa membuka 18 kelas. Saat ini, tinggal 13 rombel saja.

“Orang tua bilang, ‘Itu sekolah banjir, mending cari yang lain’. Kasihan anak-anak kami,” kata Bambang, yang sudah mengabdi sejak tahun 2005 di SMPN 24 Samarinda.

Kondisi memprihatinkan ini juga diakui oleh Babinsa Bukit Pinang Hadi Sunoto. Hampir lima tahun terakhir ini, ia mengaku rutin turun ke lokasi untuk membantu proses evakuasi maupun pembersihan. Pemerintah kota lanjut dia, perlu menganggap serius kondisi SMPN 24 Samarinda.

“Sudah tidak terhitung banjir di SMPN 24. Lumpur menutup semua ruangan. Tanpa bantuan Damkar, pembersihan bisa makan waktu berhari-hari. Sekolah lain banyak yang direnovasi besar-besaran, sementara SMPN 24 masih saja seperti ini. Harapannya, mohon diprioritaskan, karena anak-anak kita punya hak belajar yang sama,” tegasnya, saat ditemui di hari yang sama.

Anggota DPRD Samarinda Anhar (kiri) dan Kepala Disdikbud Samarinda Asli Nuryadin. (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

Harapan yang sama juga datang dari Anggota Komisi IV DPRD Samarinda Anhar. Ia merasa bahwa pemerintah kota harus memperhatikan SMPN 24 secara serius. Sebab, anak-anak di Samarinda punya hak untuk mendapatkan lingkungan belajar yang aman dan layak

“Samarinda ini ibu kota provinsi, barometer pendidikan di Kalimantan Timur (Kaltim). Jadi sekolah yang kondisinya memprihatinkan, harus diprioritaskan,” kata Anhar, Senin (8/9/2025).

Secara persentase, ia mengakui bahwa jumlah sekolah dengan kondisi layak memang lebih banyak dibandingkan yang masih darurat. Namun, seharusnya tidak ada lagi sekolah-sekolah dengan kondisi memprihatinkan karena anggaran yang tersedia cukup besar.

“Tahun ini saja, untuk perbaikan infrastruktur saja anggaran yang ada itu mencapai Rp315 miliar. Jadi kondisi sekolah itu harusnya tidak boleh lagi ada yang seperti itu,” imbuhnya.

Dinas teknis kata dia, pastinya memiliki data lengkap mengenai kondisi sekolah di Kota Samarinda, mulai dari yang masih berdinding kayu hingga permanen. Tinggal bagaimana pemerintah menargetkan penyelesaiannya.

Dengan masa kepemimpinan Wali Kota Andi Harun yang mencapai 10 tahun lamanya, ia pun menegaskan harus ada target jelas kapan seluruh sekolah di Samarinda bisa setara, baik dari sisi bangunan, fasilitas, maupun tenaga pendidik.

Kendati demikian, ia pun menekankan bahwa masalah banjir di SMPN 24 adalah persoalan nyata yang tak bisa ditunda penyelesaiannya. Pemerintah seharusnya tidak membongkar bangunan-bangunan sekolah yang masih layak, sementara masih ada sekolah lain yang setiap musim hujan pasti terendam banjir.

“Saya juga lihat pembagian anggaran belum merata. Ada sekolah yang dapat porsi besar, ada juga yang kecil. Itu semua, ada datanya di kami. Nah untuk sekolah seperti SMPN 24 ini seharusnya direlokasi,” harapnya.

Pemerintah Kota Samarinda melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan memastikan SMPN 24 akan segera direlokasi. Lahan yang telah dipersiapkan seluas 4 hektare berada sebelum Masjid At-Taufiq jalan Suryanata.

Lahan ini, beber Kepala Disdikbud Samarinda, Asli Nuryadin,  rencananya memang disiapkan untuk pembangunan sekolah baru, bersamaan dengan SDN 013 yang juga kerap kebanjiran. Ia menyebut, pembangunan baru bisa dimulai pada tahun 2026. Saat ini, tahap yang sedang berlangsung baru penyusunan DED.

“Sudah kita masukkan di renja. Anggaran kita usulkan Rp30 miliar, tapi terserah TAPD yang akan menyesuaikan sesuai kondisi keuangan kita. Jika sesuai rencana, 2026 pembangunan dimulai,” pungkasnya pada Niaga.Asia, hari Senin (8/9/2025).

Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan

Tag: