
SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Warga di sejumlah RT kawasan simpang Sempaja Samarinda belum lama ini sempat mengeluhkan banjir tinggi yang terjadi pada 22 Oktober 2025 lalu.
Mereka menilai kejadian banjir tinggi ini terjadi karena perubahan lingkungan akibat proses pematangan lahan dari proyek perluasan RSUD Aji Muhammad Sulaiman Salehuddin (AMS) II di Jalan KH Wahid Hasyim I.
Penilaian itu cukup beralasan. Sebab, kawasan simpang Sempaja, atau yang menjadi lokasi pematangan lahan RSUD AMS II seluas 1,3 hektare, merupakan kawasan resapan air untuk penanganan banjir di Samarinda.
Imbas proyek itu, daerah resapan air menjadi semakin berkurang. Keresahan itu disuarakan secara resmi melalui surat keberatan yang ditujukan kepada Wali Kota Samarinda Andi Harun.
Saat 22 Oktober 2025 lalu, air hujan yang sebelumnya tertahan langsung meluber dari drainase Jalan Wahid Hasyim I, hingga akhirnya air bermuara ke Sungai Rapak Binuang atau Sungai Perjuangan, dan merendam permukiman warga.
Berkaitan itu, Pemprov Kaltim membantah atas tudingan masyarakat yang menilai proyek pematangan lahan untuk perluasan bangunan rumah sakit berimbas banjir parah di daerah itu.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Perumahan Rakyat (PUPR-PERA) Kaltim Aji Muhammad Fitra Firnanda mengatakan, banjir yang terjadi pada 22 Oktober 2025 lalu tersebut, murni disebabkan oleh curah hujan ekstrem.
Berdasarkan laporan satuan tugas (Satgas) bencana Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan IV Samarinda menyatakan curah hujan 193 milimeter di hari itu.
“Kondisi intensitas hujan tersebut jauh diatas rata-rata, hujan paling deras aja 135 milimeter biasanya. Sehingga dengan hujan intensitas ekstrem ini daerah tersebut terjadi genangan dengan ketinggian 10-50 cm,” kata Firnanda di kantornya, Jalan Tengkawang, Samarinda, belum lama ini.
Dia menerangkan, pematangan lahan itu tidak ada korelasinya dengan bencana yang terjadi saat itu.
“Tanggal 22 Oktober, kami belum melakukan pengerukan di situ. Jadi banjir itu karena hujan deras,” ujarnya.
Selain itu, kontribusi lahan perluasan rumah sakit terhadap potensi banjir diklaim Firnanda sangat kecil, hanya sekitar 2,4 persen dari total volume air kawasan. Pemprov Kaltim juga menyebut telah melakukan sejumlah langkah pengendalian banjir, mulai dari normalisasi Sungai Sempaja dan Sungai Karang Mumus, hingga pembangunan embung dan kolam retensi.
“Selama 2025 Sungai Sempaja sepanjang 1.000 meter sudah kita normalisasi kemudian mulai dari Jembatan Perjuangan sampai jalan Wahid Hasyim kita normalisasi 1.275 meter. Ini merupakan bentuk perhatian kami atensi kami terhadap banjir yang ada di Sempaja, Jadi kami tidak menutup mata,” tegas Firnanda.
Termasuk Sungai Karang Mumus segmen Jembatan PM Noor hingga Jembatan Gelatik juga telah dilakukan normalisasi sepanjang 2,2 kilometer di tahun 2025.
“Kita juga sebelumnya telah menghibahkan tanah Pemprov di sana seluas 1,15 hektare untuk membangun embung atau kolam retensi,” demikian Aji Muhammad Fitra Firnanda.
Penulis: Nur Asih Damayanti | Editor: Saud Rosadi
Tag: Banjir SamarindaPembangunanPemprov KaltimSamarinda