Diplomasi Budaya: Maestro Sam Udjo Latih Angklung di San Francisco

Maestro angklung Sam Udjo hadir untuk pertama kalinya di San Francisco dalam sebuah workshop dan pertunjukan kolaboratif yang digelar pada Minggu sore (20/7) di Community Music Center (CMC), San Francisco. (Foto KJRI San Francisco/Niaga.Asia)

SAN FRANCISCO.NIAGA.ASIA – Nada-nada bambu membentuk jembatan budaya lintas benua ketika maestro angklung Sam Udjo hadir untuk pertama kalinya di San Francisco dalam sebuah workshop dan pertunjukan kolaboratif yang digelar pada Minggu sore (20/7) di Community Music Center (CMC), San Francisco.

Acara ini mempertemukan publik Bay Area dan pelaku seni lokal dalam pengalaman budaya yang otentik dan menggugah – mulai dari pelatihan langsung, workshop interaktif, hingga pertunjukan live angklung yang mempesona.

Acara yang merupakan kolaborasi Saung Angklung Udjo Bandung dan Saung Angklung of San Francisco dengan dukungan KJRI San Francisco tersebut menjadi wujud nyata diplomasi budaya Indonesia di Pantai Barat Amerika Serikat.

Sam Udjo, generasi penerus mendiang Mang Udjo Ngalagena, hadir bukan hanya sebagai pengajar, tetapi sebagai simbol persahabatan lintas budaya, membawa angklung sebagai instrumen harmoni dan kolaborasi antarbangsa.

“Perjumpaan antarbudaya seperti ini bukan sekadar kegiatan berkesenian biasa, tetapi bagian dari strategi diplomasi budaya kita. Lewat angklung, kita mengusung cara baru dalam memperkenalkan keindahan dan nilai-nilai kearifan lokal Indonesia kepada masyarakat dunia, khususnya Amerika Serikat,” ujar Ali M. Sungkar, Acting Konsul Jenderal Indonesia di San Francisco.

Suasana hangat dan penuh semangat terlihat sejak awal acara, dengan kehadiran ratusan peserta dari berbagai latar belakang: musisi profesional, pelajar musik, diaspora Indonesia, hingga komunitas pecinta budaya Asia. Mereka mengikuti setiap sesi pelatihan dengan antusias, membentuk harmoni bersama dalam memainkan bambu angklung dalam semangat lintas budaya.

Sam Udjo sendiri telah dikenal luas sebagai duta budaya Indonesia yang aktif mempromosikan angklung ke panggung internasional – dari Asia hingga Eropa dan Amerika. Keberadaannya di San Francisco memperkuat posisi angklung sebagai ikon budaya yang tidak hanya bernilai artistik, tetapi juga memiliki muatan sosial dan spiritual.

Jonathan Paul Gordon, Ketua Saung Angklung of San Francisco sekaligus musisi senior di kawasan Bay Area, mengungkapkan kekagumannya.

“Saya kagum dengan bagaimana alat musik sederhana dari bambu ini bisa menghasilkan harmoni yang begitu kompleks dan menggugah. Lebih dari sekadar musik, bagi saya ini adalah momen spiritual dan kultural.”

Daya tarik angklung sebagai warisan budaya tak-benda yang telah diakui UNESCO sejak 2010, tercermin jelas dari tingginya partisipasi dalam acara ini. Publik San Francisco bukan hanya menjadi penonton, tetapi juga pelaku yang turut menciptakan harmoni – menjadikan diplomasi budaya bukan sekadar wacana, tetapi keterlibatan nyata.

Konsul Penerangan Sosial Budaya KJRI San Francisco, Mahmudin Nur Al-Gozaly, menambahkan kegiatan semacam ini berdampak strategis jangka panjang.

“Diplomasi budaya memiliki kekuatan membentuk persepsi global terhadap Indonesia dan hal itu berpotensi meningkatkan ketertarikan wisatawan mancanegara untuk berkunjung serta memperluas jejaring budaya Indonesia di Amerika,” ujarnya.

Kehadiran Maestro Sam Udjo di San Francisco bukan hanya memperkenalkan alat musik tradisional, melainkan juga membuka ruang kolaborasi masa depan antara Indonesia dan Amerika Serikat. Setiap gema angklung dalam acara ini menjadi bukti bahwa harmoni bisa lahir dari perbedaan—dan bambu pun bisa berbicara dalam bahasa diplomasi.

Sumber: KJRI San Francisco | Editor: Intoniswan

Tag: