DP3AP2KB Nunukan : Kasus Pernikahan Dini Menurun

Kepala DP3AP2KB Nunukan Faridah Ariyani (foto Budi Anshori/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Jumlah pernikahan dini tahun 2021 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2020 yang mencapai 47 kasus. Hingga bulan Agustus ini, tercacat hanya 5 laporan permintaan rekomendasi untuk penyelenggaraan pernikahan dibawah umur.

“Tahun 2021 hanya ada 5 kasus pernikahan dini,” kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Nunukan, Faridah Ariyani pada Niaga.Asia, Senin (23/08).

Jumlah pernikahan dini 2021 sangat jauh menurun dibandingkan tahun 2020 yang mencapai 47 kasus. Penurunan kasus ini dipengaruhi oleh sosialisasi pencegahan pernikahan dini dan pergaulan bebas serta konseling dari DP3AP2KB.

Dari 5 kasus pernikahan dini, hanya 3 kasus mendapatkan rekomendasi dokter psikolog dan DP3AP2KB Nunukan, dengan hasil pemeriksaan putus sekolah serta bosan sekolah hingga akhirnya berhenti dan memutuskan menikah.

“Sebelum diberikan rekomendasi, DP3AP2KB melakukan konseling kepada pemohon dengan harapan dapat mencegah pernikahan dini,” sebut Faridah.

Rekomendasi DP3AP2KB tidak berlaku bagi pernikahan dini dikarenakan hamil duluan atau hamil di luar nikah, hal inilah yang diberlakukan kepada 2 kasus permohonan rekomendasi untuk kebutuhan syarat pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA)

Bagi remaja usia dini hamil diluar nikah, permohonan rekomendasi bisa diajukan kepada Dinas Sosial (Dinsos) atau dokter, aturan ini merujuk pada hasil rapat keputusan bersama antara DP3AP2KB, Pengadilan Agama dan KUA serta kecamatan.

“Kalau yang sudah terlanjur hamil duluan rekomendasi dikeluarkan Dinsos atau dokter dengan hasil pemeriksaan ketat,” bebernya.

Faridah menuturkan, kasus pernikahan dini lebih banyak disebabkan kurang perhatian orang tua terhadap anak hingga terjerumus pergaulan bebas. Dilain sisi, ada lagi pernikahan dikarenakan unsur paksaan.

Pernikahan paksaan pernah ditemukan di Nunukan, dimana orang tua remaja (pelajar) menjodohkan anaknya dengan lelaki jauh lebih tua, hanya karena ingin mendapatkan uang panai atau uang jujuran (seserahan) yang besar.

“Faktor uang pakai besar juga mempengaruhi pernikahan paksaan, terkadang anaknya tidak mau tapi orang tua memaksakan,” sebut dia.

Rata-rata pernikahan dini terjadi pada anak-anak pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA), remaja usia antara 15 sampai 17 memiliki keinginan yang saat tinggi tentang hubungan badan lain jenis.

Karena itu, Faridah menghimbau kepada orang tua agar meningkatkan pengetahuan agama terhadap anak-anak, perhatikan pergaulan dan sosialisasi di luar rumah, terutama pergaulan antara lelaki dan perempuan.

“Orang tua tolong tingkatkan agama anaknya, tolong bimbing anaknya untuk tetap bersekolah, jangan anaknya menikah di bawah paksaan karena uang pakai,” pungkasnya.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Rachmat Rolau

Tag: