DPRD Kaltim Gelar RDP Longsor Batuah, Kepala Dinas ESDM: Bencana Disebabkan Faktor Geologi

Kepala Dinas Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim, Bambang Arwanto (ketiga dari kiri) saat menyampaikan penyebab tanah longsor di Km 28 Batuah. Foto : Nai Niaga.Asia

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa longsor yang terjadi di Desa Batuah, Kecamatan Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara, bukan disebabkan oleh aktivitas pertambangan, melainkan karena kondisi geologis dan curah hujan ekstrem yang mengguyur wilayah tersebut dalam beberapa bulan terakhir.

Pernyataan itu disampaikan Kepala Dinas ESDM Kaltim, Bambang Arwanto, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait Permasalahan Longsor di Batuah Km 28 Kabupaten Kutai Kartanegara  dengan Komisi III DPRD Kaltim di Gedung E DPRD Kaltim, Senin (2/6/2025) dan 22 kepala keluarga terdampak.

“Kami telah melakukan kajian teknis. Jarak antara titik longsor dan lokasi aktivitas tambang terakhir PT BSSR adalah sekitar 1,7 kilometer. Lokasi disposal (pembuangan tanah) bahkan lebih jauh, yakni sekitar 726 meter dari fasilitas terdampak. Artinya, ini masih dalam batas aman sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2020 yang mengatur jarak minimal tambang terhadap fasilitas publik sejauh 500 meter,” kata Bambang dalam keterangannya kepada anggota dewan dan masyarakat.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa tidak ditemukan pelanggaran teknis oleh perusahaan tambang berdasarkan kajian yang telah dilakukan oleh tim geologi Universitas Mulawarman serta pengamatan teknis lapangan.

“Berdasarkan kajian geoteknik dan geologi, longsor ini terjadi akibat struktur tanah yang tidak padat dan berada di kawasan lembah. Lokasi ini secara geologis termasuk ke dalam formasi Kampung Baru, yang dikenal sangat rawan longsor terutama jika terkena curah hujan tinggi dalam durasi lama,” ungkapnya.

Meski hasil kajian menunjukkan bahwa longsor ini bukan disebabkan aktivitas tambang, Dinas ESDM tidak menutup kemungkinan akan ada investigasi lanjutan jika ditemukan indikasi baru di lapangan.

“Kami tidak akan tinggal diam. Tim kami akan turun bersama DPRD, masyarakat, dan lembaga lain untuk meninjau langsung lokasi. Jika nanti ditemukan ada bukaan-bukaan baru yang tidak terdaftar dan berada dekat pemukiman, maka perusahaan harus bertanggung jawab. Jika terbukti melanggar, izin tambang bisa dicabut,” tegas Bambang Avianto.

Terkait upaya penanganan korban terdampak, Bambang menyampaikan bahwa meskipun longsor tidak terbukti diakibatkan oleh aktivitas pertambangan, pihak perusahaan tetap didorong untuk membantu secara moral dan material.

“Pemerintah dan DPRD sepakat mendorong perusahaan untuk memberikan kontribusi. Misalnya dengan membantu pengadaan lahan setengah hektare untuk relokasi pemukiman. Ini bukan soal salah atau benar, tetapi bentuk kepedulian terhadap sesama,” jelasnya.

Ia juga menyebut bahwa Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara telah menginisiasi relokasi rumah warga dan Dinas Sosial turut diminta menyalurkan bantuan jangka pendek.

Menutup pernyataannya, Kepala Dinas ESDM Kaltim mengajak semua pihak untuk tidak saling menyalahkan dan fokus pada penyelesaian.

“Kita memahami ada emosi dan keresahan dari warga. Tapi mari kita bersama-sama melihat ini secara objektif dan ilmiah. Bencana adalah peringatan alam, dan penanganannya butuh kolaborasi, bukan konflik,” kata Bambang.

Dalam RDP tersebut, turut hadir penyidik geologi dari Dinas ESDM, Satria, yang memberikan penjelasan teknis mengenai karakteristik tanah di wilayah tersebut.

“Formasi Kampung Baru tersusun dari material lempung, pasir kuarsa, dan batuan yang berpori. Saat hujan turun dalam jumlah besar, air mudah meresap dan mengendap di lapisan bawah, lalu memicu pergerakan tanah. Apalagi daerah pemukiman warga berada tepat di atas lembah, menjadikan risiko longsor sangat tinggi,” terang Satria.

Ia juga menambahkan bahwa bukaan tambang atau galian dari perusahaan tidak berada dalam elevasi yang sama dengan titik longsor, sehingga kecil kemungkinan menjadi penyebab langsung bencana tersebut.

“Elevasi antara lokasi longsor dan bukaan tambang berbeda. Bukaan tambang berada di titik yang lebih rendah, sehingga tidak logis menjadi pemicu gerakan tanah ke atas,” ujarnya.

Sementara itu, Komisi III DPRD Kaltim menegaskan akan membentuk tim investigasi gabungan untuk memverifikasi ulang penyebab longsor dan memastikan tidak ada celah pelanggaran di wilayah pertambangan.

“Kami akan libatkan Dinas ESDM, ahli geologi, masyarakat, dan lembaga teknis lain. Jika ada indikasi baru yang ditemukan, maka akan kami tindaklanjuti secara tegas,” ujar Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Akhmed Reza Pahlevi.

Penulis : Nai | Editor : Intoniswan | ADV DPRD Kaltim

Tag: