DPRD Samarinda Perlu Membuktikan Rp19,858 Miliar Tidak Sekedar Dipakai Jalan-jalan

smd
DPRD Samarinda

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Samarinda perlu membuktikan perjalan dinas yang dilakukannya tidak sekedar jalan-jalan. Sebab kalau sekedar jalan-jalan menghabiskan dana Rp19,858 miliar dalam dua tahun atau 24 bulan, itu terlalu mahal.

Hala itu dikatakan Direktur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pokja 30, Carolus Tuah ketika  dimintai tanggapannya oleh Niaga.asia atas dana yang sudah dihabiskan DPRD Samarinda pada tahun 2016 dan 2017 mencapai Rp19,858 miliar, atau rata-rata Rp827,416 juta per bulan.

                Dua tahun perjalan dinas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Samarinda menghabiskan dana mencapai Rp19,858 miliar. Rinciannya di tahun anggaran 2016 sebesar Rp8,258 miliar dan di tahun 2017 sebesar Rp11,6 miliar. Sedangkan untuk tahun anggaran 2018 alokasi dana perjalanan dinas DPRD Samarinda sebesar Rp12 miliar.

Dari pertanggung jawaban penggunaan anggaran perjalanan, sekitar 90 persen atau Rp17,872 miliar dipakai 45 anggota DPRD. Sisanya 10 persen atau Rp1,985 dipakai untuk perjalanan, tenaga ahli, staf, dan pejabat struktural di DPRD.

Menurut Tuah, setiap kegiatan yang dilakukan lembaga pemerintah dan legislatif, pasti menggunakan uang rakyat. Dari itu setelah kegiatan dilaksanakan dan uang dikeluarkan, harus jelas hasilnya. “Sekarang kita kan boleh bertanya, apa hasilnya, apa manfaatnya bagi daerah dan rakyat setelah uang rakyat dipakai untuk perjalanan (dinas),” ujarnya.

Dua Tahun Perjalanan Dinas DPRD Samarinda Rp19,858 Miliar

Ditambahkan pula, sebagai wakil rakyat, seharusnya saat reses anggota Dewan itu mengkonsultasikan kegiatannya untuk melakukan perjalanan dinas ke luar daerah. Kemudian, kata Tuah, apa korelasinya perjalan  itu kinerja Dewan.

Sukar untuk menemukan bukti  perjalanan dinas itu berkorelasi positif dengan 3 fungsi kedewanan. Contoh: apa pengaruh dengan fungsi pengawasan? Juga dengan fungsi legislasi? Yang kerap terdengar adalah ribut-ribut  anggaran aspirasi,” kata Tuah yang mengkhususkan lembaganya mengamati kebijakan publik.

Menjawab pertanyaan, Tuah menambahkan, adanya penggunaan uang rakyat untuk jalan-jalan atau dibungkus dengan sebutan perjalanan dinas, akar masalahnya ada di tubuh dewan itu sendiri, yakni  belum ada tradisi transparansi.

Sebagai rakyat, lanjutnya, pertanyaan pentingnya adalah bagaimana membuktikan belanja perjalanan dinas itu berkontribusi dalam mewujudkan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Samarinda  atau Visi Kota Samarinda. “Kita sudah sama-sama lihat tak ada perubahan signifikan,” kata Tuah. (001)