
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Dua anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Andi Satya Adi Saputra dan Darlis Pattalongi, menghadiri agenda klarifikasi yang diselenggarakan oleh Badan Kehormatan (BK) pada Kamis (12/6) siang di Gedung D DPRD Kaltim Jalan Teuku Umar Samarinda.
Pemanggilan ini merupakan bagian dari tindak lanjut pengaduan atas dugaan pengusiran kuasa hukum manajemen Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) dalam rapat dengar pendapat beberapa waktu lalu.
Ditemui usai menjalani klarifikasi, Andi Satya menyatakan bahwa kehadiran mereka adalah bentuk ketaatan terhadap prosedur yang telah ditetapkan oleh BK DPRD Kaltim. Keputusan final akan diserahkan kepada Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi.
“Insya Allah kita sudah mengikuti sesuai prosedur. Undangan BK sudah kita penuhi. Keputusannya nanti bagaimana, itu wewenang BK. Pokoknya kita hanya memenuhi surat panggilan saja dan memberikan klarifikasi,” ujarnya.
Sementara itu, Darlis Pattalongi mengaku sempat kaget ketika ia mengetahui bahwa tindakannya dalam rapat dianggap sebagai pelanggaran etik. Penasihat Fraksi PAN dan Nasdem ini menegaskan tidak ada niat marah atau pengusiran dengan emosi saat meminta kuasa hukum keluar dari ruangan.
“Namun pada dasarnya, kritikan dari mana saja ya kita hargai. Tapi saya kaget bahwa proses ‘pengusiran’ itu dianggap melanggar kode etik. Karena saya melakukannya dengan intonasi yang sama sekali tidak ada rasa marah,” jelasnya.
Darlis menjelaskan bahwa dalam rapat saat itu, kehadiran kuasa hukum dianggap tidak relevan karena rapat membahas aspek sosial dan kemanusiaan, bukan perkara hukum.
“Rapat itu menyangkut keputusan penting, termasuk soal gaji yang belum dibayar dan penahanan ijazah karyawan. Dalam konteks itu, kami merasa yang hadir mestinya pihak manajemen langsung, bukan perwakilan hukum. Karena ini bukan forum debat hukum, melainkan menyangkut sisi kemanusiaan,” terangnya.
Lebih lanjut, ia menyayangkan absennya pihak manajemen dalam rapat sebelumnya. Bahkan menurutnya, justru DPRD yang seharusnya merasa tersinggung.
“Yang diundang malah tidak hadir. Padahal manajemen rumah sakit bukan satu orang. Masa tidak ada satu pun yang bisa datang? Itu aneh,” katanya.
Terkait kemungkinan dialog langsung dengan pihak kuasa hukum, ia menegaskan bahwa pihaknya tidak berniat untuk melakukan dialog dengan pengacara RSHD, namun akan tetap melanjutkan proses pengawasan terhadap manajemen rumah sakit.
“Kami akan memanggil kembali manajemen RS Haji Darjad, karena dua minggu lalu kami beri tenggat penyelesaian masalah. Disnaker juga sudah menyampaikan bahwa mereka (RS) mengalami kendala keuangan untuk membayar hak-hak karyawan. Mereka minta waktu hingga Agustus. Jadi nanti Agustus kita akan panggil lagi,” bebernya.
Di tempat yang sama, Ketua BK DPRD Kaltim Subandi menjelaskan bahwa agenda kali ini fokus pada klarifikasi dari pihak terlapor. Keduanya lanjut Subandi, sudah memberikan klarifikasi terkait kronologis dan apa yang sebenarnya terjadi hingga muncul aduan tersebut.
“Mereka sudah menyampaikan semuanya, mulai dari surat undangan komisi IV hingga momen saat kuasa hukum dipersilakan keluar dari ruangan,” tuturnya.
BK telah menerima berbagai keterangan, termasuk dari pelapor, terlapor, saksi, serta bukti-bukti berupa rekaman video dan audio.
“Semua pihak sudah kita panggil, termasuk saksi-saksi. Bukti video dan audio juga sudah kami terima. Saat ini kami akan menggelar rapat internal untuk menilai dan memutuskan tindak lanjutnya,” ungkapnya.
Disinggung kemungkinan adanya pertemuan antara pelapor dan terlapor, politikus senior PKS ini menyebut hal tersebut belum tentu diperlukan. Sebab menurutnya, kesaksian, klarifikasi dan bukti yang masuk dirasa sudah cukup, maka tidak perlu ada konfrontasi langsung.
“Nanti akan diputuskan dalam rapat internal BK DPRD Kaltim,” tegasnya.
Kendati begitu, BK tetap membuka peluang untuk menerima bukti tambahan dari pelapor sebelum rapat internal berlangsung. Mengenai tekanan atau tuntutan dari pihak pelapor agar dilakukan pergantian antar waktu (PAW), Subandi menegaskan bahwa BK bekerja sesuai prosedur dan kode etik, tanpa intervensi.
“Kami bekerja profesional, objektif, dan berdasarkan aturan. Ada tatib, tata beracara, dan kode etik yang jadi pedoman. Keputusan BK nanti bersifat final dan mengikat. Semua pihak, baik pelapor maupun terlapor, harus menerima hasilnya,” pungkasnya.
Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan | ADV DPRD Kaltim
Tag: DPRD Kaltim