Dua Dosen Unhas di Dewas RSUD Pemprov Kaltim juga Dapat Proyek Rp4,2 Miliar

Catatan Rizal Effendi

Dekan FKM Unmul, Prof Iwan Muhammad Ramdan.(Foto HO-NET)

Pro kontra soal masuknya dosen Universitas Hasanuddin, Dr Syahrir A Pasinringi, MS yang akrab dipanggil sebagai “Prof” Cali sebagai ketua Dewas RSUD A Wahab Sjahranie (AWS) Samarinda dan Dr Fridawaty Rivai, SKM, M.Kes sebagai anggota Dewas RSUD dr Kanujoso Djatibowo Balikpapan, belum berakhir.

Apa lagi, kedua dosen Unhas itu tidak hanya jadi dewan pengawas rumah sakit pemprov sebab, bersama FKM (Fakultas Kesehatan Masyarakat) Unhas juga mendapatkan proyek pendampingan Puskesmas se-Kaltim bernilai Rp4,2 miliar.

Dekan FKM Unmul Prof Dr Iwan Muhammad Ramdan, S.Kp, M.Kes mengaku prihatin dengan kebijakan penunjukan pihak luar. Memang, jelasnya, tidak ada aturan yang mewajibkan orang lokal,  tetapi secara etika memang kurang pas. Seharusnya perguruan tinggi lokal diberikan peran dalam membangun daerahnya melalui tridharma

Apa kita tidak memiliki SDM memadai untuk Dewas? Menurut Prof Iwan, tidak hanya di Dewas, tapi di pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat , SDM di Kaltim sudah cukup mampu. Tidak saja di Unmul, tapi ada juga di UMKT, UNU, Widya Gama dan Poltekes. Juga di Balikpapan ada ITK.

Menurut Prof Iwan, dari aspek tertentu, SDM lokal lebih unggul. Karena lebih tahu kondisi dan karakteristik masyarakat. Juga sering melakukan riset dan pengabdian. Tapi kalau tidak diberi peran, jadinya hanya sebatas paper saja.

“Karena itu kita berharap diberikan ruang untuk melaksanakan tridharma perguruan tinggi di Kaltim,”  katanya kepada Kaltim Today.

Sementera pendapat berbeda disampaikan Prof Dr Rahmawati, SE, MM, guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Dia yang mengaku sebagai akademisi dan praktisi manajemen kesehatan itu, cenderung tidak mempersoalkan masuknya orang luar.

Menurut Prof Rahmawati, dari perspektif hukum administrasi tidak ada pembatasan yang mengharuskan Dewas berasal dari daerah setempat. Sedang dari perspektif manajemen dan bisnis, maka latar belakang geografis tidak lagi relevan dibanding kualitas kompetensi yang dimiliki.

Dari perspektif kepemimpinan dan ketahanan nasional, kata Prof Rahmawati, kebijakan memasukkan orang luar menunjukkan keterbukaan Pemprov Kaltim terhadap integrasi keilmuan lintas daerah. Juga sebagai wujud nyata dari semangat Bhinneka Tunggal Ika dalam bidang kelembagaan publik.

Guru Besar FEB Unmul, Prof Rahmawati yang mendukung Dewas dari luar.(Foto HO-NET)

Sementara dari perspektif Hak Prerogatif Gubernur,  maka penetapan pejabat dan anggota Dewas memang kewenangan gubernur sepanjang berpegang pada asas profesionalitas dan kepatuhan hukum.

Menurut Prof Rahmawati, kita perlu melihat pengangkatan ini bukan semata dari sisi personalia,  tetapi sebagai momentum transformasi tata kelola rumah sakit daerah menuju standar pelayanan publik yang adaptif dan berdaya saing nasional.

“Saya percaya RSUD milik Pemprov Kaltim dapat berkembang menjadi pusat layanan kesehatan unggulan di Indonesia Timur, yang tidak hanya menyehatkan masyarakat, tetapi juga memperkuat posisi Kaltim sebagai daerah strategis penyangga Ibu Kota Nusantara,” ucapnya begitu.

Pendapat Prof Rahmawati disorot tajam oleh Sudarno, yang juga alumnus FEB Unmul.

“Ibu Prof ini tidak mampu merawat hati nurani dan akal sehatnya, menyesal saya jadi alumnus FEB. Kok tidak membela orang daerah malah menghinakan,” ujarnya.

Pegiat media sosial Sudarno alias Darno menyebutkan bahwa mereka itu adalah dosennya Hijrah Mas’ud, adik Gubernur Haji Rudy Mas’ud (HARUM). Tahun lalu Hijrah bersama suaminya dr Ifransyah Fuadi, dirut RSUD Beriman Pemkot Balikpapan mengambil program magister rumah sakit (MARS) di FKM Unhas.

Masih ada satu lagi anggota keluarga mereka yang masih muda yaitu Syarifah Zahra juga ikut dalam program tersebut. Zahra yang sebelumnya di Klinik Barokah Balikpapan milik keluarga Mas’ud, kabarnya telah diangkat menjadi anggota Dewas RS Atma Husada Samarinda, yang juga milik Pemprov Kaltim.

Hijrah seperti disebut Darno banyak ikut cawe-cawe dalam menentukan kebijakan yang dikeluarkan Gubernur HARUM.

“Hijrah namanya tak usah takut disebut, aku biasa memanggilnya Mbak Hijrah, dia adik Gubernur Kaltim, yang memang kita sering dengar dialah yang menentukan semua tentang kebijakan Gubernur,” ujar Darno dalam Podcast.

Sudarno bersama sejumlah akademisi  Unmul dan anggota DPRD Kaltim mengkritik kebijakan Gubernur HARUM karena dianggap tidak pro SDM lokal terutama akademisi berbagai perguruan tinggi di Kaltim. Selain itu juga tugas kedua dosen itu tidak efektif karena berdomisili di luar daerah. Ini juga berkaitan dengan teori capital flight, adanya pelarian dana ke luar daerah.

Darno menegaskan kepada Hijrah bahwa sikapnya itu bukan karena iri dengki.

“Program Pak Gub yang bagus saya orang pertama yang membela. Pemberian insentif guru bagus, memberangkatkan marbot bagus. Tapi kalau kebijakan Gubernur melukai hati nurani  rakyat, saya juga yang duluan speak up,” tandasnya.

Gubernur HARUM dan Wagub Seno Aji.(Foto HO-NET)

Wakil Gubernur Kaltim, Ir. Seno Aji ketika ditanya soal adanya dua dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (FKM Unhas) Makassar memberi respons dengan mengatakan, nanti bisa saja dievaluasi gubernur, karena menjadi sorotan miring dari berbagai pihak di daerah ini.

Wagub mengatakan, dia akan mendiskusikannya dengan Gubernur HARUM dan Pemerintah Provinsi Kaltim.

“Kami paham, Dewas ‘kan fleksibel, makanya kita butuh masukan dan saran dari akademisi dan praktisi, nanti kita sampaikan ke Pak Gubernur,” kata Seno seperti disiarkan selasar.co.

Banyak pihak menunggu realisasi apa yang diucapkan Wagub Seno Aji sebab, kebijakan gubernur soal adanya dua dosen Unhas di dewan pengawas rumah sakit Pemprov Kaltim, memang dianggap tidak tepat oleh banyak orang. Jika dalam rangka transformasi keahlian, sebaiknya keduanya jadi konsultan atau pendamping saja. Bukan bercokol di kursi Dewas.  (*)

Tag: