Dugaan Korupsi Pengadaan Tanah, Dikabarkan Ada dari Keluarga Kasmidi Bulang

Wakil Bupati Kutai Timur, Kasmidi Bulang. (Foto Istimewa)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Dugaan korupsi pengadaan tanah untuk sirkuit balap motor di Sangatta, Kutai Timur, Kalimantan Timur, dimana saat ini oleh Kejati Kaltim sudah ditingkatkan ke penyidikan dan telah menetapkan H.AA mantan KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) sebagai tersangka, dikabarkan melibatkan keluarga Kasmidi Bulang yang saat ini menjabat Wakil Bupati Kutai Timur.

Pada saat proses pengadaan tanah yang sudah dipastikan Kejati Kaltim bahwa yang dibayar Pemkab Kutim Rp25 miliar tahun 2010-2012, sebetulnya adalah tanah negara, bukan hak milik 5 orang yang namanya dicantumkan sebagai penerima ganti rugi.

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan Niaga.Asia, minimal satu orang dari lima penerima uang ganti rugi adalah keluarga dekat Kasmidi Bulang sendiri, yang saat itu adalah anggota DPRD Kutim dari Partai Golkar dan menduduki posisi penting di DPRD Kutim.

Kasmidi Bulang sendiri belum memberikan klarifikasi atas kabar keluarga dekatnya juga menerima ganti rugi tanah, meski Niaga.Asia, Sabtu (30/5/2020)  sudah mengenalkan diri dan minta klarifikasi darinya melalui pesan WhatsApp maupun menelepon langsung.

Memang sempat Kasmidi Bulang melakukan panggilan ke telepon Niaga.Asia, tapi belum sempat diangkat sudah diputus dan ketika dihubungi kembali, meski sudah tersambung, tapi tidak diangkatnya memberikan jawaban.

Kejati dikritik

Kajati Kaltim Chaerul Amir mengumumkan penetapan H. AA sebagai tersangka dalam kasus ganti rugi tanah untuk sirkuit balap motor di Sangatta di Kantor Kejati Kaltim, Jumat (22/5/2020). (Foto Istimewa)

                Sementara itu Direktur Lembaga Swadaya Rakyat Kaltim, Muhammad Ridwan mengkuga mengkritik keras pola penyidikan yang dipakai Kejati Kaltim mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan tanah sirkuit di sangatta tersebut, karena hanya menetapkan H. AA sebagai tersangka tunggal telah melakukan perbuatan diduga merugikan keuangan negara/daerah Rp25 miliar.

“Seharusnya satu paket dengan penerima uang ganti rugi yang lima orang, jadi tersangkanya bukan hanya AA sendirian, tapi juga sekaligus dengan lima orang penerima uang,” tegasnya.

Dasarnya, kata Ridwan, penyidik telah meyakini tanah yang dibayar ganti ruginya itu adalah tanah negara, jadi untuk apa-apa penyidikannya dipisah-pisah antara KPA yang memutuskan membayar dengan orang yang menerima pembayaran.

Ia menduga, pola penyidikan kasus tersebut oleh Kejati sudah terkontaminasi kepentingan tertentu, sehingga menjadi tidak fair. Proses penuntasan menjadi lama, panjang, karena dikerjakan terpisah-pisah dan kemungkinan kerugian negara sulit diselamatkan.

“Artinya, penyidikan untuk penerima ganti rugi yang diduga melibatkan keluarga orang penting, menunggu proses hukum AA incraht, berkekuatan hukum tetap, atau menunggu minimal dua tahun lebih terhitung sejak berkas AA dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor,” kata Ridwan. (001)

Tag: