Dugaan Pungli di Pelabuhan Nunukan, Truk Muatan Rumput Laut Bayar Rp 100 Ribu

Pekerja truk bermuatan rumput laut di Pelabuhan Nunukan memindahkan muatan ke kontainer (niaga.asia/Budi Anshori)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA — General Manager PT Pelindo (Persero) Regional IV Cabang Nunukan, Nasib Sihombing, angkat bicara terkait dugaan pungutan liar (Pungli) terhadap truk pengangkut rumput laut yang masuk di pelabuhan Tunon Taka Nunukan.

“Saya sudah dengar isu – isu pungutan masuk kawasan pelabuhan di luar retribusi diterapkan Pelindo Nunukan,” kata Sihombing kepada niaga.asia, Senin.

Dugaan adanya biaya masuk pelabuhan tanpa dilengkapi bukti tanda terima dikeluhkan sejak tahun 2021. Tiap truk bermuatan rumput laut yang hendak mengirim barang melalui pelabuhan Tunon Taka Nunukan diminta membayar Rp 100 ribu kepada 2 orang oknum pengelola.

Keluhan pengusaha ini pernah disampaikan Pelindo kepada Kepolisian Sektor Kawasan Pelabuhan (KSKP) dan Polres Nunukan, agar menurunkan tim intelejen menyelidiki dugaan Pungli, di mana menurut informasi pembayaran dipungut setelah rumput laut masuk kapal.

“Kami tahu siapa penerima uang. Makanya saya minta pengusaha yang merasa terbebani membuat laporan. Jangan hanya menebar isu-isu liar merusak tatanan,” ujar Sihombing.

Dalam hal retribusi jasa pelabuhan, PT Pelindo Nunukan sesuai petunjuk pusat menerapkan biaya masuk sebesar Rp 150 ribu kepada tiap truk pengangkut rumput laut di pelabuhan Nunukan.

Biaya retribusi PT Pelindo dilengkapi dengan bukti surat lembaran atau bukti tanda terima sebagai bentuk legalitas resmi. Hal itu tentunya berbeda dengan dugaan pungutan liar yang kelola oleh oknum masyarakat.

“Isunya biaya masuk pelabuhan Rp 250 ribu, padahal bukan begitu. PT Pelindo hanya Rp 150 ribu. Kalau ada pembayaran lain-lain bukan tanggung jawab kami,” Sihombing menerangkan.

Selain retribusi masuk pelabuhan Rp 150 ribu bagi truk rumput laut, PT Pelindo menerapkan biaya sebesar Rp 250 ribu bagi rumput laut yang masuk pelabuhan menggunakan jasa kontainer peti kemas.

Sihombing menjelaskan, biaya stuffing container lebih besar karena tiap kontainer dengan daya muat 20 ton mampu menampung dua truk bermuatan rumput laut yang isi tiap truknya antara 80 sampai 100 karung.

Untuk diketahui, stuffing adalah kegiatan pemasukan barang ke dalam peti kemas atau kontainer dengan menggunakan tenaga manusia atau alat mekanis.

“Ada dua jenis jasa retribusi muatan rumput laut di pelabuhan Nunukan. Untuk rumput laut di kontainer dikirim ke Surabaya. Sedangkan lewat kapal dikirim ke Sulawesi Selatan,” jelasnya.

Agar tidak menimbulkan permasalahan dalam pembayaran jasa kepelabuhan, Sihombing menghimbau agar pengusaha rumput laut yang hendak mengirim ke Sulawesi Selatan tidak lagi membayar pungutan di luar dari retribusi PT Pelindo.

Ulah nakal oknum masyarakat memungut biaya pelabuhan sangat merugikan citra PT Pelindo Nunukan. Apalagi saat ini pemerintah sedang gencar-gencarnya memberantas pungli, perjudian dan hal lain melanggar aturan.

“Saya sudah panggil oknum masyarakat pengelola pungutan itu. Masalahnya, orang ini tidak mengaku ada pembayaran. Makanya sulit kami menyelesaikan, sementara ada keluhan pungutan,” jelas Sihombing.

Sihombing juga meminta pengusaha rumput laut Nunukan membuat surat laporan dilengkapi bukti-bukti terjadinya pungli. Dia juga mempersilakan membuat laporan dugaan pelanggaran dan pemberantasan korupsi.

“Jangan takut melaporkan suatu dugaan kejahatan di kawasan pelabuhan. Selama dugaan pelanggaran dilengkapi bukti dan data akurat, pasti ada jalan terbaik menghentikan kegiatan ilegal meresahkan pengusaha rumput laut,” tegas Sihombing.

“Saya pesan ke pengusaha jangan bayar pungli begitu. Kita mau lihat apakah mereka berani mempersulit masuk pelabuhan. Coba, kita mau lihat siapa tikus-tikus biar keluar,” demikian Sihombing.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Rachmat Rolau

Tag: