Ekonomi Kaltim Pulih, Tapi Hadapi Dua Tantangan Ke Depan

Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kaltim, Hendik Sudaryanto dan Wakil Guebrnur Kaltim, H Hadi Mulyadi  saat memberikan penjelasan tambahan perihal ekonomi Kaltim usai Pertemuan Tahunan Bank Indonesia Provinsi Kaltim bertajuk “Sinergi dan Inovasi: Memperkuat Ketahanan & Kebangkitan Menuju Indonesia Maju” di Kantor Bank Indonesia di Samarinda, Rabu (30/11/2022). (Foto Diskominfo Kaltim)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Kendati ekonomi Kaltim telah mampu pulih 2021 dan mengalami
peningkatan pada tahun ini, namun masih terdapat berbagai tantangan ke depan  yang tentunya perlu ditemukan jawabannya dan sinergikan bersama.

Tantangan pertama adalah tingginya ketergantungan Kaltim terhadap sektor pertambangan. Hal ini mengarahkan perekonomian Kaltim menjadi sangat rentan terhadap dinamika global di
tengah ketidakpastian. Selain itu, permintaan batu bara ke depan akan semakin melandai seiring dengan adanya berbagai komitmen global dalam rangka shifting energy ke arah
green economy.

Tantangan kedua, ketergantungan pemenuhan komoditas pangan dari daerah lain yang menyebabkan gejolak harga pangan. Lebih lanjut, dapat kita ketahui bersama bahwa proses pemindahan Ibu Kota Nusantara turut memberikan risiko peningkatan inflasi, mengingat adanya potensi penambahan jumlah penduduk yang akan berdampak pada ketercukupan pasokan pangan.

Demikian disampaikan Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Kalimantan Timur, Hendik Sudaryanto dalam di Pertemuan Tahunan Bank Indonesia Provinsi Kaltim bertajuk “Sinergi dan Inovasi: Memperkuat Ketahanan & Kebangkitan Menuju Indonesia Maju” di Kantor Bank Indonesia di Samarinda, Rabu (30/11/2022).

Berdasarkan harga konstan 2010, menurut BPS Kaltim, angka PDRB Kaltim tahun 2021 Rp484,30 triliun atau mengalami peningkatan dari tahun 2020 sebesar Rp472,55 triliun, atau tahun 2021 ekonomi Kaltim tumbuh sebesar 2,48 persen, sedangkan tahun ini atau 2022 diprakirakan bisa mencapai 2,85 persen.

Menurut Sudaryanto, setelah mengalami perbaikan pada tahun lalu, kondisi ekonomi Kaltim tahun ini terus menunjukan perbaikan. Pada triwulan III 2022, ekonomi Kaltim tercatat tumbuh sebesar 5,28% (yoy) meneruskan tren pertumbuhan positif sejak triwulan II 2021.

Hilirisasi Komoditas SDA

Menurut Sudaryanto, untuk menjawab tantangan pertama, salah satu solusi yang dapat
dilakukan untuk menjawab isu tingginya ketergantungan ekonomi Kaltim terhadap ekspor batu bara adalah percepatan dan perluasan hilirisasi komoditas SDA  (Sumber Daya Alam) mentah untuk menjadi lebih bernilai tambah.

“Sejalan dengan hal tersebut, BI Kaltim juga terus mendorong hilirisasi dan penciptaan proyek bernilai tambah tinggi melalui sinergi dengan Pemda serta pelaku usaha dalam wadah RIRU (Regional Investor Relation Unit). Salah satu produk RIRU Kaltim adalah pembuatan Profiling Investasi Kalimantan Timur (PIKAT) yang bertujuan menjaring berbagai potensi ekonomi baru non-SDA mentah untuk selanjutnya dibawa ke ajang promosi skala Internasional,” paparnya.

Tidak hanya mendorong hilirisasi melalui advisory dan penguatan investasi, lanjut Sudaryanto, BI Kaltim  juga terus bersinergi mengembangkan potensi sektor pariwisata dan UMKM sebagai sumber perekonomian baru.

Terkait pengembangan pariwisata, BI Kaltim turut memberikan Bantuan Sosial Bank Indonesia dengan sinergi dan koordinasi bersama Dinas Pariwisata, menjalankan program multiyears penguatan SDM, kelembagaan dan UMKM Pariwisata di Kepulauan Derawan selama tiga tahun ini.

Kendala Infrastruktur

Sementara itu Wakil Gubernur Kaltim, H Hadi Mulyadi, membenarkan apa yang dikatakan Sudaryanto bahwa, ketergantungan ekonomi Kaltim pada batubara yang harganya dalam dua tahun terakhir begitu tinggi dan memberi dampak positif yang sangat siginifikan, juga mengkhawatirkan.

“Setelah harga batubara begitu tinggi dalam dua tahun terakhir, tentu kita patut mewaspai akan datang masa harganya melandai nanti,” kata Hadi.

Menurut Hadi, hilirisasi SDA seperti batubara dan sawit, memang pilihan yang aman untuk masa depan ekonomi Kaltim, tapi dalam hal ini Kaltim juga menghadi kendala yang tak ringan, yakni  faktor demografi dan infrastruktur.

“Investor melihat Kaltim dengan jumlah penduduk  baru 3,3 juta jiwa bukan lokasi yang ideal untuk berinvestasi dibandingkan  berinvestasi di pulau Jawa yang penduduknya ratusan juta jiwa. Ini kendala demografi, termasuk tenaga kerja dan potensi pasar,” ujarnya.

Kemudian, kata Hadi, ada juga kendala infrastruktur yakni fasilitas transportasi  (jaringan jalan) dan pelabuhan ekspor, dimana di Kaltim memang masih sangat minim dan masih perlu ditingkatkan.

“Hilirisasi SDA batubara dan sawit sebetulnya sudah berproses, tapi belum sebanyak kita harapkan. Hilirisasi akan membuat nilai SDA Kaltim semakin tinggi dan membuka peluang kerja baru,” tegas  Hadi.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan

Tag: