Enam Kelompok Masyarakat Minta HGU PT Bulungan Hijau Perkasa Dicabut

RDP Pansus DPRD bersama perwakilan kelompok 6 desa dari Kecamatan Lumbis  terkait persoalan CSR dan Plasma. (Foto Budi Anshori/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Enam kelompok masyarakat di Kecamatan Lumbis dalam rapat dengar pendapat minta Panitia Khusus (Pansus) DPRD Nunukan merekomendasikan ke Pemerintah Kabupaten Nunukan mencabut HGU (Hak Guna Usaha) perusahaan perkebunan sawit PT Bulungan Hijau Perkasa (BHP), karena tidak mau merealisasikan kebun plasma dalam kawasan HGU-nya.

Kepala DesaTaluan, Kecamatan Lumbis,  Nasution mengatakan apa yang disampaikan PT BHP kepada Pansus sudah pernah ditawarkan perusahan sejak tahun 2011.

“Pimpinan BHP pernah menawarkan plasma, tapi lokasinya di luar HGU perusahaan, setelah lahannya di cek, ternyata bermasalah,  areal yang ditawarkan milik PT Nunukan Sawit Mas,” sebutnya.

Gagal mendapatkan lahan plasma, lanjut Nasution, PT BHP kembali menawarkan lokasi lainnya yang juga di luar HGU, namun lagi-lagi muncul masalah karena lahan tersebut masuk dalam Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK).

Semua lahan di Desa Pulubulawan ditawarkan PT BHP masuk dalam HGU perusahaan baik PT KHL V, PT NSM, PT PPS hingga PT inhutani, bahkan sampai kolong rumah warga masuk lahan perusahaan.

“Apa yang disampaikan BHP kepada Pansus bisa dikatakan pembodohan dan penipuan, ini lagu lama diulang-ulang sejak 10 tahun lalu,” terangnya.

Pada penyampaian lainnya, Kades Lintong, Darsono mempertanyakan keberadaan lahan plasma PT BHP yang laporan perusahaan ke pemerintah daerah lengkap dengan luas dan penghasilan dari perkebunan.

“Tunjuk dimana lahan plasma BHP, kalau tidak ada plasma di lapangan, kami minta cabut izin perusahaan karena berbohong,” sebutnya.

Darsono menuturkan, kebun plasma adalah harapan kelompok masyarakat memenuhi kebutuhan keluarga. Sebab, hampir seluruh lahan disana dikuasai perusahaan, sehingga sulit bagi warga membuka lahan kebun lagi.

Penghasilan perkebunan sawit PT BHP di kisaran Rp 35 juta per hektar/tahun, sementara luasan lahan masyarakat adat yang kini masuk dalam HGU perusahaan sekitar 3.716,15 Ha, jika dikalkulasi, berapa ratus juta dihasilkan dari lahan itu.

“Yang disampaikan perusahan tidak rasional, masa CRS untuk 6 desa cuma Rp 250 juta. Artinya, tiap desa hanya dapat 41 juta per tahun,” bebernya.

Dengan segala permintaan maaf, kelompok masyarakat 6 desa di Kecamatan Lumbis membuat kesimpulan tetap bertahan dengan segala tuntutannya yaitu, meminta perusahaan melaksanakan kebun plasma 20 persen di areal HGU.

Kemudian, masyarakat meminta PT BHP memberikan CSR sebesar Rp 50 juta tiap desa/tahun dengan syarat, pihak perusahaan membangun badan jalan dari Desa Lintong menuju Desa Patal dan Desa Podong.

Selanjutnya, perusahan juga diminta membangun badan jalan dari Desa Podong menuju jalan kebun PT BHP, kembangun asrama anak sekolah di Tarakan, Samarinda dan Jogya, pembangunan panti di Malinau, pengadaan bibit berkala serta bantuan beasiswa.

“Kami menerima apa ditawarkan perusahaan dengan syarat ada pembangunan, terutama fokus di bidang pendidikan anak-anak di pelosok,” tuturnya.

Sebelumnya, Ketua Pansus DPRD Nunukan, Lewi pada Niaga.Asia, Jum’at (03/08/2021) mengatakan, RDP bersama perwakilan masyarakat desa dan Camat Lumbis digelar sebagai tindak lanjut hasil pertemuan anggota Pansus dengan manajemen PT BHP.

“Manajemen PT BHP bersedia memberikan Corporate Social Responsibility (CSR) Rp 250 juta per tahun untuk 6 desa yakni, Desa Lintong,  Desa Patal I, Desa Patal II, Desa Pulubulawan, Desa Taluan dan Desa Podong,” kata Lewi.

Mengenai  permintaan lahan plasma oleh masyarakat di areal HGU, kata Lewi,  pihak perusahaan mengaku telah melakukan kewajiban plasma 20 persen dan perusahaan berjanji memberikan bantuan bibit 1.500 tiap desa.

“BHP juga mau  membuka lahan kemitraan dengan masyarakat di luar HGU,” ujarnya.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Rachmat Rolau

Tag: