Erdogan: Putin Inginkan Ukraina jadi Negara Netral

Presiden Turkin, Erdogan. (Foto Reuters)

KETIKA Vladimir Putin menghancurkan perdamaian di Eropa dengan menggencarkan perang terhadap Ukraina, pembenarannya adalah negara demokrasi berpenduduk 44 juta itu merupakan ancaman konstan sehingga Rusia tidak bisa merasa “aman, berkembang, dan eksis”.

Namun, setelah melakukan pengeboman dan serangan yang menyebabkan ribuan orang tewas serta jutaan orang mengungsi, dua pertanyaan ini tetap relevan: apa yang Putin inginkan dan apakah ada jalan keluar dari peperangan ini?

Jawaban terkini dari pertanyaan tersebut dipaparkan Putin dalam pembicaraan dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, melalui telepon pada Kamis (17/03) sore.

Turki telah memposisikan diri dengan sangat hati-hati sebagai perantara Rusia-Ukraina, dan upaya itu tampaknya membuahkan hasil.

Apa yang diinginkan Putin?

Putin menelepon Erdogan dan menyampaikan apa yang sebenarnya menjadi tuntutan Rusia untuk mencapai kesepakatan damai dengan Ukraina.

Dalam kurun setengah jam setelah perbincangan via telepon itu berakhir, editor BBC bidang internasional, John Simpson, mewawancarai penasihat sekaligus juru bicara utama Erdogan, Ibrahim Kalin. Kalin adalah satu dari sebagian kecil pejabat yang mendengarkan perbincangan itu.

Menurut Kalin, tuntutan Rusia terdiri atas dua kategori.

Empat tuntutan pertama Rusia tidak terlalu sulit untuk dipenuhi Ukraina.

Tuntutan utama adalah Ukraina diminta untuk netral dan tidak berupaya untuk bergabung dengan NATO. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah menerima hal ini.

Ada tuntutan lain dalam kategori ini, yang sepertinya akan menjadi penyelamat muka Rusia.

Ukraina harus menjalani perlucutan senjata untuk memastikan bahwa negara itu bukan ancaman bagi Rusia. Ada pula sesuatu yang disebut sebagai de-Nazifikasi.

Tuntutan ini sangat menyinggung Zelensky, yang merupakan seorang Yahudi dan beberapa kerabatnya tewas dalam Holokos. Tetapi Turki yakin Zelensky akan cukup mudah menerima ini.

Ukraina dirasa cukup mengutuk seluruh bentuk neo-Nazisme dan berjanji akan menindaknya.

Kategori kedua adalah yang bagian yang sulit. Dalam percakapan dengan Erdogan melalui telepon, Putin mengatakan perlu negosiasi tatap muka antara dia dan Presiden Zelensky sebelum kesepakatan tercapai pada poin-poin ini.

Zelensky juga telah menyatakan siap bertemu Putin untuk bernegosiasi secara langsung.

Kalin kurang menjelaskan secara spesifik tentang poin ini, namun dia mengatakan bahwa tuntutan itu melibatkan status Donbas -sebuah wilayah di Ukraina Timur—yang telah memisahkan diri dari Ukraina dan memilih Rusia. Status Krimea juga perlu dibahas.

Rusia diasumsikan akan menuntut agar Ukraina menyerahkan wilayah di timur Ukraina itu. Hal tersebut akan sangat kontroversial.

Asumsi lainnya, Rusia akan menuntut agar Ukraina secara resmi mengakui bahwa Krimea -wilayah yang dicaplok Rusia secara ilegal pada 2014—adalah bagian dari Rusia. Apabila ini yang dituntut, maka ini akan menjadi pil pahit yang harus ditelan Ukraina.

Hal ini menjadi semacam klaim sepihak, meskipun Rusia tidak memiliki hak hukum untuk mengklaim Krimea dan telah menandatangani perjanjian internasional bahwa Krimea adalah bagian dari Ukraina. Tetapi itu terjadi sebelum Vladimir Putin berkuasa, tepatnya setelah jatuhnya komunisme.

Bagaimanapun, tuntutan Presiden Putin tidak sekeras yang dikhawatirkan oleh sejumlah pihak dan dirasa tidak sebanding dengan seluruh kekerasan, pertumpahan darah, hingga kehancuran yang disebabkan Rusia di Ukraina.

Mengingat kendali besar Putin atas media Rusia, tidak akan sulit baginya untuk menampilkan kesepakatan itu sebagai sebuah kemenangan.

Sementara itu, Ukraina akan menghadapi kekhawatiran yang serius.

Apabila detil kesepakatan tidak dirampungkan dengan sangat hati-hati, Presiden Putin atau pun penerusnya akan selalu berpeluang memanfaatkan itu sebagai alasan untuk kembali menyerang Ukraina.

Kesepakatan damai ini mungkin akan memakan waktu yang lama, walau gencatan senjata dapat menghentikan pertumpahan darah sementara waktu.

Mengapa Putin ingin Ukraina menjadi negara netral?

Sejak Ukraina meraih kemerdekaan pada 1991, seiring dengan kolapsnya Uni Soviet, Ukraina secara perlahan mengarah ke Barat—baik Uni Eropa maupun NATO.

Putin berupaya membalikkan keadaan ini. Dia melihat runtuhnya Uni Soviet sebagai “disintegrasi Rusia yang sarat sejarah”.

Tahun lalu Putin merilis tulisan panjang yang menyebut bangsa Rusia dan Ukraina adalah “satu bangsa”. Dia juga mengeklaim negara modern Ukraina diciptakan seutuhnya oleh komunis Rusia. “Ukraina tidak pernah punya tradisi kenegaraan yang asli,” sebutnya.

Pada 2013, dia menekan pemimpin Ukraina pro-Rusia, Viktor Yanukovych, agar tidak menandatangani perjanjian dengan Uni Eropa. Tindakan ini memicu rangkaian aksi protes yang berujung pada lengsernya Yanukovych pada Februari 2014.

Rusia lantas membalas pada 2014 dengan mencaplok Krimea di selatan serta memicu aksi pemberontakan di timur. Rusia mendukung kaum pemberontak yang memerangi pasukan Ukraina selama delapan tahun yang menewaskan 14.000 jiwa.

Sempat terjadi gencatan senjata serta kesepakatan damai di Minsk pada 2015, namun tidak pernah diterapkan.

Sebelum melancarkan invasi, Putin merobek perjanjian damai dan mengakui wilayah Donetsk dan Luhansk sebagai negara merdeka yang terpisah dari Ukraina.

Selagi mengirimkan pasukan untuk menginvasi Ukraina, Putin menuduh NATO mengancam “masa depan kami sebagai sebuah bangsa”. Dia juga menuduh tanpa dasar bahwa negara-negara anggota NATO ingin mendatangkan perang di Krimea.

Apakah ada jalan keluar dari perang ini?

Penasihat kepresidenan Ukraina, Mykhailo Podolyak, meyakini gencatan senjata bisa dimulai dalam beberapa hari mendatang karena pasukan Rusia mandek pada posisi mereka saat ini.

Kedua negara telah mengutarakan bahwa terdapat kemajuan dalam perundingan. Podolyak mengklaim bahwa Presiden Rusia telah melunakkan sejumlah tuntutannya.

Pada awal perang, Putin mendesak Ukraina untuk mengakui Krimea sebagai bagian dari Rusia dan mengakui kemerdekaan dua wilayah separatis di bagian timur. Ukraina juga didesak mengamandemen konstitusi yang menjamin tidak akan bergabung dengan NATO dan Uni Eropa.

Status Krimea serta wilayah separatis Luhansk dan Donetsk masih jauh dari kejelasan, namun ditengarai status ketiga wilayah tersebut tidak akan membatalkan perundingan jika Ukraina dan Rusia memilih membahas topik itu lain kali.

Rusia tampak menerima bahwa mereka tidak bisa melengserkan presiden Ukraina dan menggantinya dengan pemerintahan boneka, seperti terjadi di Belarus. Presiden Volodymyr Zelensky berkata pada awal invasi, “pihak musuh menjadikan saya target nomor satu; keluarga saya target nomor dua.”

“Sepertinya [Putin] harus menerima daftar yang jauh lebih terbatas,” kata Tatiana Stanovaya, dari lembaga kajian RPolitik dan Carnegie Moscow Center.

Rusia ditengarai sedang mempertimbangkan untuk menerima Ukraina yang “netral dan demiliterisasi” seperti Austria dan Swedia—dua anggota Uni Eropa.

Austria netral, tapi Swedia tidak. Bahkan Swedia tidak berpihak dan ambil bagian dalam latihan-latihan NATO.

Presiden Rusia, Vladímir Vladímirovich Pútin. (REUTERS/BBC News Indonesia)

Akan tetapi tidak semua kalangan yakin Rusia berunding dengan iktikad baik. Menlu Prancis mengatakan Moskow seharusnya menetapkan gencatan senjata terlebih dulu, karena perundingan tidak bisa digelar “sambil menodongkan senjata ke kepala”.

Apa permintaan Ukraina?

Permintaan Ukraina jelas, kata penasihat kepresidenan Ukraina, Mykhailo Podolyak.

Gencatan senjata, penarikan mundur pasukan Rusia, serta jaminan keamanan yang mengikat secara hukum dari negara-negara sekutu sehingga mereka akan secara aktif mencegah serangan dan “ikut serta dengan aktif di pihak Ukraina saat konflik”.

Membuat Rusia menarik mundur pasukannya ke posisi sebelum perang tidak hanya merupakan tuntutan Ukraina, tapi juga batasan bagi negara-negara Barat, yang akan menolak “konflik beku” dengan Rusia, menurut Marc Weller, professor hukum internasional dan mantan pakar mediasi PBB.

Ukraina juga telah melunakkan pendiriannya sejak invasi Rusia. Presiden Zelensky berkata rakyat Ukraina kini paham NATO tidak akan menjadikan mereka sebagai anggota. “Itu adalah kebenaran dan harus diakui”.

“Kami tengah membuat sejumlah dokumen yang dapat didiskusikan dan ditandatangani presiden. Jelas dokumend-dokumen tersebut akan terwujud dalam waktu dekat karena itu satu-satunya cara mengakhiri perang ini,” kata Podolyak kepada media AS, PBS.

Bagaimana ke depannya bagi Rusia?

Presiden Putin terkesima oleh kekuatan respons negara-negara Barat setelah dia menginvasi Ukraina. Dia tahu bahwa anggota-anggota NATO tidak akan mengirim pasukan ke Ukraina, tapi dia tidak menebak dampak rangkaian sanksi terhadap ekonomi Rusia. Atas hal itu, dia marah besar.

Uni Eropa, AS, Inggris, dan Kanada menggempur ekonomi Rusia dengan berbagai cara:

  • Aset-aset bank sentral Rusia dibekukan dan bank-bank utama Rusia dikeluarkan dari jaringan transfer uang internasional, SWIFT.
  • AS melarang impor minyak dan gas Rusia, Uni Eropa berencana memangkas impor gas hingga dua-pertiga dalam setahun, sedangkan Inggris berencana tak lagi menggunakan minyak Rusia pasda akhir 2022.
  • Jerman menghentikan persetujuan atas jaringan pipa gas Nord Stream 2 dari Rusia, investasi besar bagi perusahaan-perusahaan Rusia dan Eropa.
  • Maskapai penerbangan Rusia dilarang terbang di wilayah udara Uni Eropa, Inggris, dan Kanada.
  • Rangkaian sanksi pribadi dijatuhkan pada Presiden Putin, Menlu Sergei Lavrov, dan individu-individu lainnya.
Orang-orang yang datang dari Ukraina, melintasi perbatasan Ukraina-Polandia di Korczowa, Polandia, 5 Maret 2022. (Olivier Douliery/Pool via REUTERS)

Kesepakatan damai dengan Ukraina tidak akan mengakhiri deretan sanksi tersebut dan Vladimir Putin tahu itu. Dia justru memenjarakan warga Rusia yang menentang perang.

Hampir sebanyak 15.000 demonstran anti-perang telah dipenjarakan dan semua media independent dibungkam.

Tiada kubu oposisi yang berani menentang Putin. Mereka telah kabur dari Rusia, atau dalam kasus pemimpin oposisi Alexei Navalny, dipenjarakan.

“Rakyat Rusia akan selalu bisa membedakan mana patriot yang sebenarnya serta mana yang bedebah dan pengkhianat,” kata Putin.

**) Artikel ini bersumber dari BBC News Indonesia yang sudah ditayang dengan judul; “Mengapa Rusia menyerbu Ukraina, apa yang diinginkan Putin, dan akankah Rusia mengakhiri perang?

Tag: