FGD Masalah di Perbatasan Negara: Perlu Penguatan Kerja Sama Polri dengan Kementerian

Kabaglotas Set NCB Interpol Kombes Pol. Dodied Prasetyo Aji  saat membuka  FGD  tentang permasalahan kamtibmas perbatasan negara diikuti oleh 65 Kapolres perbatasan serta para Atase dan Staf Teknis Kepolisian yang bertugas di KBRI dan KJRI di Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Australia dan Timor Leste, di Hotel Santika, Serpong Tangerang Selatan pada Senin (24/10/2022).  (Foto Humas Mabes Polri)

TANGERANG.NIAGA.ASIA  – Perkembangan situasi geopolitik saat ini perlu diimbangi dengan penguatan kerjasama Polri dengan kementerian lembaga yang concern pada permasalahan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di perbatasan negara, termasuk dengan kepolisian negara sahabat, sehingga bisa bersama-sama dapat mencegah dampak kejahatan lintas negara atau transnational crime.

Hal itu disampaikan Kabaglotas Set NCB Interpol Kombes Pol. Dodied Prasetyo Aji, saat mewakili Kadivhubinter Polri membuka focus group discussion (FGD) tentang permasalahan kamtibmas perbatasan negara di Hotel Santika, Serpong Tangerang Selatan pada Senin (24/10/2022).  FGD diikuti oleh 65 Kapolres perbatasan serta para Atase dan Staf Teknis Kepolisian yang bertugas di KBRI dan KJRI di Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Australia dan Timor Leste.

“FGD ini untuk mengoptimalkan sinergitas Polri dengan kementerian lembaga dalam penanggulangan kejahatan transnasional,” kata Dodied.

Dodied juga menjelaskan beberapa terobosan kreatif Kadivhubinter Polri Brigjen Polisi Krishna Murti yang baru saja dilantik yang akan dilaksanakan adalah  program penyegaran dan rekrutment brigadir perbatasan, pelaksanaan monitoring dan evaluasi masalah perbatasan secara konsisten, pengembangan “Aplikasi Imbas Cepat” serta upaya peningkatan kapabiltas sarana dan prasarana dalam mendukung tugas Polri di daerah perbatasan.

“Divhubinter Polri terus berupaya untuk meningkatkan kapasitas personel, sarana dan prasarana serta metode kerja yang berbasis pada kemajuan teknologi untuk mencari solusi yang adaptif terhadap masalah-masalah kamtibmas di daerah perbatasan,” jelas Dodied.

FGD dilaksanakan secara kelompok oleh para peserta dengan membagi topik kejahatan transnational yang berbeda antar kelompok. Diskusi kelompok juga dilakukan untuk menyiapkan bahan pertanyaan yang berkualitas untuk disampaikan kepada nara sumber yang telah dipersiapkan oleh panitian kegiatan dari Bagian LO dan Perbatasan Divhubinter Polri.

Tiap kelompok diskusi diwajibkan menuangkan hasil diskusinya di lembar-lembar kerja dari panitia.

“Tiap kelompok diskusi akan difasilitasi oleh para calon atase dan staf teknis kepolisian yang juga pada awal 2023 akan mulai berdinas di beberapa negara,” terang Dodied.

Pemateri yang tampil pada hari pertama FGD berasal dari Ditjen Bea dan Cukai, Badan Naisonal Pengelola Perbatasan (BNPP) dan BP2MI. Pemberian materi dilakukan untuk pengayaan pengetahuan bagi para peserta, disajikan dalam bentuk seminar yang dimoderatori oleh AKBP Dr. I Gede Nyoman Bratasena, salah satu pamen lulusan S3 Universitas Indonesia yang saat ini menjabat sebagai Kasubag Amerika Eropa (Amerop) di Set NCB Interpol Indonesia.

Sedangkan Ahli Madya Perencana BNPP, Dr. Budi Setyono membahas tentang komitmen pemerintah untuk membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat kedaulatan negara di tingkat desa perbatasan.

“Peran Polri sangat signifikan untuk menghadirkan negara di desa-desa perbatasan, sehingga diharapkan dapat melakukan upaya penegakan hukum terhadap aktivitas ekonomi yang ilegal serta mengedukasi warga desa perbatasan tentang nasionalisme,” kata Budi.

Senada dengan BNPP, materi yang disampaikan oleh Kasubdit Kejahatan Lintas Negara Ditjen Bea dan Cukai,  Souvenir Yustianto mempertegas tentang pentingnya penguatan koordinasi dengan Polri untuk optimalkan penerimaan negara serta perlindungan terhadap masyarakat di perbatasan dari aktivitas ekonomi dari negara perbatasan yang merugikan Indonesia.

“Kerjasama Polri dan Bea Cukai di wilayah perbatasan sangat dibutuhkan untuk mengoptimalkan penerimaan negara dan mencari solusi terhadap permasalahan yang dapat merugikan keuangan negara dari aktivitas ekonomi ilegal negara di perbatasan Indonesia,” kata Yustianto.

Terakhir, permasalahan pekerjaan migran Indonesia terus menjadi fokus bagi BP2MI untuk dapat dikoordinasikan dan disolusikan bersama Polri. Hal ini disampaikan oleh Irjen Pol. Achmad Kartiko, Deputi Bidang Penempatan dan Perlindungan WNI di Kawasan Eropa dan Timur Tengah.

“Pekerja Migran Indonesia saat ini rentan menjadi korban TPPO, tercata ada jutaan WNI kita yang bekerja ilegal di luar negeri sehingga rawan tereksploitasi tidak hanya secara fisik, ekonomi bahkan seksual,” jelas Kartiko.

Upaya preventif perlu ditingkatkan untuk mengedukasi calon PMI tidak menjadi korban dalam modus pelaku TPPO baik secara konvensional, propaganda bohong melalui media sosial serta modus wajah ganda Lembaga Pelatihan Kerja (LPK).

Pasca paparan dari BP2MI, acara diskusi kemudian diisi dengan tanya jawab dan pendalaman oleh para peserta. Kegiatan akan berlanjut hingga Rabu (26/10) ke depan dengan rapat koordinasi yang juga melibatkan pejabat dari kepolisian negara sahabat yang telah diundang oleh panitia.

Sumber: Divisi Humas Mabes Polri | Editor: Intoniswan

Tag: