
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menyayangkan SiLPA dari APBD Kaltim Tahun Anggaran 2024 mencapai Rp2,59 triliun dan mengatakan hal itu sebagai indiikator lemahnya perencanaan program kerja di banyak Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Hal tersebut disampaikan oleh Juru Bicara Fraksi PKB, Sulasih, dalam dalam Rapat Paripurna ke-19 dengan agenda penyampaian Pandangan Umum Fraksi-fraksi DPRD terhadap Nota Keuangan dan Ranperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024, Selasa (17/6/2025).
Rapat Paripurna ke-19 ini dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud, didampingi wakilnya Ekti Imanuel, Ananda Emira Moeis dan Yenny Eviliana, serta 39 anggota DPRD Kaltim lainnya. Sementara itu dari Pemprov Kaltim hadir Gubernur Rudy Mas’ud mewakili Pemerintah Provinsi Kaltim.
“Kami mengapresiasi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang kembali diraih Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dari BPK. Namun, kami juga menilai bahwa pencapaian administratif ini harus diiringi oleh kualitas belanja dan perencanaan program yang benar-benar berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat,” ujar Sulasih.
Diketahui, realisasi pendapatan daerah Provinsi Kalimantan Timur tahun 2024 mencapai Rp22,08 triliun dari target Rp21,22 triliun atau setara 104,07 persen.
Realisasi belanja mencapai Rp20,46 triliun dari alokasi Rp22,19 triliun atau 92,19 persen. Adapun pembiayaan daerah berasal dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun 2023 senilai Rp976,5 miliar.
Fraksi PKB mendorong agar ke depan, perencanaan belanja lebih realistis dan tepat sasaran.
“Anggaran yang tidak terserap justru menghambat kebutuhan masyarakat. Pembangunan harus berjalan, bukan hanya dirancang,” tegasnya.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2024, ditemukan 27 temuan berkaitan dengan sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Jumlah ini meningkat dibanding tahun sebelumnya.
Beberapa temuan mencolok yang disoroti Fraksi PKB antara lain Sistem penerimaan pajak kendaraan bermotor dan alat berat belum akurat; Belanja jasa kesehatan dan pemberian tunjangan pegawai pada lima SKPD tidak sesuai ketentuan; Kelemahan dalam pengelolaan beasiswa Kaltim Tuntas dan bantuan sosial; Kekurangan volume pekerjaan pada 28 paket belanja modal dan 12 proyek jalan serta irigasi; dan Pengelolaan kas, persediaan, dan aset tetap belum tertib.
“Meningkatnya jumlah temuan dari 21 menjadi 27 harus menjadi alarm bagi seluruh jajaran Pemprov Kaltim. Tata kelola pemerintahan harus segera dibenahi, Kami mendorong agar semua rekomendasi BPK segera ditindaklanjuti dengan rencana aksi konkret.” ujar Sulasih.
Dalam sektor pendidikan, Fraksi PKB meminta perhatian lebih dari Pemprov terhadap infrastruktur, distribusi sekolah, serta penguatan karakter dalam proses belajar-mengajar.
“Kami menyoroti masih kurangnya sarana dan prasarana pendukung pendidikan. Banyak sekolah yang belum memenuhi standar nasional. Proses pembelajaran tidak cukup hanya dengan gedung bagus, tetapi harus dibarengi fasilitas yang memadai,” ungkap Sulasih.
Fraksi PKB juga mendorong pendataan ulang jumlah SMA/SMK negeri dan swasta di setiap kecamatan se-Kaltim, untuk mendukung kebijakan zonasi dan pemerataan akses pendidikan.
“Pemerataan sekolah sangat penting, agar tidak ada anak yang tertinggal hanya karena faktor geografis,” tegasnya.
Dalam sektor pertanian, Fraksi PKB menyampaikan keprihatinan atas kelangkaan pupuk bersubsidi yang masih sering terjadi di sejumlah kabupaten/kota.
“Kelangkaan pupuk menyebabkan harga melonjak dan menyulitkan petani. Ini harus jadi perhatian bersama, karena menyangkut kemandirian pangan daerah,” kata Sulasih.
Sementara dalam sektor lingkungan hidup, meskipun Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Kaltim tahun 2024 mencapai 76,6%, melampaui target 76,5%, fakta di lapangan menunjukkan kerusakan lingkungan yang serius akibat pertambangan.
“Banjir yang kerap melanda hampir seluruh kabupaten/kota di Kaltim, serta kegiatan tambang ilegal, adalah bukti lemahnya pengawasan. Pemerintah harus bertindak tegas. Jangan sampai hukum seolah tak berlaku,” tandasnya.
Fraksi PKB juga menyayangkan masih adanya anggaran belanja modal yang belum terserap sebesar Rp416 miliar. Padahal belanja modal adalah pengeluaran yang memberi manfaat jangka panjang.
“Pemerintah harus lebih serius mengefektifkan belanja modal, karena belanja ini yang mampu meningkatkan kapasitas layanan dan infrastruktur secara langsung,” kata Sulasih.
PKB juga meminta agar penyebaran informasi program oleh OPD tidak lagi harus terpusat pada satu aplikasi saja.
“Berikan kewenangan tematik kepada tiap OPD agar informasi bisa lebih cepat, relevan, dan langsung menyasar masyarakat,” sarannya.
Fraksi PKB juga menyoroti 110 desa di Kaltim yang masih belum teraliri listrik, berdasarkan data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral.
“Di saat kita bicara tentang digitalisasi dan layanan publik berbasis daring, masih ada desa yang belum dialiri listrik. Ini ironis, apalagi Kaltim adalah salah satu penghasil batu bara terbesar di Indonesia,” kata Sulasih.
Ia pun berharap program WiFi gratis di desa yang dicanangkan gubernur dan wakil gubernur dapat disinkronkan dengan program elektrifikasi desa secara menyeluruh.
Sebagai penutup, Fraksi PKB mendorong sinergi berkelanjutan antara Pemprov dan DPRD untuk memastikan pembangunan daerah berjalan efektif dan menyeluruh.“Pembangunan daerah adalah bagian integral dari pembangunan nasional. Karenanya, seluruh proses harus berdampak nyata bagi masyarakat: baik dari sisi ekonomi, sosial, budaya, maupun lingkungan,” pungkasnya.
Penulis : Nai | Editor : Intoniswan | ADV DPRD Kaltim
Tag: Fraksi PKB