Garis Pantai Pulau Sebatik Menyusut 17 Km, Jalan dan Rumah Warga Hilang

Jalan yang sudah disemenisasi setelah rusak kini hilang akibat abrasi bibir pantai (Foto: istimewa/niaga.asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA — Jalan yang sudah disemen, rumah warga dan pohon kelapa milik warga di Desa Tanjung Aru, Kecamatan Sebatik, Kabupaten Nunukan, bersamaan hilang usai terjadinya abrasi pantai.

“Dulu ada jalan yang sudah disemen dekat permukiman penduduk, sekarang jalan hilang terkikis abrasi bibir pantai,” kata Kasubid Rehabilitas Rekonstruksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nunukan Mulyadi kepada niaga.asia, Rabu (22/6).

Panjang susutan garis pantai di tiga wilayah yaitu Kecamatan Sebatik, Sebatik Timur dan Sebatik Utara tahun 2022 mencapai 17 kilometer.

Salah satu faktor penyebab terjadinya abrasi dikarenakan penambangan pasir laut ilegal. Kerusakan lingkungan dampak abrasi pantai yang terlihat jelas sekarang adalah rusaknya fasilitas jalan – jalan umum, perumahan penduduk, kebun masyarakat dan sarana penunjang lainnya.

“Kita sudah usulkan perbaikan jalan di kementerian, termasuk permintaan pembangunan siring pantai dan pemecah gelombang,” ujar Mulyadi.

Selain tambang pasir ilegal, kerusakan lingkungan daerah kepulauan seperti di Sebatik, juga diakibatkan gelombang ekstrim dan penanaman kelapa sawit.

Semakin banyak pohon sawit semakin besar pula air dalam tanah terserap tanaman. Tiap satu pohon kelapa sawit menyerap 2 sampai 30 liter air dalam tanah per hari.

Mengecilnya unsur air dalam tanah yang terus menerus diserap pohon berpotensi menimbulkan tanah longsor dan abrasi.

“Sebaiknya daerah-daerah kepulauan jangan terlalu banyak tanaman kelapa sawit. Karena unsur air dalam tanah bisa habis dan semakin lama, tanah labil mudah bergerak,” sebut Mulyadi.

Permohonan perbaikan lingkungan usulan BPBD Nunukan ke kementerian dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara tahun 2020 dan 2021 terealisasi di tahun 2022 dengan nilai kegiatan Rp 45 miliar dari nilai total usulan Rp 96 miliar.

Kucuran dana perbaikan infrastruktur bibir pantai yang sudah terlaksana saat ini berupa pekerjaan breakwater atau pemecah gelombang. Sedangkan usulan siring pantai dan perbaikan jalan lingkungan belum terealisasi.

“Lokasi abrasi tidak masuk tanggap darurat, jadi sulit bagi pemerintah daerah mengusulkan rekonstruksi rumah-rumah yang terdampak kerusakan,” jelasnya.

Menurut Mulyadi, kerusakan lingkungan di pulau Sebatik sudah menjadi persoalan nasional karena menyangkut garis wilayah pantai yang berbatasan dengan Malaysia.

Lokasi kerusakan terparah akibat abrasi bibir pantai berada di Kecamatan Sebatik Timur, dengan jumlah rumah rumah terdampak rusak parah mencapai 71 unit dan jalan semenisasi yang kini hilang.

“Begitu air pasang ombak besar, pasir pantai terkikis dibawa ombak. Nah di situlah rumah-rumah roboh karena tiang gantung,” demikian Mulyadi.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Rachmat Rolau

Tag: