
Sebagian peserta aksi duduk di atas tembok pagar sebagai bentuk kesetiaan mengawal jalannya demonstrasi. (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Seribuan mahasiswa dan masyarakat di Kalimantan Timur (Kalitm) khususnya Kota Samarinda yang menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor DPRD Kaltim, jalan Teuku Umar Samarinda, Senin (1/9), kocar-kacir setelah terkena gas air mata yang ditembakkan aparat Kepolisian.
Massa aksi menyampaikan 11 poin tuntutan yang dinilai mewakili jeritan rakyat, mulai dari penolakan RKUHP, revisi kebijakan tambang, penolakan kenaikan tunjangan DPR RI, hingga evaluasi kebijakan kenaikan pajak.
Pantauan di lokasi, massa aksi memenuhi ruas jalan di depan gedung DPRD Kaltim sejak siang hari. Sebagian dari mereka membawa bendera berbagai organisasinya. Bahkan ada yang membawa dan mengibarkan bendera One Piece sebagai simbol perjuangan.
Sementara itu, sejumlah massa menaiki pagar hingga bangunan sekitar untuk menyaksikan jalannya orasi. Situasi mulai memanas ketika massa mendesak masuk ke halaman DPRD. Beberapa orang melemparkan bom molotov hingga memicu kepulan asap di sekitar lokasi.
Melihat kondisi yang berpotensi ricuh, aparat Kepolisian menurunkan kendaraan taktis dan memperketat barisan dengan tujuan untuk menghalau massa aksi demonstrasi yang mencoba menerobos masuk ke gedung Karang Paci.
Ketegangan mencapai puncaknya pada pukul 18.00 WITA. Aparat akhirnya menembakkan gas air mata sesaat setelah massa enggan membubarkan diri. Suasana berubah kacau, mahasiswa dan masyarakat terlihat panik berhamburan ke ruas-ruas jalan Muhammad Said, Teuku Umar, MT Haryono, hingga Tengkawang.
Kepanikan paling terlihat di kalangan remaja perempuan yang ikut serta. Beberapa sempat berusaha masuk ke sebuah toko sekitar lokasi untuk berlindung. Namun hal itu terhindarkan sebab mereka saling mengingatkan agar tetap tertib dan memilih berlari ke jalan-jalan sekitar.

Sebelumnya, aksi unjuk rasa yang dikelola mahasiswa mendapat perhatian langsung dari anggota DPRD Kaltim. Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud didampingi Subandi dari Fraksi PKS menemui mahasiswa.
Ia mengapresiasi aspirasi yang dibawa oleh para mahasiswa dan akan mengawal semua tuntutan mereka hingga ke tingkat nasional. Menurutnya, 11 poin yang telah disampaikan sangat baik berorientasi memperjuangkan kepentingan rakyat.
Salah satu tuntutan yang disoroti adalah peninjauan ulang Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Subandi merasa terdapat kekhawatiran masyarakat terkait pasal yang berpotensi membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi.
“Ini saya setuju, harus dievaluasi lagi. Supaya rancangan undang-undang ini jangan buru-buru dijadikan undang-undang oleh DPR RI. Perlu ditinjau ulang, karena kita ini negara demokrasi. Hak bersuara dan menyampaikan aspirasi dilindungi undang-undang,” ujarnya.
Persoalan tambang di Tanah Borneo pun juga menjadi perhatian anggota komisi III DPRD Kaltim tersebut, yang menurutnya tambah ini justru lebih banyak mendatangkan kerusakan lingkungan daripada kesejahteraan rakyat.
Kondisi ini dinilai tidak lepas dari berlakunya Undang-undang Cipta Kerja (Omnibus Law), yang menarik kewenangan perizinan minerba sepenuhnya ke pemerintah pusat.
“Akibatnya daerah tidak punya kewenangan untuk menutup atau menindak saat terjadi pelanggaran. Padahal dampak lingkungannya dirasakan langsung oleh masyarakat Kaltim. Contohnya kerusakan hulu yang membuat Samarinda sedikit hujan saja sudah banjir. Ini harus dievaluasi kembali,” jelasnya.
Kenaikan Pajak dan tunjangan DPR RI juga menjadi sorotan. Ia dengan tegas menolak wacana tersebut dan menilai langkah ini tidak pantas dilakukan di tengah kondisi ekonomi rakyat yang sedang sulit-sulitnya.
“Daya beli masyarakat menurun, lapangan kerja makin sempit. Pemerintah harus peka, jangan menaikkan tunjangan DPR RI. Saya mendukung penuh tuntutan mahasiswa soal ini,” katanya.
Hal serupa ia sampaikan terkait rencana kenaikan pajak. Menurutnya, beban hidup masyarakat di Indonesia khususnya Kaltim sudah sangat berat, sehingga kebijakan ini hanya akan memperlebar ketimpangan sosial.
“Saya benar-benar tidak setuju. Pemerintah sebaiknya mencari solusi lain untuk menutup anggaran, misalnya dengan memaksimalkan pengelolaan sumber daya alam (SDA) atau mengembalikan aset hasil korupsi. Jangan masyarakat yang susah ini justru dibebani pajak lebih tinggi,” terangnya.
Dalam orasinya, massa juga menyinggung soal pendidikan dan hukum. Subandi yang melihat itu, sependapat bahwa pendidikan tidak boleh dianggap beban pemerintah. Melainkan, harus diingat bahwa pendidikan merupakan investasi jangka panjang untuk mencetak generasi cerdas.
Selain itu, Subandi juga menekankan agar penegakan hukum di Indonesia seharusnya tidak tebang pilih. Seyogyanya, hukum itu tak boleh hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas.
“Perlakuan harus sama di muka hukum. Ini yang sering bisa mencederai rasa keadilan masyarakat,” tegasnya.
Seluruh tuntutan mahasiswa dan masyarakat ini ditegaskan Subandi, harus direspon serius. DPRD Kaltim memiliki kewajiban meneruskan aspirasi tersebut ke DPR RI hingga Presiden.
“Semua tuntutan tersebut orientasinya untuk perbaikan negara. Saya mendukung adanya evaluasi,” pungkasnya.
Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan
Tag: Unjuk Rasa