
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Jumlah korban tewas akibat gempa di Turki dan Suriah telah mencapai 28.000 orang. Jumlah itu diperkirakan akan terus bertambah lantaran peluang menemukan lebih banyak korban selamat semakin kecil, meskipun ada sejumlah individu yang berhasil diselamatkan.
Di tengah upaya pencarian dan penyelamatan, kerusuhan berlangsung di Turki selatan.
Tim SAR Jerman dan tentara Austria menghentikan operasi pencarian pada Sabtu (11/02) karena terjadi bentrokan antara kelompok yang tidak disebutkan namanya.
Keamanan diperkirakan akan memburuk karena persediaan makanan berkurang, kata seorang penyelamat.
Hampir 50 orang telah ditangkap karena menjarah dan beberapa senjata disita, sebut media lokal.
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengatakan dia akan menggunakan kekuatan darurat untuk menghukum siapa pun yang melanggar hukum.
Seorang juru bicara militer Austria mengatakan pada Sabtu (11/02) pagi bahwa bentrokan antara kelompok tak dikenal di Provinsi Hatay telah menyebabkan puluhan personel dari Unit Penanggulangan Bencana Pasukan Austria mencari perlindungan di sebuah kamp dengan organisasi internasional lainnya.
“Ada peningkatan agresi antarfaksi di Turki,” kata Letnan Kolonel Pierre Kugelweis dalam sebuah pernyataan. “Peluang menyelamatkan nyawa tidak memiliki hubungan yang masuk akal dengan risiko keselamatan.”
Beberapa jam setelah Austria menghentikan upaya penyelamatannya, Kementerian Pertahanan Austria mengatakan bahwa tentara Turki telah turun tangan untuk memberikan perlindungan sehingga operasi penyelamatan dilanjutkan.
Kelompok pencarian dan penyelamatan ISAR cabang Jerman dan Badan Federal untuk Bantuan Teknis (TSW) Jerman juga menghentikan operasi, dengan alasan masalah keamanan.
“Semakin banyak laporan bentrokan antara faksi yang berbeda, tembakan juga telah dilepaskan,” kata juru bicara ISAR, Stefan Heine.
Steven Bayer, manajer operasi ISAR, memperkirakan keamanan akan memburuk karena makanan, air, dan harapan semakin tipis.
“Kami mengawasi situasi keamanan dengan sangat cermat seiring perkembangannya,” katanya.
Tim penyelamat Jerman mengatakan mereka akan melanjutkan pekerjaan segera setelah pihak berwenang Turki menganggap situasi aman, lapor kantor berita Reuters.
Wakil Presiden Turki, Fuat Oktay, mengumumkan pada Sabtu (11/02) bahwa jumlah korban tewas di Turki telah meningkat menjadi 24.617 orang.
Sementara Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, belum mengomentari kerusuhan yang dilaporkan di Hatay. Dia menegaskan bahwa pemerintah akan mengambil tindakan terhadap mereka yang terlibat dalam kejahatan.
“Kami telah menyatakan keadaan darurat,” kata Erdogan. “Artinya, mulai sekarang, orang-orang yang terlibat penjarahan atau penculikan harus tahu bahwa tangan tegas negara ada di belakang mereka.”
Media pemerintah melaporkan pada hari Sabtu bahwa 48 orang telah ditangkap karena penjarahan, menurut kantor berita AFP. Media pemerintah Turki melaporkan beberapa senjata disita, bersama dengan uang tunai, perhiasan, dan kartu bank.
Mehmet Bok, 26, yang mencari rekan kerja di sebuah gedung yang runtuh di Antakya, mengatakan kepada Reuters: “Orang-orang menghancurkan jendela dan pagar toko dan mobil.”
Presiden Turki menyebut gempa bumi itu sebagai ‘bencana (paling besar) abad ini’.
Presiden Recep Tayyip Erdogan akui ‘bantuan tak secepat yang diinginkan’
Menurut kabar dari KBRI, dua orang warga Indonesia yang berada di Kahramanmaras – ibu dan anaknya – ditemukan meninggal dunia di bawah reruntuhan.
“Tim KBRI Ankara yang diterjunkan ke lokasi telah mengurus pemulasaraan jenazah,” kata Judha Nugraha dari Kementerian Luar Negeri Indonesia.
Sementara itu, dua WNI pekerja spa therapist masih berstatus “belum bisa dihubungi” di Dyarbakir dan dalam pelacakan tim evakuasi KBRI.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memulai kunjungannya ke area-area terdampak gempa, sementara tim penyelamat berpacu dengan waktu untuk menemukan korban selamat di bawah reruntuhan.
Menanggapi kritik lambatnya penanganan dan penyelamatan di sejumlah area terdampak, Erdogan mengakui ada beberapa masalah dengan tanggap darurat di masa awal bencana.
Namun sekarang semua sudah berjalan normal, kata dia.
“Awalnya ada masalah di bandara-bandara dan di jalan-jalan, tapi hari ini semuanya sudah lebih mudah, dan besok akan lebih mudah lagi,” ujar Erdogan.
“Kami telah memobilisasi semua sumber daya,” tambahnya. “Negara menjalankan tugasnya.”
Sementara itu, diwarnai kepanikan, keluarga korban di salah satu kota di Turki yang mengungsi di sekitar puing-puing bangunan, ikut terlibat dalam upaya penyelamatan, dengan menggunakan kapak dan linggis.
Sejumlah keluarga yang berduka mengatakan upaya penyelamatan korban yang berada di bawah reruntuhan “berjalan terlalu lama”
Gempa berkekuatan 7,8 skala Richter pertama terjadi di dekat Kota Gaziantep, Turki, pada Senin (06/02) dini hari, diikuti gempa berikutnya beberapa jam kemudian yang berkekuatan 7,5.
‘Berpacu dengan waktu’
Tim penyelamat masih berpacu dengan waktu untuk menyelamatkan korban gempa di Turki selatan dan Suriah utara yang tertimpa reruntuhan bangunan.
Badan penanggulangan bencana Turki telah mengerahkan 24.400 personel untuk membantu proses evakuasi.

‘Orang-orang mengirim pesan suara dari bawah reruntuhan’
Seorang jurnalis Turki, yang berbasis di Istanbul, menjelaskan situasinya.
“Orang-orang masih berada di bawah [reruntuhan] bangunan, mereka butuh bantuan,” kata Ibrahim Haskologlu.
Dia memberi tahu BBC bahwa orang-orang mengirim pesan suara, kepadanya dan jurnalis lainnya, dari bawah reruntuhan.
Orang-orang itu memberi tahu lokasi mereka dan Haskologlu mengatakan, “kami tidak bisa berbuat apa-apa”.
Di Suriah, keadaan juga sama getirnya, dengan perasaan kehilangan yang menyebar lebih cepat dari laju proses penyelamatan.
Di perbatasan Turki dengan Suriah, kabar kesedihan berdatangan dari Provinsi Hatay, salah satu area yang paling parah terkena dampak gempa.
Di dalam kegelapan, sebuah potongan video menunjukkan seorang warga mencari di antara reruntuhan. Dia sepertinya yakin ada seseorang yang masih hidup di bawah puing-puing. “Tolong teriak lebih keras,” dia memohon.
“Seperti yang bisa Anda lihat, ada jasad seseorang di sini. Orang ini telah meninggal dunia dan tidak ada yang memindahkan dia. Dan dari bawah reruntuhan di baliknya, terdengar suara seorang perempuan.”
Ketika dia mengatakan itu, suara teriakan seorang perempuan terdengar dari balik puing. Dia berteriak lagi, lalu ia memukul sebuah besi, berusaha mendapatkan perhatian pria itu.
Namun tidak ada yang bisa dilakukannya seorang diri. Seluruh bangunan rumah itu telah runtuh dan butuh alat berat untuk mengangkat semua puing ini.
Kisah-kisah tentang teriakan minta tolong yang tak terjawab, terus terdengar di seluruh wilayah ini.
Terus berdatangan tim SAR ke kawasan terdampak gempa
Istanbul telah mengirim sekitar 13.000 personel penyelamat ke zona yang terdampak pada Selasa (07/02) pagi, kata Gubernur Ali Yerlikaya.
Tim tersebut terdiri dari staf dan relawan, dan dikirim secara khusus ke Provinsi Hatay.
Hatay mengalami kerusakan paling parah akibat gempa Senin. Landasan pacu di Bandara Hatay terbelah menjadi dua bagian.
Haskologlu sendiri berasal dari Malatya, salah satu daerah yang paling terkena dampak gempa bumi kemarin. Dia berencana untuk pulang secepat mungkin dan memberikan bantuan, jika dibutuhkan.
‘Berpacu dengan waktu,’ kata ahli medis dan pakar bencana
Tim penyelamat berpacu dengan waktu dan sejumlah faktor yang dihadapi di lokaso bencana, kata seorang pakar kebencanaan.
Kurangnya air dan oksigen merupakan kendala utama untuk bertahan hidup, kata Dr Richard Edward Moon dari Duke University.
Setiap orang dewasa kehilangan hingga 1,2 liter air setiap hari.
“Itu terjadi pada urine, hembusan napas, uap air, dan keringat. Pada titik di mana delapan atau lebih liter air telah hilang, saat itulah seseorang menjadi sakit kritis,” kata Dr Moon, yang berbicara di BBC Newsday.
Selain itu, saat ini Turki dan Suriah sedang dibekap musim dingin.
Rata-rata orang dewasa dapat mentolerir suhu hingga sekitar 21C tanpa kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan panas. Tetapi ketika semakin dingin, itu adalah hal yang berbeda.
“Pada titik itu, suhu tubuh pada dasarnya mengikuti suhu lingkungan. Dan kecepatan terjadinya hal itu akan bergantung pada isolasi yang mungkin dimiliki orang tersebut, atau seberapa banyak tempat berlindung di bawah tanah yang mungkin mereka miliki.
“Namun pada akhirnya, banyak dari ini orang yang tidak beruntung akibat kemungkinan mengalami hipotermia,” kata Dr Moon.
“Keprihatinan saya tertuju kepada mereka yang terjebak [di bawah reruntuhan], dan juga kepada para pekerja yang melakukan yang terbaik untuk mengeluarkan mereka dari masalah.”
‘Suhu membeku, menyulitkan upaya pencarian korban’
Suhu yang membeku, salju, serta hujan telah menghambat upaya pencarian korban di Turki.
Sebagian korban, yang terjebak di bawah reruntuhan, berteriak meminta tolong, tapi upaya penyelamatan dihadapkan kendala yang tidak gampang.
Seorang pria di Kota Hatay, di satu provinsi di wilayah selatan Turki, tak kuasa menahan tangis di tengah hujan.

Saat itu dia menjelaskan kepada Kantor Berita Reuters bahwa warga menantikan kehadiran tim penyelamat, tapi belum ada yang datang.
“Mereka berteriak meminta tolong [dari bawah reruntuhan], tapi tidak ada [tim penolong] yang datang,” kata Deniz yang terlihat putus asa.
“Kami frustasi. Ya Tuhan… Mereka berteriak. Mereka berkata, ‘Selamatkan kami,’ tapi kami tidak bisa menyelamatkan mereka…. Tidak ada seorang [tim penolong] pun sejak pagi.”
Sementara itu, di Suriah, Raed al-Saleh dari White Helmets – tim penyelamat di wilayah yang dikuasai kelompok pemberontak – mengatakan mereka “berpacu dengan waktu untuk menyelamatkan nyawa orang-orang yang berada di bawah reruntuhan”.
‘Kami hanya ingin pakaian hangat anak-anak’
Seorang perempuan tua menangis dan meratap dengan bahasa Kurdi, menanti kabar dari adik ipar dan keponakannya yang terjebak di bawah reruntuhan.
Tetangga-tetangganya datang menghampiri, mencoba menenangkannya.
“Mereka baru saja menyelamatkan seseorang beberapa menit lalu, mereka akan menyelamatkan keluargamu juga,” kata mereka.
Harapannya menipis, apalagi keluarganya tinggal di lantai dasar bangunan 12 lantai.
“Mereka semua di lantai dasar, tidur, saya tidak tahu apa ada yang bisa mencapai mereka… dan sekarang sangat dingin, anak-anak saya akan membeku di bawah reruntuhan,” kata dia.
Cuaca dingin, hujan, dan gempa susulan mempersulit proses penyelamatan di Diyarbakir – juga di sebagian besar lokasi terdampak gempa.
Warga yang meninggalkan rumah mereka dengan terburu-buru pada dini hari ketika gempa pertama menyerang, takut kembali ke kediamannya untuk sekadar mengambil jaket atau sepatu.
Di Malatya, Ozgul Konacki meninggalkan gedung tempat tinggalnya bersama keluarganya dan menyaksikan lima bangunan di dekat tempat tinggalnya telah runtuh. Banyak tetangganya terperangkap di bawah reruntuhan.
“Mereka masih mencoba menyelamatkan para korban, tapi sekarang sangat dingin dan bersalju. Kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan, jadi kami hanya bisa menunggu,” kata dia.
“Beberapa orang ingin kembali ke rumah karena terlalu dingin, tapi kemudian ada gempa susulan dan mereka ke luar lagi.”
Dia menambahkan, “Kami hanya ingin mengambil pakaian hangat untuk anak-anak.”
Prakiraan cuaca menyebut usaha penyelamatan beberapa hari ke depan mungkin terkendala cuaca buruk di sejumlah area terdampak.
Di Turki, area di sekitar lokasi gempa pertama diperkirakan akan hujan lebat, sementara suhu akan turun hingga 3-4C di siang hari dan di bawah 0C di malam hari.
Salju setebal 3-5cm diperkirakan akan turun, sementara di bagian utara Turki, hujan salju akan lebih lebat.
Setidaknya 2.800 bangunan diperkirakan hancur karena gempa pertama pagi ini, yang berarti ribuan orang tidak akan punya tempat berlindung.
Mengira akan ‘akan mati’
Seorang pria mengatakan kepada BBC bahwa dia yakin keluarganya “akan mati” ketika gempa mengguncang apartemen berlantai lima, tempat mereka tinggal, di Kota Adana, Turki bagian selatan.
“Saya belum pernah melihat yang seperti ini dalam hidup saya. Kami bergoyang hampir satu menit,” ujar Nilüfer Aslan.
Saat guncangan itu, dia memanggil para anggota keluarganya yang berada di kamar lain.
“[Saya berkata] ‘Ada gempa, mari kita mati bersama di tempat yang sama’… Itu satu-satunya hal yang terlintas di pikiran saya.”
Ketika gempa berhenti, Aslan melarikan diri ke luar apartemen.
“Saya tidak membawa apa pun, saya berdiri di luar dengan bersandal,” ungkapnya, seraya menyaksikan empat bangunan di sekitarnya runtuh.
‘Tidak pernah merasakan hal seperti ini dalam 40 tahun’
Warga setempat menggambarkan ketakutan dan kebingungan saat gempa dahsyat mengguncang pada dini hari.
“Lukisan berjatuhan dari dinding rumah,” ungkap Samer, warga ibu kota Suriah, Damaskus, kepada Kantor Berita Reuters.
“Saya terbangun dengan dibekap ketakutan. Kami sekeluarga kemudian berdiri di depan pintu.”
Di Kota Gaziantep, Turki, seorang warga bernama Erdem menggambarkan guncangan hebat.
“Saya tidak pernah merasakan hal seperti ini selama 40 tahun hidup saya,” katanya kepada Reuters melalui telepon.
“Semua orang duduk di mobil mereka, atau mencoba mengemudi ke ruang terbuka yang jauh dari bangunan.”
“Saya membayangkan tidak ada satu orang pun di Gaziantep yang ada di rumah mereka sekarang.”
Pria lainnya di Kota Pazarcık mengatakan, keluarganya terbangun karena guncangan kuat, dan menanti dengan cemas hingga fajar tiba, dalam dekapan cuaca dingin dan suasana tegang.
“Ada bangunan yang hancur di sekitar saya, ada rumah yang terbakar. Ada bangunan yang retak. Sebuah bangunan runtuh hanya berjarak 200 meter dari tempat saya berada sekarang,” kata Nihat Altundağ, sepertyi dilaporkan The Guardian.
“Orang-orang semua di luar, semua dalam ketakutan.”
Turki terletak di salah satu zona jalur gempa paling aktif di dunia.
Pada 1999, lebih dari 17.000 orang tewas menyusul gempa kuat yang meluluhlantakkan bagian barat laut negara tersebut.
Di Diyarbakir timur laut Gaziantep, pencarian sedang dilakukan untuk orang-orang yang terjebak di bangunan yang rusak
**) Artikel ini bersumber dari BBC News Indonesia yang sudah tayang dengan judul; Gempa Turki dan Suriah: Jumlah korban meninggal dunia mencapai 28.000 orang, ‘bencana terbesar abad ini’
Tag: Gempa Turki dan Suriah