Guru Swasta Tak Memiliki JKN-KIS, Komisi I DPRD Bontang Minta Pemkot Bontang Carikan Solusi

aa

aa
Rapat dengar pendapat antara Komisi I DORD Bontang bersama Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana (Dinkes-KB), Kepala Badan Koordinasi Dakwah Indonesia Bontang (BKDIB), Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia (IGTKI), Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini (HIMPAUDI), dan Persatuan Guru Swasta (PGS). (Foto Ismail)

BONTANG.NIAGA.ASIA-Komisi I DPRD Bontang meminta Pemerintah Kota Bontang mencarikan solusi agar guru di sekolah-sekolah swasta di Bontang yang tak memiliki JKN-KIS (Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat) bisa memiliki JKN-KIS, sehingga bisa mendapatkan layanan kesehatan gratis layaknya peserta BPJS-Kesehatan.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi I DPRD Bontang, Bilher Hutahaean dan anggota Komisi I, Setyoko Waluyo dan Yabdri Dassa dalam rapat dengar pendapat  dengan Kepala Badan Koordinasi Dakwah Indonesia Bontang (BKDIB), Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia (IGTKI), Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini (HIMPAUDI), dan Persatuan Guru Swasta (PGS), dan dihadiri Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana (Dinkes-KB) Kota Bontang, Senin (4/2/2019) pagi.

Menurut Setyoko sebanyak 123 lembaga swasta yang ada di Kota Bontang sebagian besar para gurunya tergabung dalam Persatuan Guru Swasta (PGS) belum terdaftar sebagai peserta BPJS- Kesehatan. “Hal itu yang mendorong Komisi I agar Pemkot Bontang mencarikan solusinya,” ucap Setyoko yang sebelum menjadi anggota Dewan adalah seorang guru swasta di salah satu sekolah di Bontang. Dikatakan, guru swasta di Bontang tercatat ber-KTP Bontang, sehingga menjadi tanggung jawab Pemkot Bontang agar mereka menjadi peserta BPJS-Kesehatan.

Sementara itu Bilher menambahkan, setelah mendapat berbagai informasi dari gru swasta, selanjutnya Komisi I akan melakukan rapat  BPJS-Kesehatan dan Dinas Pendidikan agar ditemukan cara agar guru swasta menjadi peserta BPJS-Kesehatan tanpa membayar iuran. “Guru swasta di Bontang penghasilannya, atau gajinya sebagian besar di bawah Upah Minimum Kota (UMK).Banyak guru swasta gajinya dibawah Rp1 juta per bulan, bahkan ada pula yang tidak mendapatkan penghasilan. Ini harus di sikapi dengan serius baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,” terangnya.

aa
Wakil Ketua Komisi I DPRD Bontang, Bilher Hutahaean dan anggota Komisi I, Setyoko Waluyo dan Yabdri Dassa . (Foto Ismail)

Menanggapi  kondisi gru swasta tersebut, Kepala BPJS-Kesehatan Bontang, Laily Jumiati mengatakan, sesuai regulasi, seluruh perusahaan swasta wajib mendaftarkan karyawannya menjadi peserta BPJS-Kesehatan. “Berdasarkan Undang-Undang No 24 tahun 2011 tentang BPJS, perusahaan wajib mengikutsertakan pegawai mereka untuk mengikuti program ini,” terangnya.

Selain itu, kata Laily untuk kepesertaan karyawan atau guru swasta yang bernaung di bawah yayasan yang berbadan hukum memiliki keuntungan tersendiri yakni dari segi besaran iuran ada potongan, atau  lebih ringan jika mendaftar sebagai peserta mandiri. “Yang dibayar sebanyak 5 persen, 4 persen dari perusahaan dan 1 persen dari peserta dan ini untuk lima kepala. Ketimbang ikut peserta mandiri, pembayaran akan semakin besar,” terangnya.

Dalam kesempatan lain, Sekertaris PGS Kota Bontang Marselinus mengatakan bahwa sebanyak 2000 guru swasta yang ada di Kota Bontang hanya mengikuti Jamkesda hal ini dilakukan lantaran penghasilan yang mereka terima tidak mencukupi jika harus ikut membayar iuran BPJS Kesehatan.  “Disini kami mengharapkan adanya solusi yang terbaik dari pemkot Bontang, mengingat kami ini juga salah penyumbang terbesar di dunia pendidikan,” harapnya. (adv)