Harga Cabai Nunukan Tembus Rp 200 Ribu Per Kilogram

Rohaniah, pedagang cabai di pasar Sentral Inhutani Nunukan. (Foto Budi Anshori/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Harga cabai rawit lokal di pasar Sentral Inhutani Nunukan naik tajam,  dari 120 ribu kilogram per kilogram naik Rp 200 ribu per kilogram, setelah stok kosong sejak 3 hari lalu atau pasca lebaran Idul Adha.

“Stok cabai rawit di semua pasar tradisional Nunukan kosong sejak 3 hari ini, kata salah seorang pedagang sayuran di pasar Sentral Inhutani Nunukan, Rohaniah pada Niaga.Asia, Rabu (13/07/2022).

Tidak tersedianya stok cabai di pasar, disebabkan belum adanya pasokan cabai dari Parepare, Sulawesi Selatan (Sulsel). Pedagang memperkirakan harga baru turun setelah cabai dari Sulsel  datang 3 atau 4 hari lagi.

Harga cabai rawit yang  begitu mahal mulai dikeluhkan masyarakat, terutama pemilik rumah makan.

“Pembeli cabai terbesar itu pemilik rumah makan, mereka mengeluh terlalu mahal harga dan itupun barangnya langka,” kata Rohaniah.

Harga cabai lokal sebelum lebaran Idul Adha sudah mengalami kenaikan dari Rp 80 per kilogram menjadi Rp 120 ribu per kilogram, sedangkan cabai Sulsel dijual sekitar Rp 80 ribu sampai 100 ribu per kilogram.

Kenaikan harga cabai tidak diikuti sayuran lainnya, harga tomat, kentang, wortel, kacang panjang dan cabai keriting masih di kisaran normal karena stok barang masih tersedia cukup untuk 3 hari kedepan.

“Saya punya cabai lokal tapi stoknya sedikit sekali, kalau ditanya adakah pembelinya, tetap ada saja, susah orang kalau tidak makan cabei,” ujarnya.

Kondisi sama disampaikan Najwan, pedagang sayuran di pasar Sentral Inhutani Nunukan ini mengaku sempat menjual cabai lokal di harga Rp 180 ribu per kilogram, namun kini stok barang sudah habis.

“Ada kemarin saya jual cabai lokal tapi sudah habis, tahulah lebaran banyak orang pakai cabai masak-masak daging” tuturnya.

Kekosongan cabai dan naiknya harga jual selalu terjadi pasca lebaran, dimana kapal-kapal penumpang seperti KM Thalia, Catellya dan Queen Soya yang biasa membawa sembako belum berlayar menuju Nunukan.

Kapal-kapal ini biasanya datang pelabuhan Tunon Taka Nunukan setelah satu minggu lebaran membawa penumpang cukup banyak dan barang pesanan agen – agen pedagang.

“Naik turunnya cabai tergantung kedatangan kapal Sulsel, produksi tanaman cabai lokal Nunukan tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat,”  terangnya.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Rachmat Rolau

Tag: