Harga TBS Sawit di Nunukan Anjok ke Rp500 per Kilogram

Kelompok Tani Pekebun Sawit menyamapaikan keinginan menjual tandan buah segar sawit ke Malaysia dalam RDP  dengan DPRD Nunukan. (Foto Istimewa/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Harga tandan buah segar (TBS) sawit di Kabupaten Nunukan anjlok ke Rp500 per kilogram. Harga yang begitu rendah dikeluhkan sejumlah perwakilan kelompok tani  kepala sawit Sebakis saat bertemu dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nunukan, bahkan petani menyampaikan keinginan menjual sawit mereka ke Malaysia.

“Barusan kita rasa begini, pernah juga harga TBS murah tapi harga barang-barang ketika itu murah, tidak seperti sekarang serba naik,” kata perwakilan kelompok tani Sebakis, Kadir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dipimpin Ketua Komisi II DPRD Nunukan Wilson, Jum’at (01/07/2022)

Selama berkebun sawit, petani tidak pernah menyampaikan keluhan harga TBS, petani tetap menerima kenyataan anjloknya harga dengan tetap bertahan ditengah kerugian.

Sama halnya diungkapkan Martagita, anggota kelompok tani ini mengeluhkan tingginya harga pupuk dan racun rumput, sementara harga sawit anjlok, sedangkan harga minyak goreng semakin naik dan susah didapatkan.

“Kami minta tolong bolehkan petani jual TBS  ke Malaysia, karena disana harga masih stabalil diatas Rp 1 juta per ton atau di atas Rp1000 per kilogram,” ucapnya.

Kesulitan Beli Beras

Anjloknya TBS berdampak pada kemampuan petani memenuhi kebutuhan sembako, yakni  mulai kesulitan membeli beras dan minyak makan. Karena itu, jika harga jual di Indonesia tetap begini, tolong izinkan petani menjual hasil kebun ke Malaysia.

Kehidupan ekonomi petani semakin miskin lantaran kebutuhan penunjang produksi perkebunan sawit jauh diatas harga jual, sedangkan mereka melihat harga minyak makan yang dihasilkan dari TBS tidak pernah turun.

“Saya tidak sekolah, hanya bertani sawit usaha kami, kalau begini terus susah mau beli susu anak, bagaimana  anak-anak sekolah,” tutur Martagita.

Tanggapan Disbun

Menanggapi anjloknya TBS, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Nunukan, Muhtar, menyatakan persoalan anjloknya harga TBS terjadi secara nasional dan kewenanangan penentuan harga pemerintah privinsi.

“Saya pahami keadaan petani, persoalan ini dilematis bagi petani ditengah naiknya harga pupuk dan racun yang semakin tinggi,” terangnya.

Muhtar menjelaskan, beberapa pabrik kelapa sawit  tidak menerima TBS milik petani mandiri karena terkendala Peraturan Menteri Pertanian 1 Tahun 2008 Pasal 4 perihal perusahaan pembeli TBS.

Dimana dalam Pasal 4 menjelaskan perusahaan membeli TBS produksi pekebun mitra melalui kelembagaan pekebun untuk diolah dan dipasarkan sesuai dengan perjanjian kerja secara tertulis yang diketahui bupati atau gubernur sesuai kewenangannya.

‘’Penetapan harga dari pemerintah hanya berlaku bagi petani plasma dan kemitraan diluar petani mandiri,’’ jelasnya.

Penolakan pembelian TBS oleh perusahaan menjadi pemicu anjoknya harga, hal ini tidak lepas dari masih banyaknya stok bahan baku di kilang-kilang pengolahan minyak yang belum terjual.

Saat ini hanya ada 5 perusahaan membeli TBS yaitu, PT PNS, PT Sampoerna, PT NSM, PT Sebaung dan PT NJL, perusahaan sawit lainnya yang biasanya membeli TBS tutup karena minyak di tangki penyimpanan belum terjual.

“Kelompok tani yang sudah bermitra dengan perusahaan jangan jual TBS ke lain, Kemitraan ini pula standar jenis TBS yang bisa diolah pabrik,” jelasnya.

Penulis ; Budi Anshori | Editor : Rachmat Rolau

Tag: