Hari Pertama PTM, Siswa MI Mutiara Perbatasan Bahagia dan Tidak Ingin Pulang

Siswa Madrasah Ibtidaiyah Mutiara Perbatasan Sei Menggaris mengikuti PTM hari pertama (foto Istimewa/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Rasa bahagia terpancar di raut wajah siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) Mutiara Perbatasan  Kecamatan Sei Menggaris, Kabupaten Nunukan yang sejak Senin 30 Agustus 2021 memulai Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas. Bahkan siswa ada yang tidak ingin segera pulang ke rumah setelah jam belajar berakhir.

Yayasan pendidikan swasta untuk pelajar setingkat sekolah dasar yang berlokasi di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia ini, kembali mengaktifkan belajar tatap muka sejak dihentikan paska pandemi Covid-19 melanda Mei 2020.

Ketua Yayasan MI Mutiara Perbatasan, Rusmini Hakim mengaku terharu dan sedikit lucu melihat tingkah laku anak-anak di hari pertama sekolah. Rasa rindu teman-teman dan ustazah serta ustad perlihatkan dengan saling berpelukan.

“Kami bingung dan lucu lihat tingkah anak-anak, mereka sangat bahagia bertemu guru dan teman-teman di sekolah,” katanya pada Niaga.Asia, Rabu (01/09).

Terlebih saat jam belajar selesai pukul 10:00 Wita, hampir semua siswa tidak ingin pulang kembali ke rumah. Anak-anak tetap ingin berada di sekolah, baik bermain ataupun mengerjakan tugas bersama ustazah dan ustad.

Waktu PTM hari pertama dihabiskan siswa dengan meminta ustazah dan ustad mengerjakan semua tugas pelajaran. Padahal, setiap hari guru selalu mengirimkan pelajaran secara online maupun mengantar pelajaran ke rumah  murid yang tidak memiliki handphone.

“Saking kangennya, anak-anak memanfaatkan PTM hari pertama seperti reuni bertemu teman lagi sampai-sampai tidak mau pulang ke rumah,” beber Rusmini.

Yayasan pendidikan Islam pertama di wilayah 3 Kabupaten Nunukan ini berdiri sejak tahun 2017. Sekolah yang memiliki siswa kelas I sampai kelas IV lebih banyak menampung anak-anak buruh perusahaan perkebunan sawit.

“Jumlah siswa kami 67 orang, ustazah 4 orang dan 1 orang ustad, sekolah ini baru berusia 4 tahun. Kami punya mimpi yang indah untuk sekolah perbatasan terus berkembang,” ucapnya.

Menurut Rusmini, tangis dan senyum mengisi sepanjang PTM hari pertama. Semua siswa teriak-teriak saat bertemu ustadzah dan ustad, rasa rindu tidak dapat dipungkiri. Selain itu, pelajar merasa bosan terus menerus berada di rumah.

Momen-momen seperti ini dipastikan terjadi pula di sekolah-sekolah lainnya. Kerinduan datang ke sekolah, bertemu teman dan guru sudah lama dinantikan pelajar layaknya sesuatu yang ditunggu-tunggu telah datang.

“Kata anak-anak, mereka bosan bermain, nonton tv sendiri di rumah, orang tuanya sibuk kerja di perkebunan sawit,” tuturnya.

Rusmini menerangkan, sebagian pelajar MI Mutiara Sei Menggaris, bermukim cukup jauh, sekitar 15 kilometer dari sekolah. Untuk memudahkan pendidikan anak-anak, Rusmini menawarkan rumah pribadinya untuk tempat tinggal.

Rumah pondok-pondok tumpangan bagi pelajar yang disiapkan Rusmini cukup dekat dengan sekolah, anak-anak bisa berjalan kaki agar tepat waktu sampai di sekolah.

“Ada 4 orang anak ditampung di rumah, sore hari mereka bisa belajar mengaji, malam-malam bisa ikut-ikut sholat,” ucapnya.

Pembelajaran PTM terbatas di MI Mutiara menerapkan protokol kesehatan. Tiap pelajar diharuskan mencuci tangan dan memakai masker saat memasuki lingkungan sekolah.

Waktu PTM hari pertama dan kedua dibatasi maksimal pukul 10:00 Wita dan akan diperpanjang melihat situasi pandemi, pihak sekolah juga meminta orang tua menyiapkan bekal minum dan makan bagi anaknya.

“Agak sulit menerapkan sekolah daring untuk anak-anak, orang tuanya sibuk kerja dan hp dibawa, sedangkan anaknya tinggal di rumah tanpa pendampingan,” ujarnya.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Rachmat Rolau

Tag: