Harmonisasi Skema Dukungan Likuiditas Perbankan Harus Jelas

Anggota Komisi XI DPR-RI Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin. Foto : Dok/Man

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Pemerintah secara resmi telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Beleid ini memungkinkan Pemerintah melakukan penempatan dana yang ditujukan untuk memberikan dukungan likuiditas kepada perbankan yang melakukan restrukturisasi kredit atau memberikan tambahan modal kerja.

Anggota Komisi XI DPR-RI Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin menilai bahwa harmonisasi berbagai skema bantuan likuiditas bagi perbankan itu perlu diperjelas untuk memastikan pelaksanaan yang optimal dan tepat sasaran.

“Merujuk Pasal 11 Perppu No. 1 Tahun 2020, pemerintah berwenang untuk menempatkan dana langsung melalui lembaga keuangan, manajer investasi, atau lembaga lain yang ditunjuk. Kemudian sebagai ketentuan lanjutan, Pasal 10 PP No. 23 Tahun 2020 memungkinkan pemerintah untuk menempatkan dana kepada Bank Peserta sebagai dana penyangga likuiditas Bank Pelaksana yang memberikan restrukturisasi kredit kepada UMKM terdampak Covid-19,” kata Puteri melalu keterangan tertulisnya seperti dirilis situs dpr.go.id, Jumat (15/5/2020).

Berdasarkan PP di atas, Bank Peserta akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Dana penyangga likuiditas tersebut kemudian disalurkan kepada Bank Pelaksana oleh Bank Peserta, berdasarkan hubungan kontraktual atau business to business.

Menanggapi ketentuan tersebut, Puteri menyoroti kaitan skema penempatan dana ini dengan skema dukungan likuiditas lain yang juga diatur dalam Perppu No. 1 Tahun 2020, seperti Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP) bagi Bank Sistemik dan Bank Non-Sistemik, serta Pinjaman Likuiditas Khusus (PLK) bagi Bank Sistemik.

“Apabila disandingkan dengan skema dukungan lain, seperti PLJP dan PLK, skema penempatan dana pemerintah belum sepenuhnya bersinergi satu sama lain. Padahal, masing-masing skema dukungan likuiditas perbankan ini patutnya menjadi satu kesatuan kebijakan stabilitas sistem keuangan negara yang holistik untuk mendukung sektor riil yang terdampak pandemi Covid-19. Untuk itu, pemerintah bersama otoritas terkait perlu memperjelas dan menyelaraskan hubungan antar skema tersebut agar pelaksanaan kebijakan ini tidak lagi terhambat,” tutur Puteri.

Lebih lanjut, Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar ini juga mengatakan bahwa PP ini masih belum cukup menjelaskan beberapa hal krusial terkait pelaksanaan teknisnya. Secara khusus, PP ini memang menyebutkan bahwa tata cara penempatan dana pemerintah akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang saat ini belum diterbitkan. Terkait hal itu, Puteri menekankan poin-poin vital yang tidak boleh luput dalam ketentuan pelaksanaan tersebut.

“Menurut saya, masih banyak hal-hal teknis yang perlu diatur lebih lanjut. Misalnya, batasan kewenangan dan tanggung jawab Bank Peserta maupun pemerintah dalam menyalurkan dana penyangga likuiditas, serta ketentuan penilaian risiko oleh Bank Peserta dalam menyediakan dukungan likuiditas kepada Bank Pelaksana. Selain itu, pelibatan BPK dan BPKP menjadi hal yang sangat penting mengingat penyaluran dana dilakukan berdasarkan hubungan kontraktual,” saran Puteri.

Menutup keterangannya, politisi muda yang akrab disapa Putkom ini pun mengingatkan Pemerintah dan lembaga otoritas terkait agar melaksanakan peraturan dan kebijakan ini berlandaskan kaidah good governance serta prinsip kehati-hatian, transparansi, akuntabilitas sehingga tidak menimbulkan moral hazard. (*/001)

Tag: