Hibah Uang Pemprov Kaltim di Kutim, Pemeriksa Menemukan Sapi Kurang 21 Ekor

ilustrasi

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Penggunaan uang hibah dari Pemprov Kalimantan Timur (Kaltim) Tahun 2020 di Kutai Timur (Kutim) sebesar Rp922 juta oleh 7 penerima hibah, dinilai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Kaltim tidak wajar.

Ketidakwajaran itu antara lain jumlah sapi yang dibeli menggunakan dana hibah, jumlahnya  kurang dari seharusnya, ada mark-up, tidak ada catatan penggunaan uang hibah, dan pengguna hibah memanipulasi kwitansi toko tempat membeli barang, dan ada pula diserahkan penerima hibah kepada pihak lain secara tunai.

Tujuh penerima uang hibah yang menggunakan uang sesuai RAB (Rencana Anggaran Biaya) itu adalah Kelompok Tani Kama Rama sebesar Rp150 juta, Kelompok Tani Sawit Mega Perkasa Rp150 juta, Pengurus Masjid Nurul Huda Rp190 juta, TPA Miftahul Jannah Rp180 juta, Kelompok Tani Lestari Bersatu Rp100 juta, SMK Muhammadiyah I Sangatta Rp100 juta, dan Paguyuban Seni Reog Ponorogo Sardhulo Seto Rp100 juta.

Demikian ditulis Dadek Nandemar, SE., MIT.,Ak.,CA, CFE sebagai Penanggung Jawab Pemeriksa Laporan Keuangan Pemprov Kaltim dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan, Nomor : 24.b/LHP/XIX.SMD/V/2021, Tanggal 27 Mei 2021.

Dijelaskan pula, Kelompok Tani Kama Rama penerima hibah sebesar Rp150 juta, Kelompok Tani Sawit Mega Perkasa Rp150 juta menggaungkan uangnya untuk membeli sapi. Apabila digabungkan, sesuai RAB keduanya, seharusnya jumlah sapi yang bisa dibeli sebanyak 32 ekor, tapi saat dilakukan pemeriksaan lapangan atau di lokasi, kedua kelompok tani hanya bisa menunjukkan sapi sebanyak 11 ekor, atau kurang 21 ekor.

“Atas kegiatan pembelian sapi tersebut kedua kelompok tani tidak dapat menunjukkan bukti-bukti pembelian maupun dokumen pertanggungjawaban lainnya,” kata  Dadek Nandemar.

Kemudian, saat dilakukan pemeriksaan lapangan 16 Februari 2021, Pengurus Masjid Nurul Huda  yang menerima uang hibah Rp190 juta, belum menyelesaikan kegiatan pembangunan masjid tersebut dan ketua masjid tidak dapat menunjukkan laporan penggunaan dan bukti-bukti pembelian maupun dokumen pertangjawaban lainnya.

“Ketua pembangunan masjid Nuruh Huda itu juga ketua Kelompok Tani Kama Rema,” kata BPK dalam LHP-nya.

Sementara ketua TPA Miftahul Jannah yang menerima hibah uang Rp180 juta, yang rencananya membangun TPA (Tempat Pengajian Alqur’an) di samping masjid Nurul Huda juga tidak dapat menunjukkan bukti-bukti dan dokumen pertanggungjawaban lainnya penggunaan uang hibah. Kegiatan pembangunan TPA juga belum selesai.

Atas uang hibah yang diberikan Pemprov Kaltim kepada Kelompok Tani Lestari Bersatu Rp100 juta, kata BPK, peruntukannya atau RAB-nya untuk membeli kambing, tapi saat dilakukan pemeriksaan lapangan, tidak ada ditemukan kambing.

“Koordinator Kelompok Tani Lestari Bersatu, saat ditanya tim pemeriksa, menjawab uang hibah yang diterimanya digabungkan dengan uang hibah yang diterima Kelompok Tani Kama Rema dan Kelompok Tani Sawit Mega Perkasa,” papar BPK.

SMK Muhammadiyah I Sangatta menerima hibah uang Rp100 juta dari Pemprov Kaltim. Sesuai RAB, uang akan digunakan membeli meja-kursi 105 set. Pada saat dilakukan pemeriksaan, jumlah kursi-meja yang dibeli hanya  80 set, dengan harga satu set meja-kursi Rp1.850.000,oo, padahal harga sebenarnya hanya Rp600.000,oo set.

Berdasarkan temuan di lapangan, lanjut BPK, uang hibah yang benar-benar digunakan membeli kursi-meja hanya Rp48 juta. Sedangkan sisa uang hibah Rp52 juta digunakan kepala sekolah untuk biaya perasional sekolah Rp17 juta.

“Sisa uang hibah lainnya Rp35 juta diserahkan kepada pihak lain secara tunai,” kata BPK.

Kasus di Paguyuban Seni Reog Ponorogo Sardhulo Seto yang menerima uang hibah Rp100 juta, papar BPK, sesuai RAB akan digunakan untuk pengadaan seragam dan alat seni reog. Saat dilakukan pemeriksaan oleh tim dari BPK bersama-sama dengan Itwilprov Kaltim dan Biro Kesra, diketahui baju seragam dan alat seni dibeli dari 3 toko supliar di Ponorogo, yaitu UD Suremenggolo, UD Stama Langgeng dan Kerajinan Gamelan Trisno Laras.

“Ketika tim pemeriksa mengkonfirmasi ke yaitu UD Suremenggolo, UD Stama Langgeng yang disebut tempat membeli barang via telepon dan disaksikan pengurus paguyuban, kedua usaha dagang (UD) itu mengaku, Paguyuban Seni Reog Ponorogo Sardhulo tidak pernah membeli barangnya. Sedangkan Kerajinan Gamelan Trisno Laras tiadk bisa dihubungi,” kata BPK.

Penulis : Intoniswan | Editor : Intoniswan