
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Syarifatul Sya’diah, menilai, meski produksi perikanan Berau meningkat tapi pemanfaatan hasil laut di Berau belum optimal, karena hilirisasi perikanan belum optimal.
“Saya melihat hasil laut dari Berau ini belum dimaksimalkan secara menyeluruh. Kita ingin agar sektor kelautan, yang merupakan kewenangan pemprov, bisa benar-benar dikembangkan bersama-sama daerah yang memiliki potensi besar seperti Berau,” kata Syarifatul saat ditemui di Gedung D DPRD Kaltim, Senin (27/5/2025).
Untuk diketahui, dalam dua tahun terakhir, sektor perikanan di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Total produksi perikanan tahun 2023 mencapai 28.836,97 ton dan meningkat menjadi 29.793,81 ton pada 2024. Sementara itu, untuk tahun 2025, sektor budidaya ditargetkan menyumbang sebesar 3.459,88 ton.
Menurut Syarifatul berasal dari daerah pemilihan Bontang, Kutai Timur, dan Berau, potensi laut di Berau menyimpan kekayaan luar biasa seperti ikan, terumbu karang, dan rumput laut yang belum digarap maksimal.
“Di Berau itu bukan hanya keindahan alamnya, tapi juga potensi ekonomi kelautannya sangat besar. Ada ikan, ada rumput laut, terumbu karang. Semua itu bisa dikembangkan dan diolah langsung di daerah. Tapi kenyataannya, banyak hasil laut Berau justru dikirim ke Tarakan, lalu dari Tarakan ke Tawau, Malaysia,” ujarnya.
Hal ini menurutnya menjadi ironi karena nilai tambah dari produk laut justru lebih banyak dinikmati di luar daerah bahkan luar negeri.
Ia menegaskan pentingnya mendorong hilirisasi dan pengolahan hasil laut di dalam daerah agar perputaran ekonomi lebih besar terjadi di Berau.
“Kalau ada investor yang tertarik untuk membangun fasilitas pengolahan hasil laut di Berau, tentu kami sangat dukung. Supaya hasil laut itu tidak lagi dijual mentah ke luar, tapi bisa diolah di sini, diberi merek lokal, dan dipasarkan secara luas. Itu akan jauh lebih menguntungkan bagi masyarakat,” tegasnya.
Syarifatul juga menyinggung keluhan masyarakat nelayan terkait harga ikan yang anjlok saat musim panen. Kondisi ini disebutnya bisa ditekan jika ada industri pengolahan yang menyerap hasil tangkapan dalam jumlah besar dan memperpanjang usia konsumsi ikan melalui produk olahan.
“Seringkali nelayan itu bingung saat ikan melimpah, tapi harga rendah dan penjualan sulit. Padahal kalau ada unit pengolahan hasil perikanan, ikan bisa dijadikan produk turunan seperti fillet, ikan asap, atau bahkan olahan beku. Ini bisa memperpanjang umur ikan dan menstabilkan harga,” ujarnya.
Tak hanya itu, industri pengolahan hasil laut di Berau diyakini dapat menyerap tenaga kerja lokal secara signifikan dan menjadi penggerak ekonomi baru di wilayah pesisir.
“Kita lihat sendiri, pengolahan ikan itu membuka peluang kerja, terutama untuk ibu-ibu rumah tangga, pemuda, dan warga sekitar pelabuhan. Jadi dampaknya bukan hanya di ekonomi, tapi juga sosial,” tambahnya.
Syarifatul berharap Pemprov Kaltim, Pemkab Berau, dan pelaku usaha dapat bersinergi lebih erat untuk mewujudkan tata kelola perikanan yang inklusif dan berkelanjutan.
“Kita butuh perencanaan yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Mulai dari bantuan alat tangkap, pelatihan budidaya, fasilitas cold storage, sampai pemasaran dan pengolahan. Semua harus kita benahi bersama agar potensi laut Berau benar-benar jadi andalan ekonomi Kaltim,” pungkasnya.
Penulis : Nai | Editor : Intoniswan | ADV DPRD Kaltim
Tag: Perikanan