Imigrasi Nunukan Kembali Temukan Enam Paspor Palsu dari WNI yang Hendak ke Malaysia

Lima warga Jawa Timur diamankan Kantor Imigrasi Nunukan, setelah ditemukan menyimpan paspor palsu untuk digunakan masuk ke Tawau, Sabah, Malaysia. (Foto Istimewa/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Rencana Pemerintah Malaysia mencabut lock down dan kembali membuka pelabuhan Tawau, Sabah untuk kedatangan kapal penumpang dari, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara, mulai dimanfaatkan calon pekerja migran Indonesia (PMI) untuk masuk ke Malaysia non prosedural, bahkan, Kamis lalu (10/3/2022)  lima orang dari Pamekasan dan Jember,  Jawa Timur didapati petugas Imigrasi Pos Sebatik menyimpan paspor palsu dan tak dilindungi dokumen kontrak kerja.

Warga negara Indonesia yang akan ke Malaysia itu, bukan hanya yang ingin mencari kerja, tapi banyak juga yang ingin kembali ke Malaysia untuk berkumpul kembali bersama keluarganya. Mereka itu pada awal-awal pandemi COVID-19 tahun 2020, pulang ke Indonesia, tapi tak bisa kembali ke Malaysia, karena kebijakan lock down yang diterapkan Malaysia.

Kepala Kantor Imigrasi Nunukan Washington Saut Dompak Napitupulu mengatakan, dari kegiatan pengawasan di Sebatik, untuk kedua kalinya dalam beberapa hari, menemukan lima orang dari Jawa Timur, kedapatan memiliki paspor palsu.

“Dari 5 orang C-PMI yang diamankan, petugas mendapati 10 paspor, dimana  6 diantaranya paspor palsu,” kata Napitupulu, pada Niaga.Asia, Senin (14/3/2022).

Kelima orang itu, berangkat dari Surabaya ke Tarakan tanggal 9 Maret menggunakan pesawat terbang. Dari Tarakan, mereka melanjutkan perjalanan ke Sebatik menggunakan angkutan laut, speed boat Sinar Baru yang secara reguler trayeknya Tarakan-Sebatik.

Menurut Napitupulu, selain menemukan 6 paspor palsu dari kelima warga Jatim tersebut,  petugas Pos Imigrasi Sei Pancang, Sebatik, juga menemukan  dokumen kependudukan (KTP)  kelima orang tersebut yang menerangkan berasal dari Pamekasan dan Jember.

“Hasil pemeriksaan, semua PMI hendak masuk ke Tawau, Malaysia lewat jalur ilegal di perbatasan Sebatik,” sebutnya.

Napitupulu menjelaskan, dugaan 6 paspor yang ada sama warga itu palsu,  dapat dilihat dari perbedaan identitas;  nama dan tanggal lahir di paspor  berbeda dengan tercantum di KTP. Buku paspor yang dipegang warga tersebut juga aneh karena dalam lembar biodata tertulis KBRI Kuala Lumpur, padahal, seharusnya tertulis Indonesia, karena diterbitkan Indonesia.

“Menurut pengakuan pemilik paspor, paspor itu diperoleh dari seseorang (jasa pengurusan) paspor. Orang yang mengurus paspor itu memungut biaya Rp 15 juta per orang, termasuk biaya transportasi dari Surabaya ke Tarakan, Tarakan ke Sebatik, ke Tawau, Sabah dan tiket pesawat terbang dari Tawau ke Kuala Lumpur, Malaysia,” ungkapnya.

Kepada petugas Imigrasi, kelima warga Jatim tersebut, setibanya di Bandara Juata Tarakan, dijemput seseorang menggunakan mobil, kemudian dibawa ke penginapan. Setelah beristirahat satu malam, selanjutnya diantar ke pelabuhan speedboat tujuan Tarakan – Sebatik.

“Kelima orang itu, diindikasikan akan diberangkat Sebatik ke Tawau secara ilegal atau non prosedural,” kata Napitupulu.

Ia menambahkan, temuan paspor palsu yang melibatkan 5 orang asal Jawa Timur, tidak memiliki hubungan dengan dua orang warga Pamekasan yang sebelumnya diamankan dengan kasus serupa di Sebatik.

Meski sama-sama berasal dari Jawa Timur, kedua warga Pemekasan yang ditangkap 06 Maret 2022 lalu tidak mengenal dengan 5 orang PMI.

“Pendidikan para PMI hanya tamatan Sekolah Dasar, mereka tidak bisa membedakan paspor palsu dan asli. Intinya mau berangkat ke Malaysia itu saja,” bebernya.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Rachmat Rolau

Tag: