Indonesia Dapat Dana untuk Hadapi Perubahan Iklim USD103,8 Juta


Perkembangan REDD 2005-2017. (Sumber: Data Kementerian LHK)

JAKARTA.NIAGA.ASIA- Indonesia mencatat persetujuan pendanaan bernilai USD103,8 juta dari Green Climate Fund (GCF) untuk proposal REDD+ (Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan) Results-Based Payment (RBP).

Capaian ini menunjukkan respons yang mengesankan dari Indonesia terhadap ancaman perubahan iklim, serta menjadi wujud peningkatan kepercayaan di dalam negeri dan komunitas internasional. Momentum ini juga dapat menjadi awal yang baik bagi hubungan Indonesia-GCF ke depan.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, mengatakan kerja keras selama satu dekade dalam melestarikan hutan dan menghindari deforestasi telah menuai hasil melalui pembayaran berbasis kinerja dari Norwegia dan GCF.

“Namun, usaha kita tidak bisa berhenti sampai di sini. Pencapaian ini akan berkontribusi terhadap upaya pembangunan rendah emisi, dan sebagaimana diamanatkan oleh Bapak Presiden, juga untuk pemulihan lingkungan berbasis masyarakat,” ujar Menteri LHK.

Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengaku senang bahwa Menteri LHK dan tim berhasil mendapatkan pengakuan sebesar USD103,8 juta, bahkan lebih besar dari proposal Brasil dengan Amazon-nya (senilai USD 96,5 juta).

“Terima kasih KLHK sudah menunjukkan pada dunia, bahwa Indonesia tidak hanya berkomitmen terhadap perubahan iklim, tapi ditunjukkan dengan capaian konkret dalam bentuk pembayaran ini. Semoga ini menjadi momentum agar terus digunakan untuk meningkatkan keterlibatan dan dukungan dari semua pihak terkait proposal dari Indonesia yang diajukan ke GCF,” kata Menkeu.

Lebih lanjut, Menkeu mengungkapkan bahwa pendanaan yang diterima oleh Indonesia ini dapat membantu APBN untuk memenuhi kebutuhan pendanaan perubahan iklim. Pendanaan yang diterima oleh Indonesia ini dapat membantu APBN untuk memenuhi kebutuhan pendanaan perubahan iklim.

Hasil dari Climate Budget Tagging (CBT) menunjukkan masih terdapat celah antara kebutuhan pendanaan perubahan iklim nasional dengan anggaran perubahan iklim yang telah dialokasikan dari APBN,” imbuh Menkeu.

Sri Mulyani juga mengutarakan harapannya agar momentum ini terus digunakan untuk meningkatkan keterlibatan dan dukungan dari semua pihak terkait proposal dari Indonesia yang diajukan ke GCF.

Untuk diketahui, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (Ditjen PPI) KLHK memimpin penyusunan proposal REDD+ RBP kepada GCF melalui kerja sama berbagai pihak termasuk organisasi internasional. Sementara itu, Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan selaku National Designated Authority (NDA) GCF melakukan penelaahan dan memberikan No Objection Letter (NOL) serta menyampaikan proposal kepada GCF, yang disusun oleh United Nations Development Program (UNDP) selaku Accredited Entity (AE/entitas terakreditasi) bersama mitra kerja lainnya, Global Green Growth Institute (GGGI) yang menyusun Concept Note awal.

Persetujuan GCF ini merupakan sebuah berita baik, namun Indonesia masih membutuhkan lebih banyak pendanaan perubahan iklim untuk mencapai target NDC. Komitmen negara maju untuk pendanaan perubahan iklim sebesar USD100 miliar per tahun sampai tahun 2020 untuk mendukung negara-negara berkembang perlu direalisasikan dengan segera. (*/001)

Tag: