
JAKARTA.NIAGA.ASIA – Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag RI Djatmiko Bris Witjaksono mengungkapkan, Indonesia-EAEU FTA berhasil diselesaikan pada 2025 dengan proses perundingan yang relatif singkat, yakni sekitar dua hingga tiga tahun sejak diinisiasi pada 2023 lalu.
“Perjanjian ini difokuskan pada perdagangan barang sebagai tahap awal mengingat besarnya potensi pasar EAEU. Kerja sama di bidang jasa, investasi, dan aspek lainnya akan menjadi peluang pengembangan pada tahap selanjutnya,” kata Djatmiko Bris Witjaksono sesi gelar wicara bertema “Peluang dan Tantangan yang Optimal Indonesia-EAEU FTA” di Jakarta, Senin (15/12/2025)
Penyelesaian perjanjian ini menjadi langkah strategis dalam memperluas akses pasar Indonesia ke kawasan nontradisional yang prospektif.
“Besarnya pasar Eurasia dengan hampir 200 juta penduduk menjadi salah satu alasan Pemerintah Indonesia menargetkan Eurasia sebagai mitra dagang strategis. Pemerintah Indonesia menargetkan implementasi perjanjian dapat mulai dirasakan pelaku usaha paling cepat pada akhir 2026, atau selambat-lambatnya pada 2027, seiring dengan upaya Indonesia menyelesaikan berbagai perjanjian dagang lainnya dengan mitra internasional,” jelas Djatmiko.
Sementara itu, Atase Perdagangan RI Moskow, Ardianto Ardi Wibowo menyampaikan informasi tentang berbagaiproduk potensial Indonesia yang berpeluang di pasar Eurasia. Produk unggulan tersebut, antara lain, komoditas berbasis kelapa seperti minyak kelapa sawit dan turunannya, serat alami, serta produk pertanian seperti kopi, teh, kakao, rempah-rempah, dan berbagai bahan pangan olahan.
Permintaan terhadap produk-produk tersebut cukup tinggi, khususnya untuk memenuhi kebutuhan pasar di kawasan Eurasia yang terus berkembang. Selain itu, sektor industri juga memiliki peluang besar, terutama komponen dan suku cadang otomotif.
Sejumlah perusahaan otomotif Eropa yang menarik diri dari pasar Rusia sejak 2022 telah membuka peluang bagi Indonesia untuk menjadi pemasok alternatif suku cadang kendaraan. Produk perikanan, baik hasil laut segar maupun olahan, juga berpotensi besar mengingat tingginya permintaan di kawasan tersebut.
“Kerja sama di sektor jasa dan ketenagakerjaan juga kami harap dapat dikembangkan seiring dengan kebutuhan pasar Eurasiadan terbukanya peluang kemitraan baru bagi pelaku usaha Indonesia,” tambah Ardianto.
Di sisi lain, Direktur Utama PT Bio Farma, Shadiq Akasya mengungkapkan, Bio Farma telah menjalin kerja sama dengan negara-negara anggota EAEU, di antaranya dengan Kirgizstan sejak 2011 melalui Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF). Kerja sama ini termasuk ekspor sekitar 1,5 juta dosis vaksin tetanus dan 600 ribu dosis vaksin polio pada 2023.
Kemudian, dengan Rusia, kerja sama riset vaksin tetanus toksoid telah dilakukan sejak 2019. Juga ada tahap penjajakan dengan Belarusia yang meliputi rencana registrasi vaksin polio. Bio Farma juga akan mengembangkan vaksin multivalen, seperti pentavalen dan hexavalen, serta vaksin rotavirus.
“Melalui penguatan kerja sama antarpemerintah (G2G) yang diturunkan menjadi kerja sama bisnis (B2B), Bio Farma berharap kolaborasi farmasi dengan negara-negara EAEU dapat berjalan konkret, berkelanjutan, dan memberikan manfaat optimal bagi kedua belah pihak,” jelas Shadiq.
Sumber: Siaran Pers Kemendag | Editor: Intoniswan
Tag: Perdagangan